Semenjak hari perpisahan itu, kini Vincent menjadi anak yang semakin jarang berbicara. Bahkan, dia sama sekali tidak ingin berbaur dengan anak-anak yang lain. Hal tersebut tentu saja menarik perhatian ibu panti, ini memang sulit bagi Vincent yang selama ini hanya mau berteman dengan Victoria.
Sejak dulu, Vincent memang sangat sulit untuk mencari teman. Karena dia selalu saja memberontak saat ada yang ingin berteman dengan nya dulu. Bukan dia tidak mau, tapi dia pernah menjadi korban bully sebelum akhirnya dia masuk ke panti asuhan ini karena kedua orang tuanya telah meninggal.
Sebelum masuk ke panti, dia juga sempat di siksa oleh tantenya. Selain itu, semua harta warisan yang harusnya jatuh pada Vincent malah di ambil alih oleh manusia serakah tersebut. Rumah yang saat ini mereka tinggali, itu rumah Vincent dari orang tuanya. Memang kejam, tapi di dunia ini tidak ada yang namanya saudara jika melibatkan soal uang.
Ibu panti menghampiri Vincent yang duduk termenung di taman bermain di dalam panti tersebut, dia mengelus lembut kepala Vincent sambil tersenyum.
"Mau ibu belikan ice cream, gak?" tanya sang ibu panti yang membuat Vincent langsung menatapnya. Dia mengangguk tapi wajahnya masih datar, tidak ada senyuman layaknya anak yang gembira saat ingin di belikan sesuatu.
Melihat itu, ibu panti sedikit menghela napas, ternyata usahanya tidak berhasil untuk membuat anak itu tersenyum. Tapi, tidak apa karena dia masih mau berinteraksi dengan nya.
Setelah itu ibu panti mengajak anak tersebut untuk keluar, dia membawa Vincent ke supermarket terdekat yang ada di sana. Terlihat sekali bahwa Vincent memang benar-benar kehilangan kebahagiaan.
Saat selesai membeli ice cream untuk dirinya dan juga untuk anak-anak yang lain, ibu panti langsung membawa Vincent pulang.
"Ibu, apakah Victoria akan bahagia dengan keluarga barunya?" tanya Vincent sambil berjalan di samping ibu panti.
Ibu panti langsung mengulas senyum saat Vincent mulai mau berbicara, "Victoria pasti bahagia," jawabnya sambil merangkul Vincent.
"Oleh karena itu Vincent juga harus bahagia di sini, coba main sama teman-teman yang lain ya," sambungnya sambil memberi nasehat pada Vincent yang saat ini kembali terdiam.
6 TAHUN KEMUDIAN
Seorang siswi dengan rambut panjang bergelombang sangat penuh wibawa berjalan di lorong dengan kedua antek-anteknya. Tangannya sebelah kiri sedang menarik siswi berkacamata yang terlihat ketakutan.
Bisik-bisik mulai terdengar di telinganya saat melintasi segerombolan murid yang saat ini melihat kejadian tersebut.
"Punya masalah apa lagi tuh si culun ke Venna,"
"Macam-macam kok sama pemilik sekolah,"
"Tapi kasihan gak sih tuh si culun di seret begitu,"
"Kenapa lagi tuh Venna kayak marah?"
Begitulah bisikan yang terdengar, banyak yang membela Venna karena takut tapi tak sedikit pula yang menyalahkan dia karena sudah berbuat seenaknya pada murid lain. Mereka tau sekolah ini milik keluarga Venna, tapi tidak seharusnya juga dia membully yang lain hanya karena dirinya tidak menyukai orang itu.
Saat hendak masuk ke dalam toilet, Venna terpenjat kaget saat ada seseorang yang dengan lancang menahannya. Dia menatap tajam seorang siswa yang sekarang masih menggenggam tangannya.
"Lepas atau tangan lu gua patahin," ancam Venna dengan wajah yang datar.
Bukannya di lepas, siswa itu justru memperhatikan wajah Venna lumayan lama sampai membuat gadis itu terlihat sangat marah.
"Lu tuli apa gimana?" teriak Venna yang membuat siswa tersebut langsung melepaskan tangannya.
"Victoria, ini lu kan?" tanya nya secara spontan yang membuat Venna memutar bola mata jengah.
"Nama gua Venna. Venna azrin ..." jawaban gadis tersebut terpotong saat cewek yang dia sandra memberontak.
"Heh cupu, lu berani ke gua?" sentak Venna yang membuat siswi itu terpenjat kaget dan langsung menggelengkan kepalanya.
"Lu mending jangan ikut campur deh kalau gak mau kena masalah," kata Venna menatap cowok yang saat ini masih berdiri di sana.
"Kayaknya lu deh yang bakal kena masalah, lu ngebully dia. Sadar gak sih?" tanya cowok itu yang mencoba melepas gadis itu dari cengkeraman Venna hingga akhirnya dia berhasil menarik cewek culun itu ke belakang badannya.
Venna sempat kaget sesaat sebelum akhirnya dia menunjuk Vincent, cowok yang mulai tadi berbicara dengannya. "Lu... Gua bakal inget muka lu," kesal Venna yang setelah itu pergi dari sana dengan perasaan sebalnya.
Baru kali ini dia kalah dengan murid di sini, sepertinya murid tadi adalah murid pindahan dan kenapa dia memanggil nya dengan Victoria. Satu sekolah ini tahu bahwa dia sudah memiliki nama yaitu Venna.
"Ven, lu kok ngelepasin Dania gitu aja sih. Cowok itu juga kayaknya gak punya kuasa di sini," tanya Laura yang saat ini berjalan di samping Venna.
"Tapi dia ganteng tau, cocok sama gua," ujar temannya yang satu yaitu Tania. Terkenal sebagai playgril kelas kakap di circle mereka. Di otaknya hanya ada cowok-cowok ganteng.
"Udah deh, Tan. Dua belas cukup, lu mau nambah lagi?" kata Laura mengingatkan Tania pada cowok-cowok yang sudah di permainkan nya.
"Lu yakin Tania cuma punya dua belas?" balas Venna yang membuat Laura mendelik kaget. Tidak biasanya dia ikut berbicara saat membahas soal cowok-cowok yang di miliki oleh Tania.
"Sebenarnya gak yakin sih, orang dia nempel sana sini," celetuk Laura.
"Yang penting kenyang bos, duit ngalir mulu dari mereka," jawab Tania tidak mau kalah. Memang benar, Tania memiliki banyak pasangan tapi belum pernah sekalipun dia mengeluarkan duit sendiri saat keluar dengan salah satu dari mereka. Bahkan, apapun yang Tania mau selalu saja di turuti oleh cowok-cowok yang Tania anggap bodoh itu. Hanya bermodalkan kata-kata manis dan manja, duit puluhan juta sudah langsung ada di ATM nya.
Hanya ada satu cowok yang benar-benar Tania sayang, dia bahkan rela memberikan semuanya, dunianya, bahkan keperawanan nya. Dia Albian mahadja. Seorang ketua basket di SMA tunas bangsa ini.
Selain dengan Albian, dia tidak pernah tidur dengan siapapun. Bahkan jika bersama Albian gadis itu bisa dua sampai tiga kali dalam seminggu dan lebih parahnya lagi mereka melakukan itu di rumah Albian.
Albian memang anak tunggal, orang tuanya juga sangat jarang di rumah karena urusan pekerjaan. Itu sebabnya Albian sering membawa Tania ke rumahnya saat ingin melakukan hal itu.
Saat Venna berjalan sendiri, lagi lagi Vincent menghampirinya, dia masih sangat penasaran karena wajah Venna sangat mirip dengan sahabat masa kecilnya dulu. Yaitu Victoria yang sudah lama tidak ada kabar.
"Gua bukan Victoria, gua Venna," jawab Venna yang setelah itu hendak pergi.
"Gua tau lu Victoria. Lu sengaja ubah identitas lu kan?" tanya Vincent lagi yang membuat gadis itu terdiam sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kalau gua Victoria emang kenapa?" teriak Venna yang setelah itu pergi meninggalkan Vincent.
"Gua harap lu masih ingat janji kita dulu," teriak Vincent yang tidak di hiraukan sama sekali oleh Venna. Gadis itu malah mempercepat langkah kakinya agar tidak di ikuti oleh Vincent.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments