Bab 2

Saat pulang kantor, Rakri mengajaku untuk kencan. Kami berangkat menuju ke cafe yang biasa aku dan Rakri kunjungi.

Sepanjang perjalanan, di dalam mobil Rakri terus menciumi tanganku.

"Mei, aku sayang banget sama kamu ... jangan pernah tinggalin aku ya." Matanya begitu teduh saat menatapku. 

"Aku juga sayang banget sama kamu Rakri, aku harap kita bisa segera nikah. Aku udah ga mau lagi pacaran lama-lama. Ibuku bilang, kapan kamu bakal ngelamar aku."  

"Sabar ya sayang, aku juga lagi berusaha ngumpulin dananya. Aku mau semuanya dari hasil kerja kerasku tanpa minta bantuan orang tuaku," jawab Rakri lembut.

"Iya Rakri, kamu tau sendiri kan bapak udah sering sakit-sakitan. Katanya takut bapak keburu gak ada umur," ucapku pelan, air mata mulai berkubang di pelupuk mata. 

Bapak ingin sekali melihatku menikah, beliau bilang biar nanti ada yang jagain aku kalau bapa udah gak ada.

Rakri memelukku erat dan mencium bibirku. Rasa hangat menjalar ke sekujur tubuhku dan perlahan-lahan aku mulai merasa tenang.

***

Setelah dari cafe, Rakri mengantarkanku pulang.

"Assalamualaikum, Bu Meira pulang."

"Walaikumsalam ... eh ada nak Rakri," sahut ibu.

Lalu Rakri mencium tangan ibu.

"Bapak kemana Bu ko ga kelihatan?" 

"Oh si bapak lagi ke mesjid ikut sholat isya berjamaah, paling sebentar lagi juga pulang," jawab ibu.

"Ibu, mei, aku langsung pulang ya soalnya mama ku dari tadi nelponin terus," ucap Rakri.

"Loh ga mampir dulu nak? biasanya kan suka ngopi dulu bareng si bapak," tanya ibu.

"Engga bu, kayanya ada urusan penting. Salam buat bapak ya."

"Yasudah... hati-hati di jalan, sampaikan salam juga buat mama mu," kata ibu tulus.

Ya, ibu dan bapak ku sudah sangat menyayangi Rakri. Bahkan mengganggap nya sudah seperti anak nya juga.

Karna itu aku berharap bisa cepat menikah dengan Rakri agar kedua orang tuaku juga bahagia.

Malam itu aku tidak tahu, mungkin sesuatu yang buruk akan segera menghampiri hidupku.

**

Ketika Rakri sampai rumah, mama nya sudah menunggu di ruang tamu dengan raut masam.

"Darimana kamu baru pulang? pasti kelayaban sama perempuan itu!" cecar mama nya.

"Namanya Meira ma, lagian ada apa sih biasanya juga mama ga nelponin aku terus," sahut Rakri lesu.

"Pokonya keputusan mama udah ga bisa di ganggu gugat! kamu harus nikah sama Sheryl!"

"Dia itu anak temen mama dan papa kamu dari kuliah. Dia anak yg pinter, sopan, cantik dan attitude nya juga bagus. Dan tentunya berasal dari keluarga yang sederajat dengan kita!" tegas mama Rakri.

"Tapi ma, Rakri itu pacaran sama Meira udah 2 tahun dan aku sangat mencintainya. Aku cuma bakal nikah sama Meira."

"Kalau kamu ga mau nurutin perkataan mama, jangan anggap aku ini mama kamu lagi- aahh sakit ..." lirihnya sambil mencengkram dada.

Rakri panik dan segera menangkap mama nya yang hampir ambruk .

"Lebih baik mama mati menyusul papa mu daripada mama harus melihat kamu bersama perempuan itu!," ucap nya dengan tersengal-sengal.

"Maafin Rakri ma, jangan kaya gini. Aku cuma punya mama, aku bakal nurutin kemauan mama. Ayo kita ke rumah sakit dulu," ucap Rakri dengan penuh penyesalan.

Setelah ditangani dokter, akhirnya keadaan mama nya mulai membaik. Dokter kemudian berpesan agar jangan dulu membuat mama nya banyak fikiran hingga membuatnya stress.

Rakri termenung sambil menatap mama nya yang kini telah tertidur pulas. Pikiran nya menerawang jauh, entah bagaimana ia harus menyikapi masalah ini kedepan nya.

Di satu sisi hanya mama nya yang ia punya saat ini, tapi di sisi lain ia tak mungkin meninggalkan Meira.

Tiba-tiba sekelebat bayangan melintas di benak nya, mengingat sosok papanya yang yang tersenyum indah.

"Seandainya papa masih ada, mungkin papa akan merestui hubunganku dengan Meira dan bisa membujuk mama."

Papa Rakri memang sosok yang begitu dermawan, beliau tidak pernah memandang seseorang dari mana dia berasal atau dari penampilan nya. 

Bahkan papanya lah yang selalu mengerti perasaan Rakri, yang selalu mendukung apapun pilihan anaknya.

Sayang nya tuhan memanggil nya lebih dulu, mengharuskan Rakri menggantikan sosok nya untuk menjaga mama nya.

***

Sebelum tidur, aku dan Rina saling bertukar pesan.

kami sering membicarakan hal-hal random meski hanya lewat chat.

Rakri juga tak menghubungiku lagi, jadi aku memutuskan untuk menghubungi Rina.

Dia selalu bercerita tentang orang-orang yang pernah menyukai nya, dan dia meminta pendapatku tentang beberapa hal.

Aku justru malah tertawa terpingkal-pingkal menanggapinya.

Bagaimana tidak, ternyata yang di bilang pernah menyukainya adalah tukang sayur yang biasa keliling di rumahnya, yang kebetulan masih bujang.

Selanjutnya adalah kasir mini market tempat ia sering membeli camilan, dan terakhir adalah anak teman papa nya yang masih di bawah umur alias bocil.

'Tega banget Lo mei ngetawain gua mulu'

'Hahaha, sorry Rin gue bercanda'

'Udah ah sana tidur, dasar sahabat jahat'

'jangan marah ya nanti cepet tua kaya nenek-nenek haha, selamat malam Rin'

Begitulah percakapan kami di chat, aku masih sedikit tertawa karna geli.

Rina juga berasal dari keluarga sederhana, tapi ia lumayan berada karna papa nya adalah pedagang kain yang mempunyai beberapa cabang.

Setelah lulus kuliah dia justru masuk ke kantor yang sama denganku dan berkerja bersamaku. Karna itu adalah keinginan nya, padahal dia bisa mendapatkan posisi yang lebih baik, tapi dia menolak.

Aku beruntung mempunyai teman seperti Rina, dan pacar seperti Rakri.

🍁🍁🍁

Pagi hari setelah mandi dan sarapan, Bapak sudah bersiap untuk mengantarkanku.

Beliau sedang memanaskan motornya di halaman, Ibu sedang menyapu sembari ngobrol bersama Bapak.

"Si Marni katanya udah ada yang lamar ya Pak," ucap Ibu membicarakan anak tetangga sebelah.

"Iya Bu, katanya ga lama lagi akan segera menikah," sahut Bapak.

"Si Rakri kapan ya pak bakal ngelamar anak kita," kata Ibu penuh harap.

"Sabar Bu, kita doa'kan saja semoga di permudah jalan nya," kata Bapak.

Aku hanya tersenyum mendengar obrolan mereka, aku segera menghampiri mereka.

"Ayo Pak, berangkat," ucapku.

"udah siap toh, kalau gitu pamit sama Ibumu."

"Mei sama Bapak berangkat ya Bu," ucapku sambil mencium tangan Ibu.

"Iya, hati-hati di jalannya, bawa motornya pelan-pelan aja ya Pak," ujar ibu.

Kamipun berangkat dan tak butuh waktu lama segera tiba di kantorku. Setelah mengantarku, Bapak juga akan pergi ke tempat kerjanya. Bapak saat ini sedang bekerja bangunan di sebuah proyek.

Padahal aku sudah meyuruhnya tidak bekerja lagi, biar aku saja yang bekerja. Tapi Bapak menolaknya dengan alasan itu adalah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga meskipun penghasilan nya tak seberapa.

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

.sh penasaran sm juduly

2025-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!