Karena menghargai Arumi yang sudah melayaninya makan. Akbar sampai menghabiskan semua makanannya meski akhirnya ia merasa sangat kekenyangan.
Selesai makan ia membuntuti Arumi yang berada di ruang keluarga menonton televisi seorang diri. Jam sudah menunjuk di pukul sembilan malam. Kedua mertuanya mungkin sudah istirahat di kamar karena sedari tadi tidak terlihat.
Arumi menggeser duduknya ketika Akbar duduk menempel dengannya.
"Besok kita pindah rumah." Ucap Akbar.
"Kamu aja yang pindah, ngapain ngajak-ngajak." Arumi hanya melirik sekilas.
"Kan saya suami kamu." Jelas Akbar.
"Dengerin ya, sampai kapan pun aku nggak mau punya suami seperti kamu!"
Arumi mematikan tv lalu bangkit menuju kamarnya. Akbar meraup kasar wajahnya. Lagi-lagi Arumi menolak kenyataan jika sudah jadi istrinya.
Akbar membuka pintu kamar Arumi dengan pelan. Arumi belum tidur, duduk berselonjor dengan punggung menempel di kepala ranjang. Membaca sebuah novel.
"Tidur di sofa." Suara Arumi ketika Akbar hendak naik ke ranjang.
"Jika ada ranjang, kenapa saya harus tidur di sofa." Akbar tidak akan terpengaruh dengan ketidaksukaan Arumi terhadapnya. Ia tetap naik ke ranjang, bergabung tidur bersama istrinya itu.
"Pindah nggak?" Arumi memukul lengan Akbar dengan novelnya.
"Aduh, Rum.. kamu jadi cewek kasar bener." Akbar mengelus lengannya. "Belum ada sehari kita jadi suami istri, kamu sudah kdrt."
"Ih, jijik banget omonganmu. Suami istri, haha.. yang benar saja." Arumi tertawa sumbang.
"Terus kamu pikir kita ini apa. Kalau bukan suami istri?" Tanya Akbar serius, mengabaikan rasa sakit di lengannya.
"Jawab pertanyaan saya!" Lanjutnya ketika Arumi tidak bisa memberi jawaban.
"Dengar, mau kamu protes sebanyak apapun tentang saya. Kita sudah sah di mata hukum dan agama. Kamu tidak bisa menyangkalnya."
"Kamu benar-benar licik. Kamu laki-laki paling menjijikkan yang pernah aku kenal." Umpat Arumi dengan mata berkaca-kaca.
"Terserah apa katamu." Sahut Akbar meski sebenarnya ia tersinggung.
"Gara-gara kamu, semua impianku harus musnah dalam sekejap."
"Kamu masih bisa melanjutkan mimpimu, Rum."
"Oya? Apa kamu tahu mimpiku apa saja?" Tanya Arumi meremehkan.
"Kamu ingin bekerja di perusahan terkenal kan selesai lulus kuliah nanti. Dan kamu bisa bekerja di perusahaan saya."
Arumi tersenyum miring. "Benar, itu salah satunya."
"Lalu bagian mana yang kamu sesali dari pernikahan ini?" Tanya Akbar lagi.
Dengan bibir bergetar Arumi menjawab. "Aku ingin menikah dengan orang yang ku cintai. Bukan dengan kamu." Isaknya.
"Aku nggak cinta sama kamu Akbar, aku nggak cinta.. kenapa kamu nggak bisa mengerti.." Arumi menelungkup kan wajahnya di atas kedua lutut. "Harusnya kamu sadar..."
Akbar menatap nanar Arumi. Selama bertahun-tahun ia rela menjomblo demi mempertahankan perasaannya pada Arumi. Bahkan ia rela mendapat ejekan dari semua teman-temannya.
***
Jarum jam menunjuk di angka setengah dua belas malam. Akbar belum bisa tidur. Selain karena belum ngantuk, dia juga kalut memikirkan ucapan Arumi beberapa jam yang lalu. Arumi tidak mencintainya? Apa yang kurang darinya. Ia tampan, mapan juga dewasa. Bahkan di luaran sana banyak sekali wanita yang ingin menjadi istrinya tetapi Arumi justru sebaliknya.
Akbar menarik napas berat. Kemudian menutup gorden setelah puas memandangi halaman rumah Arumi dari balik kaca. Di atas ranjang Arumi sudah tertidur pulas setelah lelah menumpahkan tangis.
Akbar mendekat dan menyelimuti Arumi.
"Maaf, karena sampai kapan pun kamu akan tetap jadi milik saya." Bisiknya. Dan mencuri kecupan singkat di kening Arumi.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Sabiya
Baper elah...
2024-01-05
1
Sabiya
Aduh nyesek, iya sih kalo g suka terus di paksa jatuhnya kek gini kayak kakak temen gue.
2024-01-05
1
Sabiya
cakep bang, Pepet teruuuss Sampek mentok. gue dukung Lo bang jgn kwatir
2024-01-05
1