part 4

"Kamu ngga pernah bilang sama aku, lho, laki-laki yang kamu suka." 

Zahra menatap gadis yang duduk di hadapannya itu dengan kekehan kecil. 

Annisa Salsabila. Biasa dipanggil Salsa oleh Zahra. Teman sekaligus sahabat gadis itu. Keduanya mulai menjalin persahabatan saat masih SMP. Persahabatan mereka terjalin erat karena keduanya sama-sama sefrekuensi.

"Gimana aku mau ngasih tau, orang akunya aja ngga punya." Dengan santainya  Zahra menyeruput segelas jus jeruk kesukaannya. Sedangkan Salsa sendiri melongo mendengar ucapan gadis itu. 

"Kamu itu normal apa ngga, sih?" 

"Normal-lah! Gini-gini aku masih demen sama ikhwan. Eum ... sebenernya ada, sih, laki-laki yang aku suka." 

"Siapa?" Salsa terlihat begitu antusias bertanya .

Zahra menggeleng. "Ngga perlu aku kasih tau. Cuma Allah aja yang tau, lagipula kalau nikah aku pasti bakal kasih undangan ke kamu, kok. Santai aja!"

"Ya Allah, Zahra. Kalau aku nikah, juga bakalan undang kamu kali," sewot Salsa membuat Zahra menyengir kuda. 

"Ehh, lusa bakal ada kajian di komplek dekat rumah aku. Kita ke sana, yuk?" ajak Salsa.

Zahra berpikir sejenak. "Lusa? Jam berapa?" 

"Habis dzuhur, mungkin sekitar jam dua siang. Ikut, ngga? Ikut ajalah! Mumpung lusa hari minggu. Kita juga libur sekolah dan kamu ngga ngajar, 'kan?" 

"Boleh, entar aku izin sama abi dan ummi dulu. Kalau mereka ngizinin, bakal aku kasih tau kamu." 

"Oke, deh." 

***

"Ra!" Salsa menepuk pundak Zahra, sontak membuat Sang Empu sedikit terkejut.

"Ya Allah, orang lagi asik-asik duduk, malah dikagetin," ketus Zahra menatap sinis Salsa. 

"Hehe, maaf. Udah lama nunggu, ya?" 

"Lumayan, sih. Kamu habis darimana aja? Janjinya ketemu di taman jam tiga belas tiga puluh, sekarang udah jam berapa?" tanya Zahra sedikit kesal. 

Salsa, gadis itu dengan santainya menyengir kuda. "Maaf. Padahal aku tadi udah mau siap-siap, eh tau-taunya malah kebelet buang air." 

"Ya udah, ayok, kita berangkat! Takut di sana udah penuh, entar ngga bisa duduk di muka!" Salsa terlihat heboh sambil menarik-narik tangan Zahra. 

Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke tempat kajian. Jaraknya tidak terlalu jauh, hanya perlu waktu lima menit berjalan kaki untuk sampai di sana. 

"Semangat banget kayaknya kamu. Kenapa, sih?" tanya Zahra. 

"Ya Allah, Ra! Ya iyalah semangat. 'Kan kita mau pergi menuntut ilmu agama, jadi harus semangat! Ngga boleh lesu," jawab Salsa. 

"Maa syaa Allah, tumben banget kamu." Zahra tertawa pelan sambil menggelengkan kepala. 

Tak butuh waktu yang lama, mereka sudah sampai di tempat tujuan. Sudah banyak orang-orang berkumpul untuk ikut kajian hari ini. Baik para ibu-ibu, maupun remaja-remaja perempuan yang sepertinya seumuran dengan Zahra dan Salsa.

Saat mereka datang, banyak yang menyapa kedua gadis itu dengan senyuman hangat. Terlebih-lebih lagi warga komplek di sana juga sangat mengenal dengan Zahra. Bukan hanya terkenal karena kecantikannya, mereka juga mengenal Zahra sebagai salah satu pengajar di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) yang didirikan oleh abinya, Firman.

Zahra dan Salsa pun dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan dan mendapatkan bagian duduk di kursi paling depan. 

"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa duduk di paling muka gini," gumam Salsa.

"Emangnya kenapa, sih, Sa?" Zahra menautkan kedua alisnya. 

"Kamu tau, ngga? Ustadz yang bakalan ngisi materi kajian hari ini, katanya ganteng. Makanya itu, aku pengen duduk di kursi depan, biar aku bisa lihat jelas wajahnya," jelas Salsa membuat Zahra sontak geleng-geleng kepala. 

"Ya Allah, jadi kamu semangat ini niatnya cuma pengen liat ustadznya doang? Bukannya tadi niatnya mau menuntut ilmu, ya?"

"Hehe ... iya, itu niat yang pertama. Kalau niat yang kedua, pengen lihat wajah ustadznya." Demi apapun, Zahra merasa syok mendengar penjelasan sahabatnya.

Beberapa menit menunggu, acara kajian pun sebentar lagi akan dimulai. Dari barisan belakang, terdengar para jama'ah bersorak saat ustadz yang mengisi kajian telah datang.

Karena rasa penasaran, Zahra ikut menoleh ke belakang. Ia sontak terkejut melihat Zeehan yang sedang dikerumuni para jama'ah. 

'Apa Ustadz Zeehan yang bakalan ngisi kajian di sini?' batinnya. 

Dengan senyuman yang hangat, Zeehan berjalan di tengah-tengah para jama'ah dan bersalaman dengan para panitia di atas panggung. 

Zahra merasa salah tingkah sendiri saat kontak mata mereka saling bertemu. Zeehan pun tersenyum menatap Zahra, begitupun sebaliknya.

Pria itu duduk di atas kursi yang sudah disediakan dan menebarkan senyuman ke semua orang. Sedangkan Zahra terus menundukkan kepala tanpa mau mengangkatnya. Saat ini perasaannya benar-benar campur aduk. 

"Eh! Jangan nunduk gitu aja dong," tegur Salsa pelan saat MC mulai membuka acara. 

"Coba liat, deh, Ustadznya ganteng banget, ya? Maa syaa Allah." Salsa berdecak kagum, matanya tidak lepas dari memandang Zeehan. Aura seorang Ustadz Zeehan memang berhasil membuat banyak perempuan terpikat padanya, walaupun hanya dengan sekali melihat saja. 

"Tapi, kok, aku ngerasa ustadz itu curi-curi pandangan terus ke kamu, ya?" Salsa menatap Zahra keheranan. 

"H--hah? Ngga, kok. Mungkin itu perasaan kamu aja, Sa." 

"Masa, sih? Tapi ngomong-ngomong kamu kenal, ngga, sama Ustadz Zeehan itu?" 

Zahra mengangguk ragu-ragu. "Kenal." 

"Kenal darimana?" 

"Dia juga ngajar di tempat abi." 

"Owalah, pantes dia lihat-lihat ke kamu terus, ternyata kalian sama-sama udah kenal, seprofesi pula. Tapi kenapa kamu ngga bilang sama aku dari awal, Ra?" tanya Salsa. 

"Hehe, males ngasih tau." Zahra lantas tertawa melihat ekspresi wajah Salsa yang berubah menjadi datar.

***

"Ustadzah Zahra!" Mendengar namanya dipanggil, membuat Zahra menoleh ke arah sumber suara. Ia pun mendapati Zeehan yang sedang berjalan menujunya. 

Berbeda dengan Salsa, gadis itu terperangah melihat pria itu. Jantungnya tidak berhenti berdegup kencang. 

"Ya Allah, ya Allah, ya Allah ... ini beneran Ustadz Zeehan bakal menghampiri kita?!" heboh Salsa sambil menggoyang-goyangkan bahu Zahra, membuatnya sedikit kesal.

"Ustadz, ada apa manggil Zahra?" tanya Zahra saat pria itu sudah berdiri di hadapannya. 

"Tidak apa-apa. Eum ... maaf kalau hadiah saya kemarin terkesan sederhana." Zeehan terlihat gugup, begitu juga dengan Zahra. Ia benar-benar bingung. 

Apa Zeehan memanggilnya hanya karena ingin mengatakan itu? 

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!