Keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah lengkap, Arumi masih mendapati Akbar di atas ranjangnya. Ia pun berdecak kesal.
"Nggak tahu malu. Udah di usir juga tapi masih ada di sini." Cibirnya sambil menyisir rambutnya di depan cermin.
Akbar pura-pura tidak mendengar, sibuk dengan ponselnya. Tapi ketika Arumi membuka pintu, Akbar mendongak.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Akbar.
Zonk, Arumi tidak memberi jawaban. Akbar hanya bisa mengelus dada. Ia harus ekstra sabar menghadapi sifat Arumi.
"Sudah bangun kamu?" Tanya Bu Erin ketika Arumi menghampirinya di dapur.
Arumi mengangguk. "Udah, laper banget Ma. Tadi belum sempat makan." Lalu mengambil piring, mengisinya dengan berbagai lauk yang ada.
"Suamimu juga belum makan." Ucap Bu Erin. Seperti memberitahu jika harus memanggil Akbar untuk makan bersama.
"Bodo amat." Batin Arumi. Mau Akbar makan atau tidak itu bukan urusannya. Akbar sendiri sudah besar, bukan anak kecil lagi yang dikit-dikit harus diingatkan.
"Arumi.. bisa-bisanya kamu makan lebih dulu sebelum manggil suami kamu!" Bu Erin memukul lengan Arumi yang asyik dengan makanannya.
"Panggil!" Titah Bu Erin. Matanya mendelik memberi perintah.
"Ma, dia kan udah bes_"
"Mama bilang panggil!"
"Iya-iya. Aku panggil dia."
"Cowok *ialan. Gara-gara dia, jadi kena omel Mama." Dalam hati Arumi menggerutu.
Sampai depan kamarnya, Arumi membuka pintu dengan kasar hingga Akbar tersentak kaget.
"Disuruh Mama makan." Ucapnya ketus.
"Sebentar, saya balas e-mail dulu."
"Tunda dulu! Balasnya bisa nanti. Cepat keluar."
Melihat wajah tidak bersahabat Arumi, Akbar meletakkan laptopnya setelah ia matikan. Lalu mengikuti langkah Arumi.
"Kamu sudah makan?" Tanyanya.
"Hmm." Arumi hanya membalas dengan gumaman.
Mereka sudah sampai dapur. Bu Erin tersenyum melihat Akbar.
"Arumi, ambil piring satu lagi." Ucap Bu Erin saat Arumi akan duduk. Melanjutkan makan yang tertunda tadi.
"Buat apa Ma?" Tanya Arumi polos.
"Ya buat suami kamu." Jawab Bu Erin.
"Dia kan punya tangan, bisa ambil sendiri." Jawab cuek Arumi.
"Sekarang kamu sudah jadi istrinya, Nak. Kalau bukan kamu yang ngelayani suami kamu terus siapa lagi. Itu kewajiban kamu." Bu Erin memberi nasehat.
Arumi mengepalkan kedua tangannya dengan gigi saling gemelatuk.
"Saya bisa ambil sendiri Ma." Ucap Akbar melirik Arumi yang menahan kesal.
"Kamu duduk saja biar Arumi yang ambil." Bu Erin melarang Akbar.
Jika bukan rasa lapar yang mendera sudah pasti Arumi meninggalkan dapur.
"Nih." Arumi meletakkan piring di hadapan Akbar.
"Piringnya juga kamu isi dengan nasi dan lauk dong." Lagi-lagi Bu Erin menginterupsi.
Ya Tuhan, Mamanya ini cerewet sekali. Mau melanjutkan makan saja tidak bisa. Di suruh ini itu, geram Arumi tertahan.
"Mau pakai lauk apa?" Tanya Arumi pada Akbar. Ia pura-pura bertanya dengan nada lembut.
"Rendang saja." Jawab Akbar.
Arumi mengangguk, ia mengisi piring Akbar dengan nasi sebanyak tiga centong lebih. Lalu ia taburi rendang sebanyak mungkin sampai nasinya tidak terlihat, tertutup oleh bumbu. Arumi sengaja melakukan itu.
"Rum, itu kebanyakan." Protes Akbar.
"Habiskan ya.." Arumi tersenyum manis mengulurkan piring itu dengan gerakan lembut.
"Rum, yang benar saja kamu." Akbar tak habis pikir disuruh menghabiskan makanan sebanyak itu.
"Makan aja. Katanya kamu laper." Jawab Arumi di sela-sela makan.
"Saya memang lapar, tapi nggak sebanyak ini juga, Rum?" Keluh Akbar. Ia meringis, bagaimana caranya menghabiskan porsi makan yang bisa dibilang seperti porsinya seorang kuli.
"Haha, emang enak aku kerjain, sukurin." Batin Arumi tertawa jahat.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Sabiya
Emak2 emang gitu, persis emak gue. Eh astaghfirullah..
2024-01-05
1
Sabiya
🤦🏻♀️ g boleh gitu ding
2024-01-05
1