Di mesjid nampak warga belum juga bubar, padahal pengantin pria sudah pergi ke kantor tanpa memikirkan nasib mereka. Saat ini hanya Anima lah pengantin yang tersisa, mereka pasti menyatakan apa - apa pada Anima. Untuk menghindari semua itu Anima memutuskan untuk duduk di pojokan. Di depan warga masih membalas prihal pengantin pria yang kabur, dan kesal dengan tingkahnya yang sibuk. Padahal mama dan istrinya pun belum memberikan izin untuk pergi.
Hembusan nafas Amina menghiasi keadaan Anima saat ini, ia secara tidak sadar telah melepaskan kelajangannya untuk pria yang belum dikenalnya dengan baik. Padahal dia adalah sepupunya sendiri, tapi tidak ada alasan untuk menolak perkawinan mendadak ini. Jelas Anima kesal sekali ketika diarak - arakan menuju mesjid, itu akan menjadi kenangan terburuknya selama hidup di dunia ini. Melihat kesendirian Anima, membuat mama Alvenjair tersenyum kecil. Ia mendekati Anima dengan berjalan kecil, lalu duduk diantara gadis itu. Yang sekarang sudah menjadi menantunya.
"Anima," panggilnya kecil seraya memegang tangan Anima yang tampak dingin. Anima terkaget ketika menyadari kehadiran tantenya di sebelahnya, bahkan ia sedikit menjauhkan diri.
"Ada apa tan?" tanya Anima bingung, ia sedikit mengeratkan genggaman. Ia merasa butuh seseorang untuk saat ini, sulit baginya menghirup nafas ketika menyadari kalau mertuanya ada di dekatnya.
"Enggak kayaknya kamu kecapean yah," balas mama Alvenjair. Ia bernama Kencani, sejak dulu Anima sering bermain dengan anak kedua dari kakek itu. Jadi tante Kencani adalah perempuan baik yang selalu tampil dengan senyum menyenangkan. Dan Anima bahkan sering mengunjunginya ke rumahnya, untuk sekedar mengobrol dan bercerita. Tapi sekarang sosok ini telah menjadi mertuanya, entah kapan status itu berubah lagi.
"Enggak tan aku baik - baik aja," jawab Anima sambil menyunggingkan senyum kecil. Berusaha memberitahu kalau ia sedang dalam keadaan baik, dan ia juga tidak mau banyak ditanyakan soal kejadian ini terutama pada mertuanya.
"Kayaknya enggak sayang, kamu pucat gitu. Tadi menegangkan banget ya," kata Kencani mencoba memahami keadaan Anima. Tadi dirinya diraup amarah sehingga tidak menahan emosinya untuk segera menikahkan ponakannya itu. Ia berharap agar kejadian tadi tak menimpa keluarganya lagi. Karena itu begitu memalukan.
"Menegangkan sekali tante," ucap Anima. Sebenarnya ia ingin sekali memberitahukan kalau tante Kencani salah, ia salah paham sehingga perkawinan ini dilaksanakan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, jika saja Anima sadar kalau dari tadi ia mengatakannya tanpa henti. Dan tante Kencani seolah tidak peduli, bahkan menyangka kalau Anima berbohong.
"Sekarang Tante bersyukur banget kalau kalian sudah terikat, berarti hal itu sudah boleh kalian lakukan," ucap tante Kencani sambil menghembuskan nafas senang. Dalam hati ia merasa keganjalan dalam hatinya telah pergi. Ia juga bersyukur karena anak pertamanya sudah menikah di usia sekarang. Tidak perlu menunggu lama untuk melihat anak kesayangannya itu berumah tangga.
"Anu tan hal apa, bukannya Tante tahu aku nggak mungkin melakukannya," ucap Anima membela dirinya lagi. Ia tidak akan pantang untuk membenarkan semuanya. Meskipun sudah menikah tapi kebenaran harus terungkap. Dia dan Presdir A sebaiknya berhenti dari tipu muslihat ini.
"Kamu melakukannya Anima, tante lihat pake mata kepala Tante sendiri," kekeuh Kencani dengan nada yang tajam. Ia seperti ingin mengakhiri ini semua, tanpa banyak mempertanyakan kebenarannya. Jelas Alvenjair bersalah atas semua ini.
"Baiklah, tapi aku berharap tante percaya padaku. Aku ini gadis baik - baik tan, nggak mungkin melakukan itu dengan senonoh. Bahkan dengan sepupu sendiri di rumah tante pula," ucap Anima untuk terakhir kalinya. Semoga yang ini dapat meluluhkan hati Tante yang sepertinya sudah percaya sekali dengan tebakannya sendiri. Bahkan Anima sempat heran mengapa sang tante bisa berpikiran ke sana. Padahal jelas ia tahu kalau Anima dan Presdir A tidak dekat.
"Tante nggak percaya Anima," tegas Tante seperti tidak mau di bantah. Ia bahkan melipat kedua tangannya di dada seolah ketegasannya telah di tetapkan. Ia tidak akan pernah percaya pada siapapun kecuali pada dirinya sendiri. Meskipun faktanya Anima dan Alvenjair tak melakukannya sama sekali.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Anima sambil menghembuskan nafas pasrah. Ia jadi teringat orang tuanya yang belum tahu semua ini, mereka pasti syok. Belum lagi keluarganya yang lain, yang memang keluarga Predir A juga. Mereka pasti hanya bisa mengolok - olok kalau tahu ini semua. Yang jelas ini hanya membuat dirinya malu.
"Sayang Tante mau ke luar sebentar, mau telepon ibu dan ayah kamu. Pasti mereka senang dengar berita ini," ucap tante Kencani sambil melihat hapenya. Ia sedang mencari nomer adiknya, yang ia simpan. Adiknya pasti mendengarnya dengan kaget dan langsung ke mesjid ini.
"Biar aku saja tan yang beri tahu," ucap Anima sambil mencegah tantenya untuk keluar mesjid. Gadis itu merasa malu kalau tantenya yang bilang ke orang tuanya pasti ia bilang yang enggak - enggak, yang bikin Anima malu saja. Setidaknya Anima dapat menyembunyikan hal yang ia tidak perlu di kasih tahu.
"Kenapa An bukannya lebih baik kalau tante saja yang bilang sama mertua sendiri, akan lebih baik," ucap Kencani yang memang sangat ingin menelpon adiknya itu. Tapi ia tidak mau memaksakan diri ketika menantunya memang tidak mau itu terjadi. Terlihat Anima juga perlu memberitahu orangtuanya lebih dulu, agar lebih baik.
"Nggak papa tan aku saja," tolak Anima sambil berlari ke luar mesjid. Pertanda kalau ia harus cepat kalau ingin menang dari tantenya itu. Ia tidak mau berkompromi lama, makannya lari.
Segara saja ia menelpon mamanya, dan bilang kalau ia sudah menikah dengan Alvenjair. Hal yang membuat kedua orangtuanya tanpa bertanya langsung menuju ke lokasi yang di kirim Anima.
**
Anima nampak menunduk ketika mama dan papanya sudah datang ke mesjid. Mereka berdua juga kakak Anima yang turut hadir duduk di mesjid sambil melihat Anima dan Kencani dengan heran. Sebenarnya mereka masih mencerna penjelasan Kencani tadi, dan masih belum percaya dengan kenyataan ini. Alvenjair dan Anima menikah, karena mereka berhubungan badan di rumah Kencani. Itu fakta yang sulit di percaya.
"Apa mama tidak salah dengar sayang, kalau kamu sudah melepas iman kamu hanya untuk sepupu kamu sendiri," kata mama Anima yang bernama Anne. Sambil melihat Anima lurus - lurus. Ia mencoba mencari kebenaran dari mata anak gadisnya itu. Yang ia dapat adalah ketakutan dan rasa gugup.
"Tidak ma aku tidak melakukan itu," tolak Anima bahkan sampai mengeluarkan air mata. Ia memang tidak bisa menahan air matanya ketika di tuding melakukan itu, bahkan di hadapan ayah dan ibunya. Kehadiran kakaknya yang membuatnya sangat malu. Semua ini mengapa harus terjadi.
"Sebenernya aku melihatnya secara langsung Anne, jadi jangan diragukan lagi," kata Kencani seperti meminta persetujuan. Ia berharap orang tua Anima juga menerima perkawinan ini. Yang meskipun telah terjadi orang tua juga harus turut adil.
"Aku kecewa padamu nak, sebaiknya kamu jujur saja sama mama. Mama senang sekali kalau kamu mau bertanggung jawab," ucap Anne yang sepertinya juga lebih percaya pada Kencani ketimbang Anima. Baginya Anima memang masih muda untuk memahami situasi, sehingga hal sesalah apapun pasti benar di matanya. Dan ia jelas tidak marah, karena ia juga percaya Alvenjair bisa menjaga Anima.
"Tapi ma," kata Anima tapi sang mama tidak mendengarnya dan malah memegang tangan suaminya seolah memberi restu. Sedangkan papa Anima malah memeluk Anima dengan penuh kerinduan. Ia menyayangi Anima hal semudah ini pasti bisa dilewatinya. Ia percaya kesalahan Anima sekarang akan menjadi pengajaran di masa depan nanti. Anima hanya sanggup memeluk ayahnya sambil mengasih. Merasa sial karena tidak pernah di percaya bahkan oleh keluarganya sendiri.
"Anima sayang kamu harus menjaga suami mu supaya rejeki dan cintanya terus melimpah. Biarin aja masalah ini menimpa mu, lagi pula kamu dan Alvenjair sudah syah sekarang. Kamu harus bahagia Anima, terlepas dari masa lalu mu dulu," bisik papa penuh sayang. Anima memeluknya lebih erat, bisikan ayahnya itu membuat Anima berkomitmen lagi. Ia yang sekarang sudah menjadi istri bagi Presdir A sebaginya tidak selemah ini. Semua telah terjadi, Anima harus bangkit.
"Makasih papa," balas Anima lembut. Papa melepaskan pelukannya, lalu Anne dan Kencani nampak tersenyum haru. Sedangkan kakak Anima yang bernama Vera itu sedikit menitikan air mata. Ia tidak percaya kalau saat ini adiknya telah berumah tangga. Tanpa ada pesta dan pernikahan bahkan cowok yang ia andai - andai. Sekarang kehidupan Anima telah berubah, bukan gadis kecil yang biasa ia asuh.
Setelah memastikan semuanya telah selesai, tinggal keperluan Anima dan Alvenjair setelah menikah. Keluarga yang baru saja merayakan perkawinan itu segera meninggalkan mesjid menaiki mobil papa. Mereka memasuki rumah Kencani yang akan menjadi tempat istirahat keluarga itu.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sabiya
nyesek mah kalo gue
2024-01-05
0