**Keesokan harinya, sore hari di sebuah coffee shop**
"Jadi, kamu mau bagaimana ke depannya, Frey?" tanya Devina pada Freya yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk Americano di mejanya.
"Entahlah, mungkin aku tidak akan menikah sampai mati." jawab Freya.
"Jangan begitu, jangan cepat berkecil hati, kamu harusnya bersyukur di selamatkan dari br*ngsek seperti Aryo itu." ucap Devina.
"Ya, aku sudah berusaha membuka hati meski aku tidak cinta, Dev. Tapi apa? Kenyataannya itu hanya membuatku semakin terpuruk begini, membuatku malu. Ini yang kedua kalinya aku tertipu suami orang. Kamu ingat Hasan yang senior kita dulu, kan?"
"Iya, yang sangat kaya dan royal itu, kan? memberimu tas branded, semua branded tapi kamu ditawari untuk jadi istri ketiga, hahaha.."
Ejek Devina tertawa lepas yang diikuti dengan senyuman sinis Freya.
"Tapi tenang saja, Frey. Kamu pasti akan dipertemukan dengan orang yang tepat dan diwaktu yang tepat."
"Nonsense. Aku tidak percaya cinta lagi pokoknya, Dev. Yang kulakukan hanyalah melanjutkan hidup."
"Freya, apa kamu jadi dingin begini karena masih belum move on dari cinta pertamamu, Fatih?" terka Devina
"Tolong jangan sebut nama itu lagi, Dev." pinta Freya dengan raut wajah yang kesal.
"Kenapa? Benar, kan? Kamu masih belum move on dari dia?"
"Devina!!" seru Freya meninggikan nada bicaranya.
"Sadar, Frey! Dia itu cuma masa lalu kamu! Dia sudah bahagia, hidupnya terus maju ke depan sedangkan kamu stuck dan terjebak di masa lalu, ini tidak adil buat kamu. Sebagai sahabat, aku,-"
'BRAKK' Freya mendadak berdiri dari duduknya hingga menggeser meja dan membuat kopinya tertumpah sedikit, hal itu juga yang membuat Devina yang belum selesai berbicara terdiam.
"Devina, kamu memang sahabatku, tetapi bukan berarti kamu tahu semua isi hatiku. Berhenti membuatku menjadi seakan begitu menyedihkan karenanya!! ..Aku permisi." Tutur Freya yang tampak kesal lalu berbalik membelakangi Devina dan berjalan meninggalkannya. Devina tak bergeming.
Baru beberapa kali melangkahkan kaki, Freya terhenti ketika melihat pemandangan dihadapannya. Seorang ayah muda tampan dengan brewok dan janggut tipis, mengenakan kemeja biru sage dan sedang mengendong seorang balita perempuan berusia 3 tahunan, cantik dan menggemaskan dibalut gamis pink bermotif unicorn.
"Assalamualaikum, Freya.." Sapa pria itu. Freya tak menjawab dan mematung menatap pria itu. Ya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja namanya dibahas tiba-tiba saja lelaki berambut french cut bernama Fatih itu hadir dihadapannya, setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Ya, terkadang semesta sungguh bercanda.
"Bagaimana kabarmu, Frey?" tanyanya lagi.
"Abi, ayo masuk! Kasian Ameera kepanasan! Eh, ada teman Abi?" ujar seorang wanita bercadar menyusul ke belakang Fatih.
"Ah, iya, Um. Ini teman lama Abi, Freya."
"Bukan! Anda salah orang!" ujar Freya dan berlalu.
Devina yang sedari tadi memperhatikan dari belakang hanya menghela nafas.
Fatih adalah cinta pertama Freya. Mereka berpacaran selama 7 tahun, dari kelas 1 SMA hingga Fatih lulus kuliah. Hubungan itu baik-baik saja, hanya ada pertengkaran kecil membumbuinya. Fatih yang hanya terpaut satu tahun dengan Freya begitu mengayomi Freya seperti seorang kakak. Freya yang kekanakan dan sering merajuk selalu sabar dihadapinya, kapanpun Freya membutuhkannya ia selalu datang dengan cepat seperti superhero, karena itu Freya sangat bergantung padanya. Sampai suatu ketika...
***flashback 5 tahun lalu***
Freya adalah mahasiswa tingkat akhir, sedangkan Fatih telah lulus satu tahun lebih dulu. Lima bulan setelah bekerja, tiba-tiba Fatih mendapatkan hidayah yang sering kita dengar sebutan 'hijrah'. Sering ia melakukan sholat sunah di masjid dan berpuasa meski bukan bulan Ramadhan.
Sore itu, di halaman rumah Devina, saat Freya dan Devina bersantai di saung sambil menonton n*tflix, Fatih datang menghampiri mereka tanpa kabar.
"Mas Fatih! Kok tahu aku ada di sini? Sini yuk gabung!" seru Freya antusias.
"Maaf, Freya. Kita harus putus.. kita cukup sampai di sini saja" ucap Fatih tanpa basa-basi.
"Maksudnya?" Mimik wajah Freya mendadak berubah, yang tadinya ceria, kini menjadi pucat bak habis melihat hantu..
"Freya. Kamu tahu belakangan ini, Mas sedang memperdalam agama, dan kamu juga tahu berpacaran itu dosa. Jadi,-"
"Apa 'hijrah' jadi alasanmu, Mas? Tapi, aku kan juga bisa dibimbing? Aku juga bisa belajar, bertahap, Mas!" protes Freya menatap nanar Fatih.
'PLUK' sebuah bola kaki mendarat tepat di kepala Fatih.
"Ups, maaf. Kau tidak apa-apa, kan?" tanya Darren yang berlari dari teras.
"Ya, tidak apa-apa." jawab Fatih
"Siapa yang menanyai mu? Aku tanya bolaku, kok." ucap Darren tengil.
"Hush, Darren! Masuk sana!" perintah Devina yang malu dengan tingkah adiknya.
"Kalian sebentar lagi akan diundang, kok. Ya, kan, kami diundang, Pak ustadz?" tanya Darren melipatkan tangan di dada. Fatih tampak salah tingkah dan gelagapan.
"Diundang?" tanya Devina.
"Hahhh.. Sudahlah.." Fatih menghela nafas panjang lalu merogoh ranselnya mencari sesuatu. Mengeluarkan secarik lembaran berlipat berwarna emas tersimpul pita putih.
"Ini.. " Fatih menyodorkan lembaran itu pada Freya, tetapi Devina yang mengambilnya dengan sedikit kasar.
"Undangan pernikahan??!" Mata Devina membelalak saat melihat isi lembaran tersebut. Freya yang disampingnya sudah berlinang air mata.
"Aku sudah mengkhitbah seseorang. Dan kami akan menikah bulan depan." Ucap Fatih akhirnya mengaku.
"Tepat! Beberapa hari yang lalu saat aku mencari sepatu dengan temanku di sebuah mall, aku melihat Fatih bersama seorang wanita bercadar masuk, karena penasaran dengan siapa dia, aku coba memasang telinga dan aku mendengar perempuan itu bicara soal seserahan akad atau apalah itu." jelas Darren.
Mendengar itu semua, membuat Freya seperti hampir kehabisan nafas. Freya terkulai di pelukan Devina yang sedari tadi mengelus-elus pundaknya.
"Tolong lupakan saja aku. Mungkin inilah takdir yang terbaik untuk kita.." ucap Fatih lirih.
"Apa.. Salah..ku??" tanya Freya lemas dengan suara yang serak.
"Tidak ada." jawab Fatih tegas.
"Apakah dia lebih cantik dari Freya?" tanya Devina.
"Aku bahkan belum pernah melihat wajahnya. Aku saja baru mengenalnya satu bulan." aku Fatih.
Freya dan Devina tersentak kaget dan saling berhadapan.
"Bagaimana bisa kenangan dan kebersamaan kalian selama tujuh tahun, kalah dengan perkenalan dengan orang baru yang hanya satu bulan???!!" tanya Devina kesal.
"Entahlah, tapi bukankah itulah arti cinta sejati secara harfiah? Cinta yang tidak memandang rupa atau apapun, tanpa syarat. Bersamanya aku yakin menjadi lebih baik, itu kata hatiku. Aku hanya merasa hidup akan sejalan dan searah jika bersamanya." ucap Fatih tanpa rasa bersalah.
"Lalu.. Bagaimana dengan aku? Dengan hatiku?" tanya Freya lirih.
"Kamu cantik dan baik. Kamu akan menemukan seseorang yang tepat untuk kamu. Jangan pernah merasa bersalah dan kurang. Kita hanya bukan jodoh." tambah Fatih.
"Tentu! Mbak Freya pasti akan dapat yang jauh lebih baik dan mencintainya dari pada kamu, Ustadz karbitan!!" seru Darren yang tampak marah.
"Darren! Berhentilah ikut campur urusan orang dewasa!" tegur Devina
"Ck! Aku hanya kesal melihat temanmu Freya yang bodoh itu, menangisi laki-laki yang katanya berubah karena agama, ingin menjadi lebih baik, tetapi dengan mudah menyakiti hati orang lain sesukanya, menganggap wanita seperti sampah yang tidak punya perasaan." Ucap Darren.
"Maaf... Freya.. Aku pamit.." ucap Fatih tak menghiraukan Darren yang saat itu masih SMA dan hanya dianggap anak kecil baginya.
Freya yang menangis di pelukan Devina terus memandangi punggung Fatih yang semakin jauh hingga tak terlihat lagi.
***flashback end***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Mưa bong bóng
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
2023-12-12
2