Frayogha sudah sampai di gubuk dengan selamat, walau tadi sempat jatuh bangun saat berjalan, karena jalanan semakin licin akibat hujan.
Rasa dingin membuatnya merasa lapar, tapi dia sudah tidak punya makanan untuk di makan.
"Kau pasti kuat Gha, biasanya juga kau jarang makan" ucapnya menguatkan diri, agar bisa menahan lapar.
Hari sudah mulai gelap dan dengan terpaksa Frayogha harus meninggalkan kewajibannya lagi sebagai seorang muslim, karena rasanya tidak nyaman jika harus beribadah dengan pakayan kotor juga basah.
Malam semakin larut dan kali ini Frayogha menghela nafasnya berat, lantaran malam ini dia harus menginap lagi disekitar hutan.
Biasanya dia menyukai tidur di alam terbuka tapi sungguh kali ini dia tidak menyukainya.
Kaki yang terkilir perut keroncongan suhu udara yang semakin dingin dan bertambah dingin karena pakayannya yang masih basah.
Frayogha yang awalnya duduk kini mencoba untuk berbaring tentu dengan pakayan yang masih terasa basah akibat hujan-hujanan tadi.
Andai jika ranselnya tidak jatuh dan hanyut terbawa arus sungai, mungkin dia bisa berganti pakayan atau menyalakan api tapi ini?? huhhh ya sudahlah, hanya satu malam ini bukan?, toh esok hari pasti ada yang datang membantunya atau jika tidak ada, besok dia bisa melanjutkan perjalannya sendiri menuju kampung terdekat.
Beberapa kali Yogha mengganti posisinya saat berbaring karena tidak nyaman, dan setelah endapatkan posisi yang menurutnya kebih baik kini matanya yang tidak mau tertutup, mungkin efek kedinginan dan juga lapar.
Saking laparnya terlintas di benaknya untuk mencabut beberapa ubi yang ada di kebun dekat gubuk tersebut, tapi sesat kemudian dia menggelengkan kepalanya tanda menolak pikiran buruk yang menyuruhnya untuk mencuri.
"Tidak aku pasti bisa hanya semalam gha, kamu pasti bisa" ucapnya menyemangati diri sendiri agar tidak mencuri, dan setelah itu dia memaksa agar matanya terpejam dan berhasil.
Ke esokan paginya dia sudah siap dengan rencananya, dan jika dia ingin melakukan semua rencananya itu, dia harus mengisi perutnya, agar bertenaga dan pandangannya tertuju pada tanaman ubi didekatnya itu.
"Aku harus punya tenaga" ucapnya menyerah dan dia mulai mencabut tanaman ubi itu.
"Bismillah, jika aku sudah keperkampungan aku akan cari tahu pemilik kebun ini dan membayar ubi yang telah aku makan ini" ucapnya sebelum memakan ubi tersebut yang tentunya masih mentah.
Satu ubi berhasil masuk kedalam perutnya, dan dia tidak merasa kenyang, alhasil dia mengambil ubi lagi untuk dimakan.
Namun karena masih merasa lapar, dan rasa ubi tersebut sangat enak dia pun mencabut dua tanaman ubi lagi, dan dia baru berhenti saat melihat jika ada seseorang yang datang.
Dengan suara yang keras dan lantang dia berteriak
"Tolong... tolong....tolong....!!!"
Orang yang baru datang itu langsung mendengar teriakan Frayogha, terbukti saat ini orang tersebut terlihat mencari arah suara Frayogha yang meminta tolong.
Sang penolong telah tiba di gubuk tempat Frayogha berteduh dan beruntungnya dia, karena orang yang bernama asep tersebut adalah tukang urut dan hasilnya sekarang Yogha bisa berjalan lagi.
"Terima kasih kang Asep atas bantuannya, oh iya kang, apa akang tahu siapa pemilik kebun ini?" tanya Frayogha yang ingin bertemu pemilik kebun ubi.
"Tahu a, pemilik kebun ini adalah pemimpin pondok pesantren,".
Frayogha menelan salipannya saat mendengar jika kebun ubi tersebut adalah milik seorang ulama, yang artinya dosa mencuri ubi itu pasti akan berlipat, itu pikirnya.
"Kang apa bisa jika akang mengantar saya kepesanteren?".
"Bisa a, tapi sebelum itu saya harus memanen beberapa ubi untuk saya bawa kepesanteren," ucap Asep dan ucapan Asep tersebut membuat Frayogha tahu jika Asep adalah salah satu santri pemilik kebun.
Asep memanen ubi tersebut dibantu Frayogha dan satu karung ubi sudah siap di bawa Asep tanpa membutuhkan waktu yang lama.
Mereka sudah mulai berjalan dan tidak membutuhkan waktu yang lama mereka kini sudah sampai di perkempungan, dan di sinilah mereka sekarang di depan gerbang sebuah pondok pesantren yang sangat luas.
Jantung Frayogha berdetak sangat keras saat melihat gerbang tersebut, ada rasa gugup yang menyelimuti hatinya tapi dengan langkah pasti dia masuk melewati gerbang, mengikuti Asep.
Frayogha tidak langsung pergi menemui pemilik kebun, karena rasanya tidak pantas jika dia bertemu pemilik kebun dengan pakayan kotor, jadi sebelum itu dia berganti pakayan meminjam pakayan Asep sebelum pakayannya kering setelah tadi dicuci.
"A, kalau mau ketemu pak Kiai, mending sekarang saja mumpung jadwal ngajarnya lagi kosong" ajak Asep yang tau jadwal ngajar pak Kiyai karena dia adalah santri yang sudah tahunan tanggal di sana.
"Baiklah, tapi akang temenin saya bicara sama pak Kiai" ucap Frayogha meminta pertolongan lagi dan Asep menganggukan kepala tanda setuju.
"Asalamu'alaikum" ucap Asep setelah berada di depan rumah pak Kiyai dan tidak berselang lama pintu terbuka.
"Eh Asep, ada apa ? apa ada masalah di kebun ?" tanya pak Kiai, karena tidak biasanya Asep berkunjung jika tidak ada hal penting yang akan dia sampaikan.
"Tidak ada Pak, cuman ini saya kemari mengantar a Yogha, dia ini yang dinyatakan hilang setelah mendaki gunung kemarin," jelas Asep yang memberi tahu jika Yogha adalah pendaki yang di kabarkan hilang, dan sebelum menjawab pertanyaan pak Kiai tadi Asep dan Frayogha sudah mencium tangan pak Kiai.
Frayogha yang dimaksud Asep tersenyum dan berkata "Iya pak, saya pendaki yang hilang kemarin".
Pak Haji pun menganggukan kepalanya dan berkata "Lalu ada keperluan apa nak Frayogha datang menemui saya?" dan sebelum Frayogha atau Yogha menjawab, pak Kiai mempersilahkan yogha dan Asep masuk rumah terlebih dulu.
Setelah masuk rumah dan duduk Yogha menjelaskan maksud dan tujuannya menemui pak Kiai.
Pak Kiai lumayan kaget saat mendengar tujuan Yogha menemuinya, karena menurutnya sangat langka di jaman sekarang orang yang seperti Yogha.
Mau repot hanya ingin menghalalkan makanan yang telah masuk keperutnya, padahal jika mau, dia tidak perlu menemuinya untuk hal yang di anggap sepele oleh sebagian banyak manusia.
"Nak apa kamu yakin ingin menghalalkan ubi yang telah kamu makan?" tanya pak Kiyai yang entah mengapa sekarang nada bicaranya terdengar serius dan itu membuat Asep menunduk.
"Yakin pak" ucap Yogha yakin
"Baiklah jika kamu ingin ubi yang telah kamu makan itu menjadi halal maka halalkanlah putri saya".
Yogha mengerutkan keningnya karena merasa jika yang dia dengar, sedikit tidak di mengerti oleh akalnya.
"Maaf pak, maksud pak Kiai apa?" tanya Yogha yang takut jika dia salah mendengar.
"Maksud bapa, jika kamu ingin makanan yang sudah kamu makan menjadi makanan yang Halal, maka halalkan pitri saya, kasihan dia sudah berumur tapi belum juga mendapatkan jodoh".
"Pak Kiai ini bercandanya keterlaluan, masa ia cuman karena saya nyuri ubi, saya sampai harus menikahi putri pak Kilai" ucap Yogha yang berpikir jika pak Kiyai bercanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Aqqila Busni
pernah dgr cerita ini tpi di mana ya?
2025-03-10
0
Happyy
👊🏼👊🏼
2024-02-23
0
Ade Diah
Ya ampun ini tanda bacanya pada kemana?
2023-12-18
2