Tiara tersadar ketika dokter yang memeriksanya baru saja pulang. Sedangkan kondisi rumah Tiara sudah mulai sepi, para kerabat Tiara sudah banyak yang pulang. Tinggallah Santi, Edi, dan Sarwo yang menemani Tiara dalam kamar itu.
"Akhirnya sadar juga," celetuk Santi sangat lega, bukannya mengucapkan syukur kepada Tuhan, justru ucapan Santi terkesan menunggu kesadaran Tiara hanya demi tujuannya sendiri.
Edi mendekati Tiara, kemudian duduk di samping Tiara berbaring. Naluri bapak pada diri Edi muncul saat mendapati Tiara lama pingsannya. Edi khawatir terjadi apa-apa pada Tiara, meski dokter tadi menjelaskan jika Tiara hanya merasakan kelelahan.
"Kamu istirahat yang nyaman, Tiara, tadi sudah diperiksa dokter, kata dokter kamu harus banyak istirahat dan jangan lupa vitaminnya di minum," Pesan Edi.
Kali ini Edi bersikap selayaknya seorang bapak terhadap putrinya, akan tetapi selama ini Edi seperti lebih patuh kepada Santi. Edi seperti orang yang tidak memiliki teguh pendirian. Mudah dihasut oleh Santi. Membuat sikap Edi terbelah dua, terkadang berwujud malaikat kepada Tiara, tak jarang pula bisa berwujud seperti setan kepada Tiara.
"Ehem!"
Sarwo sengaja berdeham dengan nyaring, membuat atensi Edi dan Santi langsung menoleh pada Sarwo yang dari tadi duduk santai di kursi panjang pada kamar itu.
Tiara pun tak kalah terhenyak mendengar suara dehaman itu. Wanita itu pikir sebelum ini ia sedang bermimpi buruk telah menikah dengan Sarwo. Ternyata setelah memperhatikan baju pengantin yang masih melekat pada tubuhnya, membuat kedua mata Tiara seketika mengembun.
"Mas Edi, ayo keluar!" ajak Santi sambil mendekati Edi dan menarik lengan suaminya untuk segera beranjak.
Sejenak Edi menatap pada Tiara, anak gadis yang mungkin setelah ini sudah bukan gadis lagi itu sudah meneteskan air matanya sembari menggeleng kecil kepada Edi, memohon dengan isyarat matanya untuk tidak pergi dari kamarnya. Akan tetapi Edi memang harus keluar, tak boleh lama-lama berada dalam kamar pengantin anaknya. Lalu akhirnya Edi pun keluar, tentunya sambil ditarik lengannya oleh Santi supaya Edi lebih mempercepat langkahnya.
"Kamu ini!" Sentak Santi sambil menangkis lengan Edi yang tadi ditariknya, ketika mereka berdua sudah berada dalam kamar mereka.
"Biarkan saja Tiara menjadi urusan Sarwo, dia sudah sah jadi istri Sarwo. Kita sudah tidak berhak sama Tiara!" Ucap Santi dengan ekspresi sangat kesal melihat Edi sedih memikirkan Tiara.
"Tapi Tiara kan memang lagi sakit, aku sebagai bapaknya ikut sedih lihat kondisi Tiara."
"Halah! Sok bilang kasihan! Bilang aja kalau kamu takut entar nggak dianggep sama Tiara. Selama ini kamu itu jahat sama Tiara, jangan ngaku-ngaku baik. Nanti setelah Tiara kaya dan punya anak sama Sarwo, semoga saja dia tidak durhaka sama kamu!"
"Aku begini juga karena kamu, Santi!" Bentak Edi terpancing emosi karena ucapan Santi. Padahal aslinya keduanya sama-sama tidak baik kepada Tiara. Mereka bisa bersikap baik kalau sedang ada maunya saja.
"Ya sudah impas! Makanya kamu jangan plin-plan, Mas! Tiara begini karena kemauan kita. Kamu tidak mau hidup melarat, aku juga sama. Jadi tolong jangan bersikap seperti tadi di depan Tiara. Dia bisa melow dan merasa ada bapaknya yang bisa membebaskan dia dari Sarwo. Hah, ya sudahlah! Aku sekarang pusing! Aku mau tidur!"
Setelah mengatakan itu Santi langsung menuju kamar mandi, sedangkan Edi duduk gelisah di tepian ranjangnya masih tetap kepikiran Tiara. Saat tak sengaja menyentuh kulit Tiara tadi, Edi merasakan suhu tubuh Tiara sedikit hangat. Mungkinkah karena demam akhirnya Tiara pingsan tadi.
Padahal sebenarnya yang dirasakan Tiara adalah tekanan batin yang sangat menyiksa dirinya. Dipaksa menikah dengan Sarwo adalah sebuah ketakutan para gadis di desa ini. Seandainya hanya dipaksa menikah dengan pemuda bujang mungkin Tiara masih bisa mentolerir. Akan tetapi ketika dipaksa menikah untuk menjadi istri ketiga, wanita mana yang mau?
Tiara terbangun duduk di kasurnya ketika melihat Sarwo mendekati dirinya. Mata wanita itu sangat ketakutan. Derai air matanya terus saja menetes tanpa mau berhenti. Tetapi Sarwo melihat itu justru semakin melebarkan senyumnya. Senyuman yang menakutkan untuk Tiara.
"Jangan menangis lagi, Sayang," Ucap Sarwo sudah duduk tepat di samping Tiara duduk.
Tiara masih saja menangis. Tubuhnya mulai gemetar ketakutan ketika tangan Sarwo melayang ingin menyentuh pada dirinya. Kepala wanita itu terus saja menggeleng, memohon untuk jangan menyentuh. Akan tetapi bagi Sarwo ini seperti permainan yang lucu. Melihat gadis cantik jelita yang saat ini telah sah menjadi istrinya menangis seperti itu membuat jiwa Sarwo semakin tergoda.
"Tidak, Tuan!" Ucap Tiara dengan suaranya yang gemetar ketakutan.
"Tidak!"
"Tidaaaaaakkk!!!"
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
JW🦅MA
waduh kok ada yang mau menghabisi ya
2024-01-19
0
Utiyem
wadoh...... yn aku tak remes burung e trus kabur ra🤣🤣🤣. sokor2 nganti bengkak opo cidera. jadi kau masih gadis🤣🤣🤣🤣
2023-12-29
2
Utiyem
kok seg jenenge santi ning nopel mesti nyebelin yak🤣🤣🤣🤣
2023-12-29
2