Bab 3. Elga Cristian

Levina menatap adik laki-lakinya itu dengan geram sebelum akhirnya ia mengalihkan tatapannya pada sang dokter yang sudah menjadi langganan berobat mereka.

Seperti dugaan Levina jika Elga mengalami demam tinggi yang membuat mereka segera membawa Elga pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.

Elga memang lebih cocok berada di dalam rumah. Maka dari itu, Levina sangat melarang adiknya itu untuk keluar dari rumah. Mau jalan-jalan pun, Levina harus mencari tempat yang bersih dari debu dan kotoran.

"Demamnya sudah agak mulai turun. Mungkin setelah dua hari dirawat, Elga sudah bisa dibawa pulang." Dokter Anton adalah dokter yang selalu menangani Elga.

"Ya ampun, thanks dokter. Berarti dalam dua hari Elga sudah boleh pulang?"

"Iya. Sebenarnya sudah beberapa waktu ini saya ingin memberitahu pada kamu tentang pengobatan untuk tubuh yang rentan sakit."

Levina tentu saja agak tertarik dengan apa yang diucapkan oleh dokter Anton. "Maksud dokter, adik saya bisa seperti orang normal kalau melakukan pengobatan yang dokter masuk?" Levina langsung berbicara ke intinya karena ia memang tertarik untuk pengobatan adiknya agar bisa hidup normal.

Sejak kecil Elga memang rentan sakit. Tidak bisa terkena debu sedikit, adiknya pasti akan mengalami demam ataupun hidung tersumbat. Belum lagi batuk-batuk, yang membuat Elga sangat rajin pergi ke dokter.

"Iya. Tapi, mungkin masih dalam rencana soalnya saya dengar kalimat ini dari teman saya yang ada di Cina." Dokter Anton berkata. "Iya, mudah-mudahan saja ada obat untuk bisa menyembuhkan orang yang rentan terkena debu."

"Saya sangat menantikan hal itu. Padahal Elga selama ini sudah berusaha untuk tidak sakit-sakitan. Tapi, daya tahan tubuhnya bukan dia yang bisa menanganinya."

"Kita hanya bisa berdoa dan berharap saja."

Dokter Anton yang berusia 29 tahun tersenyum menatap pada Levina. Pria itu kemudian segera pamit pergi, meninggalkan tiga kakak beradik yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Padahal Elga pergi kemarin sore semua badannya udah ketutup."

"Memang semuanya udah ketutup waktu di jalanan. Tapi, kamu nggak tahu tingkat kebersihan di lapangan tempat kamu main." Levina memutar bola matanya menatap Nathan.

"Aku minta maaf ya, Kak. Gara-gara aku, Elga akhirnya masuk ke rumah sakit."

Nathan menggenggam lengan kakaknya itu, sambil menatap wanita itu melas.

"Iya mau bagaimana lagi, Elga juga sudah masuk rumah sakit. Kakak melarang Elga buat keluar-keluar sembarangan itu bukan tanpa alasan. Bukannya kakak nggak mau adik kakak ini hidup seperti anak remaja pada umumnya. Tapi, Kakak lebih nggak tega lagi kalau lihat Elga sakit seperti ini." Levina mengusap air matanya yang jatuh ke pipi.

Melihat itu tentu saja Nathan langsung sedih. Pemuda itu memeluk Levina.

Nathan tahu meskipun kakaknya ini sering memarahinya, namun wanita yang sudah seperti Ibu mereka ini sangat sayang pada mereka. Levina bahkan melakukan berbagai macam cara agar mereka bisa hidup dengan layak dan bahagia. Sekolah pun di tempat yang paling bagus dengan biaya yang tentunya tidak murah.

Levina memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan kasih sayangnya. Meskipun ia sering menjadi korban kemarahan kakaknya, namun Nathan tidak pernah dendam. Pemuda itu tidak merasa iri sama sekali karena Levina selalu berbicara lembut dengan Elga. Yah, Elga pernah dibentak oleh kakaknya saat adik kembarnya itu pergi keluar diam-diam tanpa memberitahu sehingga membuat mereka panik.

Elga langsung sakit selama 1 Minggu penuh dan membuat Levina menyesal selama seminggu penuh karena menyebabkan adiknya sakit. Sedangkan untuk Nathan sendiri, dia bermental baja dan sudah kebal.

Levina menepuk pundak adiknya itu. "Nggak usah sok sedih. Kamu nggak cocok pasang tampang seperti itu," katanya dengan cara menyebalkan.

Segera Nathan merenggut menatap kakaknya tak terima. Kakaknya ini memang paling pintar menghancurkan suasana dan Nathan tahu ini dilakukan sang kakak akan mereka tidak terlibat dalam suasana yang agak melankolis.

"Kakak memang paling pintar menghancurkan suasana."

"It's me." Levina tersenyum miring menatap adiknya.

Keduanya kemudian sama-sama terdiam menunggu Elga terbangun dari tidurnya.

Tak lama kemudian ponsel milik Levina terdengar berdering. Melihat layar ternyata ini merupakan panggilan masuk dari Deon.

Deon adalah sahabat dekat Levina. Beruntung mereka menjalin hubungan pertemanan tidak ada perasaan satu sama yang lain.

Pertemanan mereka pun sudah cukup lama mungkin sejak pertama kali mereka masuk ke sekolah menengah pertama.

"Kenapa, Yon?" Levina langsung bertanya tanpa basa-basi. Deon menghubunginya pasti ada masalah atau ada sesuatu yang ingin dibahas oleh pria itu.

"Lev, gue bisa minta tolong nggak sama lo?"

"Apalagi? Mau jadi pacar pura-pura lo? Apa gue diminta supaya gue pura-pura jadi pacar dari cewek yang lo incar? Kalau begitu, gue kasih tarif murah. Cukup 10 juta aja," oceh Levina, tanpa memberi waktu untuk menjelaskan.

"Mata lo duitan memang nggak pernah hilang sama sekali, Lev. Gue mau minta tolong sama lo bukan soal urusan asmara. Ini menyangkut masa depan pekerjaan gue, Lev."

Suara Deon terdengar panik membuat Levina yang sedang bersantai segera menegakkan tubuhnya.

"Lo dipecat dari kantor lo?" Bisa gawat kalau Deon dipecat dari kantornya karena Levina pasti tidak akan bisa memoroti temannya itu lagi. Bisa-bisa Deon yang akan terus bergantung hidup padanya.

"Iya kalau gue nggak berhasil bawa berkas yang ketinggalan di apartemen gue. Gue mau balik, tapi gue harus nyusun materi meeting penting hari ini dengan klien lain. Gue bisa minta tolong sama lo buat ambilin map warna kuning yang ada di atas mini Bar di apartemen gue enggak? Terus lo datang ke kantor gue bawa ke sini. Gue janji, nanti malam gue akan traktir makan sepuasnya. Ini dalam kondisi mendesak, Lev. Please."

Suara Deon terdengar memelas di telepon membuat Levina segera bangkit berdiri.

"Ya udah kalau begitu gue bakalan ke apartemen lo sekarang juga."

Levina segera menutup teleponnya dan menatap pada adik laki-lakinya yang duduk sambil bermain game di ponsel.

"Nat, Kakak mau ke apartemen Kak Deon dulu buat ambil berkas penting di apartemennya. Kakak minta tolong buat kamu jaga Elga dulu. Kalau dia udah bangun dan tanya kakak, bilang aja kalau Kakak lagi ada urusan sebentar."

"Kalau Kakak kembali, belikan aku cemilan," pesan Nathan pada kakaknya.

"Iya!"

Levina menyahut dengan asal kemudian segera melangkah keluar dari ruang rawat tempat di mana Elga berada.

Memang dirinya harus segera pergi menuju unit apartemen milik Deon.

Sebagai sahabat dekat tentu saja Levina tahu apapun tentang Deon. Termasuk password apartemen mereka pun mereka saling tahu. Maka tidak heran kalau Deon meminta Levina untuk mengambil berkas tersebut di unit apartemennya.

Terpopuler

Comments

Andrea

Andrea

Ges ya Elga /Kiss/

2024-02-02

1

renita gunawan

renita gunawan

jangan-jangan Deon ini perantara Levina mendapatkan jodoh😁😁

2024-01-06

0

renita gunawan

renita gunawan

kasian banget Elga.harus mudah terkena penyakit karena daya tahan tubuhnya yang lemah

2024-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!