#03 Menolak Lamaran

Aku kira aku tidak bisa jatuh cinta, tapi nyatanya cinta yang aku harapkan adalah cinta yang seperti ayahku dulu berikan. Dari seorang laki-laki biasa namun penuh dengan kasih sayang, itu menurut pandangan mataku, menurut perasaan yang aku rasakan selama kehidupanku bersama kedua orang tua yang utuh. Ada ayah dan juga seorang Ibu yang sama baik dan penyayang dalam kesederhanaan. Namun memang, tidak semua hal selalu berjalan membahagiakan. Apalagi saat Ayahku tiba-tiba ambruk karena serangan jantung. Ayah pergi tanpa pamit, tanpa mengatakan pesan untukku atau meninggalkan harta yang bergelimang. Saat itu aku masih duduk di kelas XI dan usiaku masih 16 Tahun.

Kehidupanku tentu berubah ketika Ayah telah tiada, lalu ibuku yang seorang yang penyayang harus mati-matian bekerja demi Aku. Semua tidak menyurutkan mimpiku untuk kuliah dan mengejar apa yang aku inginkan. Hingga ditengah kesulitanku dan Ibuku. Pak Jaya, yang memang adalah rekan kerja ayah sekaligus kepala sekolah di Sekolahku memberikan bantuan untuk membantu biaya sekolah hingga kuliah. Dan aku menjanjikan akan membayar itu semua jika memang sekolah membutuhkan bantuan tenaga dan keterampilan ku. Kebetulan memang aku lulusan sarjana Tata busana, dan sekolah di SMK ini juga memiliki jurusan Tata busana.

sebenarnya hanya sekadar membayar janjiku dulu dengan mengambil jam mengajar di sekolah ini tidaklah cukup. Tapi Pak Jaya tidak pernah mau menerima bantuan ku dalam bentuk uang, Pak Jaya hanya menerima jika itu berhubungan dengan bahan praktik mengajar di sekolah. Misalnya bahan yang ada di pabrik jika memang itu sudah tidak digunakan. Pantang bagi pak Jaya untuk menerima pemberianku, sebab beliau juga sangat mengingat jasa Ayahku saat mengabdi di sekolah ini.

Diantara banyak hal yang terjadi, tentu aku adalah orang yang harus bersyukur. Kalau hanya sekadar cibiran "Perawan Tua", itu bukan hal yang akan menjadikan mentalku down. Tapi bila Pak Jaya juga ikut kecewa saat aku menolak lamaran dari Anak rekan kepala sekolahnya.

Hari itu masih aku ingat, mungkin 2 tahun yang lalu. Saat musim hujan belum berlalu meninggalkan bumi yang subur nan hijau. Aku sendiri cukup terkejut dibuat oleh permintaan Pk Jaya.

" Jadi Ara, Bapak inikan hanya menyampaikan. Semua keputusan ada di tanganmu" Ucapnya, walau disudut pikir pak Jaya pasti mengingkan aku untuk menerima

"kalau memang Iya, besok mereka sudah siap untuk ke rumahmu", ucapnya sekali lagi, sedangkan aku. Aku masih terduduk dan tertundum dengan apa yang aku hadapi. Aku linglung sendiri, Apalagi saat itu di Pabrik sedang ada masalah. Tentu kalian masih ingat pandemi Covid, Aku harus berputar otak untuk bertahan dari kemelut perekonomian yang semakin susut.

"Bapak tahu, kamu pasti terkejut, apalagi saat ini kamu juga sangat was-was dengan pabrik karena pandemi"

"coba kamu pikirkan baik-baik, barangkali kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau sekaligus bisa membantumu keluar dari masalah ini" ujarnya sekali lagi mencoba meyakinkan.

"Bapak dengar juga, dia laki-laki yang mapan" sekali lagi meyakinkan

Aku terdiam dalam pikirku sendiri, apa yang dikatakan pak Jaya tentu aku mendengar. Tapi tidak semuanya bisa ku cerna. Walau sejujurnya dalam hati kecilku, pantang untuk menolak permintaan pak Jaya. Sebab beliau sudah aku anggap sebagai Ayahku sendiri. Semua yang beliau nasehat kan, aku sangat mendengarnya tanpa ingin membuat kecewa.

Sekali lagi pak Jaya meneguk segelas kopi hitamnya, menyesap sambil membuat orang yang melihatnya akan ingin untuk meminun kopi. Beliau memang pecinta Kopi.

"Aku tidak ingin membuat bapak kecewa, aku juga sangat ingin mengiyakan apapun yang bapak katakan" Jawabku sambil mengehrla nafas panjang.

"Tapi soal pernikahan, aku sangat meminta maaf. sebab menikah bagiku adalah hal penting dan hanya ingin kulakukan seumur hidup"

"sekali lagi, aku minta maaf jika tidak bisa memenuhi permintaan bapak. Bukan ingin membuat bapak Kecewa, Tapi mana bisa aku menikah hanya sebab aku ingin memanfaatkannya karena situasiku yang sedang sulit". Ujarku lagi panjang lebar

Pak Jaya tersenyum tipis, dia sebenarnya tentu sudah tahu jawabanku. Aku pasti akan menolaknya, siapapun itu jika memang orang lain datang padaku untuk melamar tanpa aku tahu seperti apa dirinya, karakternya, kehidupannya dan semua hal yang menurutku aku harus tahu.

sejak hari itu, Pak Jaya tidak pernah menyinggung soal pernikahan atau bahkan membawakan anak orang untuk segera melamar atau memang meminangku. Beliau sudah paham seperti apa aku, sebagai anak rekannya, juga rekan kerja di sekolah. Beliau sangat menghargai dan menghormati privasi ku.

*

Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 malam, semua karyawan sudah pulang bahkan sejak pukul 17.00 sore tadi. Aku masih berkutat dengan potongan kertas yang akan menjadi design baju yang aku rancang untuk bulan depan. Lebih tepatnya saat Lebaran Hari Raya nanti.

Lalu datanglah Kak Usa, membawakan ku segelas teh madu hangat beserta cemilan. Iya benar, Laki-laki yang sudah ku anggap sebagai saudara dan kakakku sendiri.

"Haruskah aku menyalakan Acnya?" Tanyanya

" Ah kak Usa, sepertinya tidak perlu" Sergahku

"Apakah sudah makan malam? " tanyanya

"ehm sepertinya aku tadi sudah memakan nasi kotak dari sekolah. Ada murid yang ulang tahun, kebetulan karena aku guru favorite jadi selalu kebagian" ujarku sambil fokus dengan potongan kain

"Ahh, favorit karena selalu membuka sesi curhat"

"bisa jadi begitu" ujarku

"hehehehehehe" bisa saja, jawabnya tersenyum akupun ikut terkekeh. Padahal semua guru juga dapat kotak nasi karena itu acara syukuran. Kami hanya bercanda, seperti inilah hubungan kami.

"Owh iya besok jangan lupa, janji dengan pelanggan Baru"

"ahh benar, Syukur deh bisa keluar kota. Sambil healing, lagian besok juga tidak ada jam mengajar di sekolah. Jadi aman" ujarku bersemangat

"Apakah perlu aku temani?" tanya Kak Usa

"Ahh tidak perlu kak, besok kakak harus mengurus semua hal yang ada disini. Aku mau menikmati bawa mobil sendiri, sepertinya aku lama tidak menyetir sendiri sampai luar kota" Jawabku

"Yakin?, oke kalau begitu. Hati-hati saja jangan ugal-ugalan" Jawabnya sedikit ketus

"Siap bos"

Malam semakin larut, tepat pukul 10.00 malam kak Usa memintaku segera istirahat. sebab besok akn melakukan perjalanan jauh, walaupun tidak jauh-jauh amat sih. Hanya 2 jam dari kotaku.

Semakin malam, hawa di kota ini semakin dingin. Aku beringsut dari balik selimut. sembari mengucapkan mantra doa, barangkali besok atau lusa aku bisa bertemu dengan laki-laki yang aku aminkan sepanjang hari.

#Bersambung......

Reader's jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan ya.

Selamat Membaca

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!