Bab 5. Malam Penentuan

"Sensen sayang, apa kamu tergoda olehku?" Lirih lagi Kiana, Aksen tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Ya, sangat. Kamu jangan menyerah, aku tidak ingin kamu menyerah di ujung perjuangan ku." Lirih Aksen, Kiana menggelengkan kepalanya dan duduk di atas pangkuan Aksen.

"Sebentar mu itu seumur hidupku kan? Sensen sayang, aku mau kamu malam ini." Kiana mengecup bibir Aksen dengan hati-hati.

Aksen yang mencium aroma alkohol dari bibir Kiana hanya tersenyum lembut, dia tidak terganggu sama sekali dengan itu. Aroma Kiana seolah sudah menjadi candunya.

"Aku mau kamu Sen....sen..." Lirih Kiana kembali menempelkan bibir mereka.

Aksen adalah pria normal yang memiliki kejantanan, di saat kritis seperti itu dia memiliki banyak pertimbangan. Namun dia sangat yakin bila malam itu tak akan berlalu begitu saja.

"Kiana, kamu tidak sadar. Aku tidak ingin melakukannya bila kamu seperti ini." Lirih Aksen berusaha menurunkan tubuh Kiana dari pangkuannya.

"Tapi aku ingin, Sensen sayang..." Kiana kembali mengecup bibi Aksen tanpa menghiraukan ucapan Aksen.

"Hanya dua minggu lagi, aku mohon Kiana." Lirih Aksen dia berbalik memberikan ciuman lembut di bibir Kiana.

"Kamu hanya halusinasi, jangan membantah ucapan ku." Kiana memasukkan lidahnya ke dalam mulut Aksen hingga membuat pria itu tertegun sejenak.

Kiana duduk di atas pangkuan Aksen dengan kedua pahanya yang di buka lebar, Aksen menatap dua mata sayu milik gadis pujaannya. Bukan hanya Kiana yang selama ini tersiksa, Aksen jelas lebih tersiksa. Dia harus menahan perasaanya pada Kiana.

Dia seolah tak melihat Kiana, dia seolah tak memperdulikan Kiana dan dia seolah tak menganggap Kiana ada. Selama ini, Aksen yang sebenarnya selalu tersipu saat mendapatkan gombalan dari Kiana, dia juga selalu tersenyum saat melihat Kiana tertawa lepas, dia juga selalu memperhatikan Kiana dan melihat banyak perjuangan gadis manis itu.

"Sayang, aku mohon bersabarlah." Lirih lagi Aksan, Kiana menggelangkan kepalanya dan menempelkan bibinya di ceruk leher Aksen, Kiana memberi rangsangan dengan jilatan manis dan hisapan lembut yang menggoda.

"Kiana, aku memiliki batas kesabaran." Aksen yang sudah merasakan juniornya berdiri tegak sejak ciuman awal itu terjadi, dan sekarang Aksen justru semakin tertekan dengan banyaknya godaan dan kontak tubuh yang di lakukan oleh Kiana.

Malam itu lampu memang tidak menyala, semua di ruangan itu gelap dan hanya di terangi oleh dua sinar lilin yang mungkin di nyalakan Kiana saat masih sadar. Aksen menatap lekat mata itu lagi sebelum meyakinkan keputusannya, keputusannya untuk lanjut atau pergi.

"Baiklah, aku akan menjelaskannya besok. Sayang, menikahlah denganku." Lirih Aksen menyelinapkan sebuah cincin di jari manis Kiana.

Aksen membalas ciuman Kiana, bahkan bukan hanya membalas namun Aksen lebih terlihat seperti binatang buas yang kelaparan. Aksen memainkan lidahnya dalam mulut Kiana hingga nafas Kiana terdengar berat dan Aksen akhirnya melepaskan ciumannya.

Aksen menempelkan keningnya pada kening Kiana, dia mengusap pipi manis yang samar-samar memperlihatkan wajah manis namun miris itu. Kiana yang merasa itu hanya halusinasi tak dapat mengingat apapun atau sadar dengan apa yang tengah dia lakukan.

Aksen merebahkan tubuh Kiana di atas sofa, dengan mata sayunya Aksen mumulai aksinya, Kiana tersenyum dan menarik kemeja Aksen dengan paksa dan membuka satu demi satu kancing baju Aksen.

Lidah mereka tak hentinya bermain dan bertukar saliva, keduanya seolah terjerat nafsu yang luar biasa. Tangan Aksen aktif memijit dua gunung kembar Kiana yang sudah membuatnya tergoda sejak dua gunung itu tumbuh.

Dulu Aksen mungkin bisa di katakan kurang ajar, diam-diam dia sering mengintip Kiana mandi. Dia juga pernah menabrak tubuh Kiana dan dengan sengaja dia meremas dua gunung itu dan marah-marah setelahnya.

Dia memarahi Kiana yang menabraknya, padahal itu adalah rencananya sendiri. Aksen juga mengatai Kiana tak punya mata hingga gadis itu menangis.

Saat Kiana masih di sekolah menengah pertama, Aksen pernah bertaruh dengannya. Aksen berjanji akan mencium dan memeberikan apapun pada Kiana selama 24 jam bila Kiana berhasil menjadi juara pertama dan menyabet gelar juara umum di sekolahnya.

Aksen dapat melihat bagaimana kerja keras Kiana, saat itu Aksen baru saja masuk ke sebuah perguruan tinggi, Aksen memperhatikan bagaimana perjuangan Kiana siang dan malam.

Kiana mengikat kepalanya seperti orang Negara J denga tulisan 'semangat' Aksen juga selalu melihat kamar tidur Kiana yang lampunya tidak akan pernah mati sebelum pukul dua dini hari. Rumah orang tua Aksen dan Kiana memang sangat dekat, dia juga sering melihat gadis itu bernyanyi dan menari di atas kasur. Aksen selalu tersenyum melihat tingkah bodoh Kiana, setiap malam itulah yang di lakukan Aksen.

Aksen akan masuk ke kamarnya setelah jam delapan dan selalu memperhatikan tingkah Kiana yang di luar nalar itu, hingga semua perjuangan Kiana tak sia-sia. Kiana mendapatkan nilai sempurna di semua mata pelajaran.

Aksen memberikan janjinya hari itu, dia juga langsung menjemput Kiana ke sekolah dan membeikan apapun yang Kiana inginkan selama ini. Dia membiarkan Kiana memeluknya, dia juga membiarkan Kiana mendapatkan hadiahnya.

Setiap semester, itulah yang di lakukan Aksen untuk Kiana. Dan Kiana selalu mendapatka nilai sempurna sampai dia lulus sekolah. Tak ada yang tahu tentang semua itu, kecuali orang tua Aksen.

"Sensen sayang, aku mencintai mu." Lirih Kiana lagi saat keduanya sudah tak lagi mengenakan apapun di tubuh mereka.

"Kiana... sayang.. Aku mencintai mu." Bisik Aksen dan menodongkan senjatanya pada surga duania itu.

Awalnya sangat sulit, Aksen juga melihat Kiana yang mengeluarkan cairan di sudut matanya hingga hentakan dan ere*ngan nikmat terdengar nyaring saat Aksen berhasil menyobek selaput darah yang menghalangi senjatanya itu.

Aksen merasakan denyutan luar biasa nikmat, dia merasakan remasan-remasan nikmat di kulit senjatanya, dia selalu mencintai Kiana terlebih saat ini. Selama dia hidup Aksen berjanji tidak akan pernah melepaskan Kiana sama sekali.

"Kau milikku sekarang, jangan bermimpi pergi dari sisiku." Lirih Aksen memberikan banyak tanda di leher dan dada Kiana, Kiana tak manjawab apapun.

Dengan perlahan tubuh Aksen bergerak dia merasakan capitan nikamat dan gesekan itu seolah membuatnya hampir gila. Dia memperlakukan Kiana layaknya bunga indah yang dia jaga, namun menghirup aroma tubuh Kiana yang sudah menjadi candunya. Kiana adalah milik Aksen, itulah yang tergambar di benak Aksen.

Aksen tak menyangka bila malam itu akan menjadi penentu sesuatu yang akan mendorong keduanya menjauh, Aksen sama sekali tidak tahu alasan yang di miliki Kiana hingga dia pergi dari Negara I, dia juga tidak tahu di mana Kiana berada selama ini.

Terpopuler

Comments

Natalia Luis Naik0fi

Natalia Luis Naik0fi

Yg slah si Kiana trllu murahan

2024-01-13

1

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

walaupun cinta tapi mengambil yang berharga di saat Kiana tidak sedar adalah salah besar Aksen

2024-01-13

2

vivinika ivanayanti

vivinika ivanayanti

siaapp...ditunggu Lanjutan nya kak Thorr....🥰🥰🥰

2023-12-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!