Aiden sedang menyiapkan kopernya untuk membawa keperluannya saat ke Bandung besok. Dia mengambil beberpa kemeja, jas dan celana panjangnya untuk persiapan acara pertemuan dengan orang perwakilan dari MR. Akihiko dan pemilik Kirin Coorporation.
"Kau sedang apa nak?" louis yang kebetulan lewat di di depan kamar Aiden.
"Ini pa, besok aku ada pertemuan dengan klien besok di Bandung. Jadi aku mempersiapkan kebutuhan dulu. Aku ingin memberikan kesan terbaik dalam pertemuan besok, " jelas Aiden dengan penuh semangat.
Dia benar-benar antusias untuk segera bertemu dengan investor Jepang itu.
"Apa kau pergi bersama Calvin juga?"
"Tidak pa, besok ada pertemuan di kantor kita jadi aku meminta Calvin menghandle".
"Lalu siapa yang akan menemanimu?"
"Fery, anak baru yang kemarin aku angkat sebagai asisten pribadiku. Aku lihat kinerjanya sangat bagus,"
"Baiklah kalau begitu, papa memberikan tanggung jawab ini padamu. Papa yakin kamu pasti bisa," Louis menepuk pelan bahu sang putra memberi semangat.
Ada rasa bangga menjalar ditubuhnya saat ini, putra kesayangannya mulai dewasa dan bertanggung jawab dalam menjalani tugasnya.
Pria paruh baya itu keluar dari kamar Aiden dan tanpa sengaja berpapasan dengan Calvin. Terlihat wajah Calvin yang begitu muram. Dia masih kesal dengan keputusan sang ayah dan tidak ingin menyapanya.
"Calvin, papa mau bicara sebentar," pinta sang ayah sambil memutar tubuhnya melihat sang anak.
"Ada apa pa? Aku capek mau istirahat dulu," Calvin mencari alasan untuk menghindari sang ayah.
"Papa tahu kamu tidak terima dengan keputusan papa mengangkat Aiden sebagai CEO, tapi papa melakukan ini supaya Aiden bisa lebih bertindak dewasa. Kamu tahukan selama ini, dia hanya bergantung pada papa dan sekarang saatnya dia mengemban tanggung jawab sebagai anak dan kakakmu," jelas sang ayah pada Calvin.
"Terserah papa, aku hanya menurut," ucapnya datar kemudian meninggalkan sang papa sendirian.
Calvin memang berbeda, dibanding Aiden dia lebih ambisius dan tidak suka tersaingi. Apalagi oleh Aiden. Sangat berbanding terbalik dengan Aiden yang emosinya lebih terkontrol dan cenderung lebih tenang dalam mengambil keputusan. Makanya sang ayah lebih mempercayai Aiden untuk menjadi CEO di perusahaan mereka.
***
Pagi-pagi sekali Fery datang ke rumah Aiden karena memang acaranya akan diadakan jam sepuluh pagi, karena jarak Jakarta-Bandung yang tidak terlalu jauh Fery sengaja menjemput bosnya itu ke rumah. Supaya perjalanan lebih efektif.
"Fery, masuklah". Ujar Calvin yang baru saja melihat kehadiran pemuda 25 tahun itu di teras.
"Iya pak. Pak Aiden apa sudah selesai?" Fery sedikit canggung kala Calvin mengajaknya ke rumah itu.
"Ada, dia sedang bersiap-siap. Kebetulan aku mau sarapan, bagaimana kalau kamu bergabung saja?"
"Tidak usah pak, nanti saya sarapan di jalan saja," pemuda itu merasa sungkan.
"Aku memaksamu, ayolah kalau kau menolak aku akan meminta Aiden memotong gajimu," candanya pada asisten muda itu.
Fery mengerti itu hanya sebuah candaan tapi dia benar-benar canggung makan bersama dengan atasannya. Akhirnya pemuda itu mengikuti permintaan Calvin.
"Bagaimana enakkan makanannya?"
"Sangat enak pak. Terimakasih pak sudah mengajak saya sarapan bersama".
"Iya tidak apa-apa. Oh iya itu Aiden". Mereka menoleh ke arah Aiden yang sedang menyuruh supirnya membawakan koper ke mobil lalu duduk bersama mereka.
"Hai Fery. Wah kau sangat profesional sekali. Pagi-pagi kau sudah menungguku. Terimakasih ya Fery, aku akan menaikkan gajimu," Aiden mengacungkan dua jempol pada lelaki muda itu.
"Tidak pak. Ini hanya efisiensi waktu saja. Saya takut ada kemacetan dijalan makanya saya jemput bapak agak pagi" ujar pria muda itu sambil mengukir senyum pada atasannya.
"Hm" Aiden menganggukkan kepala setuju dengan pendapat karyawannya lalu menikmati sarapan yang telah disediakan.
Setelah menghabiskan sarapannya, Aiden menghampiri kedua orang tuanya untuk berpamitan, "pa, ma, aku berangkat dulu,"
"Baiklah silakan" sahut Louis dan Alia melontarkan senyumnya pada sang putra trrcintanya.
Aiden menepuk pelan bahu adiknya untuk berpamitan. Calvin hanya tersenyum sambil menatap saudaranya itu hingga menghilang di depan pintu keluar.
***
Perjalanan pagi itu tidak terlalu ramai karena orang-orang baru saja melakukan aktifitasnya. Hingga menuju tol perjalanan terasa sangat nyaman. Sekitar dua setengah jam mobil yang membawa mereka telah menuju kota Bandung, namun toba-tiba saja mereka dikejutkan dengan kumpulan para demonstran yang lagi berunjuk rasa.
Padahal jauh dari sebelum mereka memasuki jalanan utama kota itu terasa nyaman. Kemudian seorang pria mengetuk kaca mobil yang mereka tumpangi, si supir tidak mau membuka kaca mobil takut kalau-kalau itu penjarah. Lalu seorang aktifis datang menghampiri mereka. Barulah supir itu mau membuka kaca mobil.
"Pak sebaiknya anda putar arah. Disini sedang terjadi demo besar-besaran" lelaki itu sedikit berteriak karena sangat bising ditempat itu.
"Ini demo apa pak?" Tanya Lian penasaran.
"Demo meminta kenaikan gaji. Sudah tiga bulan gaji buruh pabrik yang berada di perusahaan sebelah sana belum diberikan. Para karyawan menuntut hak mereka," jelas pria itu sambil memperhatikan kedalam mobil.
"Ya sudah kita putar arah saja pak Rustam," pinta Aiden pada supir itu.
"Baik pak," sang supir menuruti keinginan bosnya. Mereka mengucapkan terimakasih pada lelaki yang berada diluar kemudian supir memutar arah mobil itu ke belakang.
Baru saja menginjakkan gas perlahan tiba-tiba dari jarak 500 meter dari mobil itu sekelompok masa datang menyerbu mobil mereka.
Pasti ada salah paham!!! Sekelompok massa itu mengira mobil mereka adalah mobil si pemilik perusahaan yang mencoba kabur dari demonstran. Mobil itupun menjadi sasaran amukan masa. Ada yang memukul mobil dengan kayu, sebagian melempari dengan batu dan parahnya lagi ada satu orang yang melepar bom molotof ke mobil itu dan seketika terjadi ledakan kecil dimobil yang Reihan dan Lian berada didalamnya.
Setelah melakukan peledakan orang itu menghilang dari kerumunan massa. Orang-orang yang melihat kejadian itu menjadi histeris mereka panik. Dengan cepat mereka memberi pertolongan ke mobil yang baru saja terkena ledakan. Mereka menghentikan api dimobil itu agar tidak semakin menyebar dan memperparah keadaan.
Pintu mobil dibuka, mereka menyelamatkan pak Rustam terlebih dahulu kemudian membuka pintu belakang mobil dan menyelamatkan Fery dan Aiden yang pingsan karena kehabisan oksigen.
***
Di rumah sakit, sebuah mobil Ambulance baru saja datang dan terlihat petugas rumah sakit mengangkat tandu korban kecelakaan mobil di jalan utama akibat demonstrasi. Terlihat pak Rustam yang sedikit terluka dipapah oleh seseorang menuju ruang UGD.
"Dua orang itu pingsan dan terluka parah. Segera bawa mereka ke ruang UGD untuk penanganan lebih lanjut,"
Ujar seorang lelaki paruh baya yang mengenakan jas putih dengan stetoskop yang menggantung dilehernya sambil menuntun para pasien itu ke dalam ruang periksa.
Pak Rustam baru saja selesai diobati oleh perawat, ada jahitan ditangan dan sedikit luk memar dikepalanya akibat benturan.
Sedangkan Aiden dan Fery masih dalam penanganan dokter karena mereka duduk dijok belakang dan bom molotof itu meledak di dekat mereka, hingga serpihan pecahan kaca mobil mengenai mereka.
"Kita tunggu sampai dua jam ke depan sampai pasien yang satu sadar dan untuk pasien satunya kita akan segera mengoperasinya, karena sepertinya dia terkena benturan yang sangat kuat dikepalanya". Dokter yang telah berumur itu menjelaskan pada perawat dan asistennya.
"Pak, untuk pasien yang akan di operasi, apa anda bisa menghubungi keluarganya?" Pinta seorang asisten dokter itu pada pak Rustam.
"Baik bu. Saya akan menghubungi keluarga beliau". Pak Rustam segera menghubungi Louis, tapi tidak ada jawaban. Diapun mencoba menghubungi Calvin dan Alia, tapi tetap saja tidak ada yang mengangkat.
Kemana mereka? jika terlalu lama, bagaimana operasi tuan Aiden bisa dilaksanakan. Ya Tuhan, tolong bantu aku, gumam pria itu sambil merapatkan doa. Berkali-kali Rustam mencoba menghubungi semua orang, hingga akhirnya dia memutuskan menelpon rumah.
"Halo" seseorang dari kejauhan telah mengangkat telpon.
"Halo bu, ini saya Rustam. Mobil pak Aiden mengalami kecelakaan" lelaki berkumis itu memberikan kabar pada orang di seberang sana.
"Apa?!" Sontak saja wanita yang mengangkat telpon itu histeris dan menjatuhkan telpon yang sedang digenggamnya. Pandangannya tiba-tiba mengabur dan dia tak kuasa menahan tubuhnya hingga terhuyung ke arah kursi.
Calvin yang melihat kejadian itu langsung memegangi tubuh sang ibu agar tidak jatuh. Kemudian mendudukkannya di sofa. Sambil menyuruh pelayan memngambilkan minum untuk sang ibu. Calvin mengambil ponsel itu dan melanjutkan percakapan.
" Halo, ini siapa?" Tanyanya penasaran.
"Tuan Calvin ini saya Rustam, tuan Aiden mengalami ke celakaan. Beliau tidak sadarkan diri dan sekarang ada di Medica Center" jelas supir itu padanya.
"Baiklah aku akan segera ke sana" tukasnya. Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Calvin.
Louis yang baru saja pulang dari kantor, melihat sang istri yang begitu tegang dan panik meminta penjelasan pada putranya.
"Apa yang terjadi? Kenapa mamamu sampai seperti ini?"
"Barusan, ada telpon dari pak Rustam. Dia bilang Aiden kecelakaan dan kondisinya kritis," jelas Calvin pada sang ayah.
"Kita harus menemuinya sekarang juga, ayo kita menyusul mereka," Louis begitu panik mendengar berita kecelakaan sang anak tertuanya. Dia bergegas ke kamar untuk bersiap-siap menemui Aiden.
Sementara itu, Calvin yang melihat sang ayah telah menjauh, diapun mendekati ibu berbaring di sofa.
"Mama, bangunlah. Tidak ada siapa-siapa disini sekarang. Ayo bangunlah," Calvin sedikit mengguncang tubuh sang ibu memastikan ibunya itu hanya berpura-pura.
"Bagaimana akting mama tadi, baguskan? " Tanya Alia sambil tersenyum pada sang anak.
"Sempurna, mama memang benar-benar drama queen. Aku ga mengira mama akan berbuat seperti ini,"
"Hidup itu harus pintar sayang, kalau kau mau jadi orang sukses kau harus bisa mengendalikan orang disekitarmu. Dengarkan aku putraku. Aku sudah merencanakan semuanya dengan matang, pergilah ke rumah sakit sekarang juga dan kau harus pastikan anak sialan itu tidak bisa diselamatkan. Kita akan memesan peti mati untuknya secepatnya," ucap Alia dengan memperlihatkan senyum seringainya.
Calvin mengerti mengapa sang ibu tiba-tiba histeris dan panik, ternyata sang ibu yang merencanakan kecelakaan dari sang kakak dan sekarang wanita itu sedang mengelabui sang ayah dengan semua kepura-puraannya.
"Papa sudah siap, papa yakin kita akan pergi malam ini juga?" Calvin yang melihat hari mulai malam, memastikan sang ayah akan pergi hari itu juga.
"Hmm aku yakin," jawab pria paruh baya itu tanpa keraguan.
"Aku ikut," seru Alia mencari perhatian.
"Kau di rumah saja, lihatlah kondisimu kurang sehat. Biar aku dan Calvin yang ke rumah sakit," cegah Louis pada sang istri. Dia khawatir dengan kondisi sang istri saat ini.
"Tapi Aiden juga putraku. Aku juga ingin menemaninya disaat terburuknya," rengek wanita itu menarik simpati sang suami.
"Ma, lebih baik mama dirumah saja biar aku dan papa yang pergi," Calvin membujuk sang ibu.
Ibu dan anak ini benar-benar licik. Mereka mencoba membuat Louis percaya bahwa mereka benar-benar mengkhawatirkan Aiden.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments