Di dalam mobil Venna terus saja terdiam, dia kepikiran dengan Vincent yang terus mengira dirinya adalah Victoria yang merupakan sahabat masa kecilnya.
"Kak," panggil Venna melirik kakanya yang sedang menyetir di sampingnya. Arkan hanya berdehem menjawab panggilan dari Venna.
"Kakak kenal sama anak yang namanya Vincent gak?" tanya Venna yang membuat Arkan sekilas menatap wajah adiknya, setelah itu dia mengedikan bahu tanda tidak tahu.
"Gak kenal, emang kenapa? Dia ganggu kamu?" tanya Arkan panjang lebar, namun terlihat wajahnya seperti ada rasa kaget. pergerakan itu tidak luput dari pantauan Venna, bahkan gadis tersebut sempat mengerutkan kening.
"Dia manggil aku dengan nama Victoria," jawabnya. Hal itu lagi-lagi membuat pergerakan Arkan seperti tidak nyaman, cowok itu tidak memberikan tanggapan apapun lagi dan mulai fokus menyetir.
Melihat itu tentu saja Venna tidak kembali bertanya, dia tau jika ucapannya sudah di hiraukan oleh Arkan maka cowok itu tidak akan mau membahasnya lagi.
Untuk hal ini, mungkin dia akan simpan sendiri saja dan mencari tahu sendiri, ini bukan hal yang besar jadi dia harus tetap tenang agar tidak salah langkah.
Setelah sampai di rumah, Arkan tidak memasukkan mobilnya. Dia hanya menyuruh Venna untuk segera turun dan kembali melajukan mobilnya di jalanan.
"Kak Arkan mau kemana?" teriak Venna bertanya tapi sepertinya Arkan sudah tidak bisa mendengarnya. Venna hanya bisa menghela napas lalu masuk ke dalam rumah.
Seperti biasa, rumah mewah namun seperti kuburan. Sangat sepi, tidak ada suara seorang pun hingga akhirnya Venna mendengar suara piring-piring berbenturan dari arah dapur. Matanya sempat mendelik karena kaget.
Kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah saat ini karena ada urusan bisnis di luar negri dan akan pulang satu bulan lagi, lalu siapa yang ada di dapur? Bahkan kakanya juga sedang pergi saat ini.
Dengan memberanikan diri, Venna mengambil sebuah tongkat bisbol milik Arkan yang ada di ruang tengah. Dia berjalan perlahan untuk berhati-hati.
Venna melihat seorang wanita yang tak terlalu nampak tua, dia terlihat mencuci piring dan membersihkan dapur. Hal itu tentu saja mengundang rasa penasaran Venna, gadis itu berjalan mendekat agar lebih jelas apa yang sebenarnya dia lakukan di sini.
"Lu siapa?" tanya Venna yang sudah berada di belakang wanita itu. Melihat wajahnya, Venna cukup merasa kagum karena sangat cantik dan mulus. Selain itu, sepertinya umur dia tidak jauh berbeda dengan Venna.
"Anaknya bu Risa ya?" tanyanya sambil menunjuk Venna. Venna hanya mengangguk dengan ekspresi heran yang belum reda dari raut wajahnya.
"Saya pembantu baru di sini, perkenalkan nama saya Irsya," kata wanita itu seraya memperkenalkan dirinya. Venna kembali mengangguk lagi. Gadis itu seolah tidak bisa berkata apa-apa.
"Owh iya," jawab Venna singkat. "Ya udah cepetan masak gih, gua udah laper," kata Venna yang tak sungkan langsung menyuruh Irsya. Setelah mengatakan hal tersebut, Venna langsung meninggalkan dapur. "Owh iya, sama satu lagi. Buatin gua jus alpukat," sambungnya, lalu melanjutkan langkahnya kembali.
Venna melirik sekilas saat tidak ada gumaman yang dia dengar, tidak biasanya ada orang yang langsung menuruti perintahnya. Biasanya selalu saja ada sindiran panas saat Venna kebanyakan request. Sebenarnya Venna melakukan hal itu agar tidak ada yang betah bekerja di sini. Venna memang kesepian, tapi tidak mungkin juga dia berteman dengan seorang pembantu. Baginya, itu bisa merusak reputasi dirinya.
Di satu sisi, Vincent duduk sendiri di pinggir danau yang biasa dia datangi bersama Victoria dulu. Merenung sendiri di sana sambil menunggu jam yang pas untuk pulang.
"Kamu kenapa berubah kejam Victoria?" gumamnya bertanya. "Kamu bahkan gak ngenalin aku," sambungnya lagi sambil melempar kerikil kecil ke arah danau.
Di saat yang bersamaan pula, ada Victoria di sana yang juga memandangi danau dengan senyuman manisnya. Ini suatu kebetulan.
Terlihat Victoria mengambil ponselnya dan menaruh tepat di telinga. "Owh iya mommy, pembantu baru itu baik kok," jawab Victoria dari sebrang telepon.
Beberapa saat kemudian sambungan ponsel pun terputus, dia memutuskan untuk segera pulang agar kakanya tidak perlu mencarinya, apalagi Victoria tau bahwa ponselnya hampir mati karena dia lupa cas.
Bersamaan dengan itu, Vincent juga berdiri untuk segera pulang. Mereka berdua berjalan berlawanan arah. Walaupun jaraknya lumayan dekat, tapi anehnya mereka malah tidak tahu.
Vincent mampir sejenak ke salah satu warung dekat panti. Iya, cowok itu masih tetap tinggal di sana sambil menunggu Victoria untuk kembali. Walaupun Vincent pernah mengatakan bahwa dirinya tidak takut jika ada orang yang akan mengadopsinya, tapi Vincent juga berbikir bahwa di saat dirinya bersenang-senang dengan keluarga baru, Victoria malah datang kembali ke panti ini.
Bertahun-tahun Vincent menunggu tapi tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu kembali hingga akhirnya sekarang dia bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Orang yang Vincent tau sekarang dia bernama Venna, entah apa yang ada di pikiran gadis bodoh itu sampai rela merubah nama yang Vincent tau bahwa nama tersebut peninggalan orang tuanya.
Gadis itu juga memiliki marga yang mungkin cukup di segani oleh orang. Marga dari keluarga kaya yang terkenal kejam. Tapi kekejaman itu tidak akan berfungsi pada Vincent yang sangat di cintai hebat oleh Victoria.
Saat sudah sampai di panti, dia memanggil anak-anak untuk di berikan makanan, Vincent tau bahwa jarang sekali mereka di perbolehkan untuk makan seperti ini. Hal itu di lakukan untuk mengajari mereka dan tentunya menjaga kesehatan.
Ada satu anak berkacamata dan juga sangat pendiam, dia berhasil menarik perhatian Vincent. Bahkan di banding yang lain, Vincent malah lebih dekat dengannya. Dia mengajari apa yang dia bisa, semaksimal mungkin.
"Gak mau jajan?" tanya Vincent yang menghampirinya.
Anak itu menggeleng pelan sambil tersenyum ke arah Vincent, dia menatap Vincent penuh arti seperti berharap Vincent mengerti dengan kondisinya.
Yah, Vincent bukan orang yang bodoh. Selama ini dia menyimpan luka nya sendiri, sampai dia menjadi seseorang yang mengerti dengan perasaan orang lain.
Vincent membawa anak itu untuk masuk kamar, dia ingin Disa agar bercerita dengan tenang apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak mungkin diam saja jika itu mengganggu ketenangan anak itu.
"Kak, kenapa mamah sama papah tega naruh aku di sini?" tanya anak itu dengan suara tertahan. Vincent mencoba menenangkan dia dengan mengelus punggung gadis kecil itu.
"Aku tadi liat mama di minimarket depan, dia udah punya keluarga baru yang kelihatannya bahagia, aku seburuk itu ya kak sampai mereka gak mau ngurusin aku?" tanyanya lagi setelah menjelaskan panjang lebar apa yang terjadi hari ini.
Vincent memeluk gadis itu dengan sangat erat. "Bukan Disa yang buruk, tapi mereka. Kamu itu anak hebat, jadi gak pantes mereka punya anak sehebat Disa," ucap Vincent mencoba menghibur gadis kecil tersebut.
Hal itu membuat Vincent merenung, walaupun dia berakhir di panti asuhan, setidaknya orang tua dia dulu sangat menyayanginya. Karena kecelakaan itu, dia harus kehilangan kebahagiaan yang sangat dia rindukan sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments