"Ustadz, ada apa manggil Zahra?" tanya Zahra saat pria itu sudah berdiri di hadapannya.
"Tidak apa-apa. Eum ... maaf kalau hadiah saya kemarin terkesan sederhana." Zeehan terlihat gugup, begitu juga dengan Zahra. Ia benar-benar bingung.
Apa Zeehan memanggilnya hanya karena ingin mengatakan itu?
"Eum ... kamu sudah membuka hadiah dari saya?" tanya Zeehan.
Zahra mengangguk. "Sudah, Ustadz. Terima kasih banyak atas hadiahnya, Zahra suka." Gadis itu mengulas senyuman hangat.
Zeehan bernafas lega. "Alhamdulillah. Syukurlah kalau kamu suka. Jangan lupa digunakan bukunya, ya? Semoga bisa membawamu kepada kebaikan."
"Aamiin, in syaa Allah."
"Ya Allah, ya Rabb! Di sini aku serasa kayak jadi syaithaanirrajim, nyata-nyata ada tapi tidak dianggap," celetuk Salsa tiba-tiba, membuat kedua makhluk Allah itu serempak menoleh ke arahnya.
"Ehh ... aku lupa, ternyata ada kamu di sini," timpal Zahra sambil tertawa kecil.
Salsa memutar kedua bola matanya dengan malas dan menatap Zeehan.
"Assalamu'alaikum, Ustadz. Hehe ... salam kenal, ya? Aku Salsa, temannya Zahra." Salsa menyatukan kedua tangannya dan tersenyum lebar. Ia benar-benar berharap agar pria itu berbicara padanya.
"Wa'alaikumussalam. Iya." Zeehan tersenyum tipis dan beralih menatap Zahra.
"Ya sudah, Ustadzah Zahra, saya izin permisi dulu. Maaf sudah mengganggu waktumu."
"Iya, Ustadz, silakan! Ngga ganggu sama-sama sekali, kok."
Zeehan pun mengucapkan salam dan berlalu meninggalkan kedua gadis yang masih menatapnya.
"Ya Allah, sama aku dingin banget dianya, giliran sama kamu, kok, malah hangat-hangat aja, sih? Malah banyak ngomong," lirih Salsa.
"Udah. Ngga perlu sedih! Ustadz Zeehan emang kayak gitu orangnya, suka cuek sama orang-orang, kecuali dengan orang yang tertentu dan yang sudah beliau percayai," jelas Zahra.
"Kira-kira siapa, ya, yang bakalan jadi jodoh Ustadz Zeehan? Wanita itu pasti benar-benar beruntung banget. Udah sholeh, jadi ustadz, ganteng, lulusan pesantren lagi. Maa syaa Allah!" ucap Salsa yang dibalas anggukan oleh Zahra.
"Semoga aja beliau dapat jodoh yang terbaik. Begitu juga dengan kita."
"Aamiin."
"Tapi ngomong-ngomong, Ustadz Zeehan punya saudara ngga, sih?"
"Eum ... ngga tau, sih, tapi dengar-dengar katanya ada. Cowok. Kalau ngga salah, masih mondok."
Wajah Salsa seketika berbinar, sedangkan Zahra menatap gadis itu dengan malas. Ia sudah tau apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.
"Wahhh, kalau tidak bisa dapetin hati kakaknya, minimal dapat hati adiknyalah!" Salsa cengar-cengir tidak jelas.
"Boleh. Yang penting kita perbanyak berdo'a dulu, masalah jodoh atau ngga biar Allah yang atur. Kalau ngga bisa dapat dua-duanya, minimal dapat laki-laki yang kayak beliaulah. Ya, 'kan, Ra?" Kedua gadis itu saling tatap penuh arti, lalu terkekeh.
"Aku ngga masalah, sih, kalau jodoh aku bukan Ustadz Zeehan, meskipun aku juga kagum dengan beliau, karena Allah pasti tau siapa yang terbaik buat aku. Penting jalanin aja dulu dan banyak berdo'a. In syaa Allah, Allah bakal kasih yang terbaik." Salsa mengulum senyum.
"Aamiin. Semoga aja," balas Zahra.
***
"Aretha, malam ini kamu sudah bisa masuk mengajar," ujar Firman sambil mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu.
"Kok cepat banget, Bi?" kaget Aretha sontak membuat Firman geleng-geleng kepala.
"Ya Allah, Aretha, bukannya kamu yang minta secepatnya?"
"Hehe." Aretha menyengir kuda. Gadis itu ikut duduk di samping abinya sambil berbincang-bincang.
"Assalamu'alaikum," salam Zahra sembari membuka pintu. Ia langsung menghampiri Firman dan Aretha untuk mencium punggung tangan keduanya.
"Zahra, kamu tau, ngga? Malam ini Kakak udah bisa ikut mengajar, lho," ujar Aretha antusias.
"Alhamdulillah."
"Nanti kita berangkat bareng, ya?"
"Oke, deh."
"Zahra, bagaimana tadi kajiannya? Lancar, 'kan?" tanya Firman. Zahra ikut duduk di sofa, lalu mengangguk sebagai jawaban.
"Alhamdulillah lancar, Abi. Abi tau, ngga? Tadi pas di kajian, yang mengisi materinya Ustadz Zeehan," jelas Zahra.
Firman lantas tersenyum. "Iya, Abi tau. Zeehan sudah cerita sama Abi. Dia memang seperti itu. Selain mengajar, dia juga sering mengisi ceramah di tempat-tempat kajian."
"Ustadz Zeehan siapa, sih?" Aretha menatap Firman dan Zahra bergantian.
"Ustadz Zeehan itu salah satu pengajar di sekolah Al-Qur'an Abi, dia juga orang kepercayaan Abi. Kalau Abi perlu sesuatu atau menitipkan apapun, Abi selalu minta tolong ke dia," jelas Firman.
"Oh, ya, nanti kalau Aretha masih bingung dalam metode mengajar di kelas mengaji, kamu bisa bertanya sama Zahra atau Zeehan. Dia pasti akan membantumu, Abi juga sudah beri tahu Zeehan kalau kamu akan ikut mengajar di sana," sambung Firman menjelaskan.
"Siap, Abi. Aduh, Aretha jadi ngga sabar."
Zahra terkekeh melihat antusias Aretha. "Nanti kalau ngehadapin para santri, harus sabar, ya, Kak. Jangan ngga sabar."
"Nah, kalau itu urusan belakangan. Entar kalau ada santri yang nakal, tinggal digebukin! Udah, dehh. Semua beres!"
"Astaghfirullahal 'adzim," ucap Firman dan Zahra kompak, membuat Aretha menyengir kuda.
"Bercanda, Abi, Zahra."
***
"Ustadzah Aretha?"
Gadis itu mengangguk malu-malu saat Zeehan bertanya padanya, sedangkan Zahra hanya berdiam saja sambil menatap kedua makhluk Allah tersebut.
"Selamat bergabung di sini. Ustadzah Aretha bisa langsung mengajar di kelompok mengaji Khadijah, nanti Ustadzah akan ditemani Ustadzah Aina yang ikut membantu mengajar di kelas itu," jelas zeehan, kemudian mengambil sebuah kertas dan memberikannya kepada Aretha.
"Ini daftar nama-nama anak santri kelas Khadijah," sambungnya. Aretha pun mengambil kertas itu dari tangan Zeehan.
"Terima kasih, Ustadz. Kalau nanti saya ada perlu, apa bisa saya bertanya langsung? Karena kata Abi, Ustadz Zeehan lebih banyak tau tentang sekolah mengaji ini," tanya Aretha.
Zeehan mengangguk. "Boleh."
"Sekali lagi selamat bergabung. Semoga betah. Di sini saya hanya sebagai pengajar biasa dan hanya menjalankan tugas saya. Untuk masalah derajat, Ustadzah Aretha dan Ustadzah Zahra tentu lebih tinggi daripada saya, karena kalian adalah putri dari Ustadz Firman."
"Jangan merendahkan diri seperti itu, Ustadz. Kita semua sama, tidak ada yang sempurna. Walaupun saya dan Zahra adalah anak abi Firman, tapi kita semua sama-sama pengajar, tidak ada yang membedakan." Aretha mengulum senyum.
"Ya sudah, Ustadzah Aretha bisa langsung masuk ke kelas Khadijah, mungkin para santri di sana sudah menunggu."
Aretha mengangguk, kemudian menatap Zahra. "Zahra, Kakak duluan, ya?"
"Iya, Kak. Semangat mengajarnya, ya! Semoga dilancarkan," balas Zahra.
"Aamiin."
Saat langkah gadis itu sudah mulai menjauh, Zahra kembali menatap Ustadz Zeehan yang kini sedang menatapnya.
"Em ... a--anu, Zahra juga izin permisi, ya, Ustadz? Mau masuk ke kelas. Assalamu'alaikum." Zahra tersenyum canggung dan pergi meninggalkan Zeehan. Jantungnya sejak tadi tidak bisa diajak kompromi, karena melihat pria itu.
***
"Rasa cinta itu bisa saja hadir hanya karena Allah ingin menguji kita. Apakah dengan hadirnya perasaan itu membuat kita semakin menjauh kepada Allah atau justru membuat kita semakin mendekat kepada Allah. Zaman sekarang memang banyak cinta-cinta monyet, apalagi anak muda zaman sekarang. Jangankan anak muda, anak kecil saja sudah banyak tahu tentang cinta."
Zahra terkekeh. "Ustadz Zeehan, 'kan belum nikah, apa Ustadz juga lagi menjalani cinta monyet?"
"Entahlah. Saya tidak tahu, apakah perasaan saya ini murni hanya karena Allah, atau ada hal lain." Pria itu menatap ke arah langit sambil tersenyum tipis.
Sedangkan Zahra, ia melihat anak-anak santri yang sedang istirahat, bermain, dan berlarian di taman. Hari ini para santri melakukan kegiatan belajar di luar kelas. Kegiatan ini dilakukan agar anak-anak santri mentadaburi alam, mengenal, dan menikmati ciptaan Allah.
"Ustadzah Zahra sendiri?" tanya Zeehan sambil menatap gadis itu.
"Kenapa dengan saya?"
"Apa Ustadzah Zahra sedang mencintai seseorang saat ini?"
Zahra tersenyum. "Saya juga tidak tahu, Ustadz."
"Kenapa bisa tidak tahu?"
"Zahra hanya merasa sedikit tidak pantas, karena Zahra bukan wanita sholehah, masih fakir ilmu, bukan lulusan pesantren. Sedangkan laki-laki yang Zahra cintai ...." Sekejap Zahra terdiam, lalu menatap Zeehan tanpa sepengetahuan pria itu.
"Sedangkan laki-laki yang Zahra cintai juga banyak dikagumi perempuan sholehah, karena akhlaknya dan ilmunya."
Zeehan balik menatap Zahra, gadis itu langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Memangnya siapa laki-laki itu?"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments