Ciuman pertama

Setelah mendapat bujukan dan beberapa wejangan dari Bu Erin, akhirnya Arumi ikut pulang ke rumah Akbar. Kedatangan mereka disambut Bu Ajeng dan Bi Inah di depan pintu.

"Selamat datang mantu Mama." Sambut Bu Ajeng, wanita yang duduk di kursi roda itu tersenyum bahagia. Menyambut Arumi yang telah datang ke rumahnya.

Arumi mencium tangan Bu Ajeng dan Bi Inah bergantian. "Terima kasih atas sambutannya Ma." Ucap Arumi.

"Ayo masuk." Ajak Akbar setelah mengambil koper Arumi dari bagasi.

Arumi memperhatikan sekeliling ruang keluarga Akbar. Di depannya terpampang foto besar keluarga. Akbar beserta kedua orangtuanya yang tersenyum bahagia. Ada sedikit rasa iba ketika menatap foto itu. Akibat kecelakaan dua tahun lalu, Papa Akbar harus tewas di tempat sementara Bu Ajeng mengalami cidera kaki karena terjepit badan mobil.

"Sini sayang, duduk." Panggil Bu Ajeng. Arumi menoleh dan tersenyum. Lalu menempati sofa kosong.

"Gimana perasaan kamu setelah menikah dengan putra Mama?" Tanya Bu Ajeng.

"Nggak gimana-gimana Ma." Jawab Arumi.

"Masa biasa aja, nggak ada perasaan deg-degan gitu? Dulu aja pas Mama nikah sama Papanya Akbar, perasaan Mama nggak karuan-karuan lho. Antara senang dan takut."

"Memang perasaan Arumi biasa aja, Ma." Arumi menjawab jujur. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena memang perasaannya biasa-biasa saja. Tidak ada kesenangan yang ia rasakan.

"Ya sudah, Mama mengerti." Bu Ajeng tersenyum maklum. Bisa dilihat jika menantunya itu belum ada rasa dengan putranya. Tapi lambat laun rasa cinta itu pasti akan datang dengan sendirinya. Ia yakin itu.

"Mama nggak istirahat?" Tanya Akbar ketika bergabung dengan mereka.

"Bosen Mama rebahan terus. Nanti Arumi tidur sama Mama ya? Biar Mama ada temennya." Bu Ajeng menatap Arumi.

"Ya nggak bisa dong, Ma." Protes Akbar.

"Lagian Arumi juga nggak keberatan tuh." Jawab Bu Ajeng setelah Arumi memberi anggukan.

"Kamu jangan angguk-angguk saja. Kamu nggak kasihan sama saya, apa?" Toleh Akbar pada Arumi.

"Cuma malam ini aja lho, Bar. Malam-malam berikutnya bisa kamu puasin." Sahut Bu Ajeng dengan tawa cekikian.

Arumi hanya menanggapi dengan senyuman tipis.

***

Sebelum tidur di kamarnya Bu Ajeng, Arumi memindahkan pakaiannya ke ruangan khusus pakaian yang ada di kamar Akbar. Dan kini telah menjadi kamarnya juga. Ia menghembus napas kasar ketika dirinya sudah tidak lagi tinggal di rumahnya. Kini statusnya sekarang telah menjadi istri orang. Bukan wanita single lagi.

Bahkan ia harus bangun pagi dan mengurus semua keperluan Akbar. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, jika hidupnya akan seperti ini. Semua bagaikan mimpi.

"Perlu saya bantu?" Tawar Akbar. Entah sejak kapan sudah masuk ke ruang pakaian itu. Dan berdiri tidak jauh dari Arumi.

"Nggak usah. Aku bisa sendiri." Tolak Arumi lalu mulai menata pakaiannya. Ia memisahkan atasan dan bawahan di tempat yang berbeda.

"Kenapa sedikit sekali baju yang kamu bawa?" Tanya Akbar heran.

"Nggak papa. Males aja nata banyak pakaian."

"Kamu nggak sengaja, kan?" Tanya Akbar curiga.

Arumi membalik badan. Keningnya juga mengerut. "Maksud kamu apa?"

"Sengaja, jika kapan-kapan kamu punya niat ingin kabur dari rumah ini."

"Pikiran kamu dangkal banget." Cibir Arumi lalu melanjutkan kembali menata barangnya-barangnya.

Akbar mengangkat kedua bahunya. "Ya, siapa tahu." Ucapnya cuek.

"Bukan sekarang, tapi nanti setelah waktunya tepat." Jawab Arumi.

Akbar geram mendengarnya, lalu tubuh Arumi ia balik dengan kasar kemudian mengukungnya, hingga Arumi merasa terkejut.

"Ap..pa, yang kamu lakukan?" Tanya Arumi takut. Ia kira Akbar akan diam saja ketika ia berkata begitu.

Akbar semakin dalam mengukung tubuhnya.

"Kamu pikir saya akan diam saja. Tidak Rum, kamu tidak akan bisa ke mana-mana. Ke mana pun kamu pergi. Saya tetap bisa menemukan kamu, meski harus ke ujung dunia sekali pun!" Bisik Akbar tajam tepat di telinga kanan Arumi membuat Arumi geli bercampur takut.

"Kamu belum mengenal saya. Jadi jangan pernah main-main sama saya!" Lanjutnya penuh peringatan. Tubuh Arumi bergetar. Apakah barusan Akbar mengancamnya?

"Takut, heh?" Akbar mulai mengendurkan tubuhnya ketika menyadari Arumi ketakutan. Ia kemudian tersenyum tipis.

"Gini kan manis kalau nurut." Akbar menepuk pelan kepala Arumi.

Arumi mendongak, memberanikan diri menatap Akbar yang sekarang suaranya berubah menjadi hangat tidak seperti tadi.

"Kenapa?" Tanya Akbar dingin.

"K-kamu p-pesi.."

Belum sempat Arumi bicara, Arumi merasa sesuatu lembut telah menempelkan di bibirnya.

Mata Arumi melotot. "Akbar.. itu ciuman pertamaku!!" Teriak Arumi.

Akbar yang berada di depan pintu terkekeh. Setalah mengecup bibir Arumi, ia langsung keluar dari ruangan.

.

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Sabiya

Sabiya

woles Mas Akbar jgn bikin Arumi takut. gue juga jadi takut dengernya

2024-01-05

1

Sabiya

Sabiya

turut berduka cita ya Mas Akbar atas meninggalkan Om

2024-01-05

1

Iqlima Al Jazira

Iqlima Al Jazira

next thor

2023-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!