Hari yang sangat sulit bagi Keenan, jujur saja ia tidak sanggup melihat wajah sendu adiknya saat membujuk dirinya pulang. Keenan sudah berada di kabin pesawat, ada banyak orang di dalamnya, namun Keenan tetap saja merasa bahwa ia sendirian, merasa bahwa ia hidup sendirian di duni dan tidak ada tempat bercerita, yah.. itupun juga hanya Hino yang selama ini ia percayai.
"Hati hati, Keen" Ucap Hino meraih tubuh Keenan, memeluk sambil menepuk-nepuk punggungnya. Keenan membalas pelukan sahabat, wajahnya datar saja, namun dari lubuk hatinya ia sangat sangat berterima kasih kepada sahabatnya itu.
"Thanks Hin." Ucap keenan Sambil menepuk-nepuk punggung Hino.
"Beri kabar kalau kau sudah sampai." Ucap Hino sambil melepas pelukannya.
"Iya, Yasudah aku pergi dulu" Pamit Keenan, Hino mengangguk, ia menatap punggung sahabatnya yang lenyap di barisan antrian penumpang lain.
Itu adalah percakapannya dengan Hino sebelum berangkat.
Di kabin pesawat. Keenan sadar, kekayaan sebanyak apapun bukan menjadi kunci kebahagiaan, mungkin Keenan akan dihujat orang-orang saat mengatakan hal ini, namun itulah yang dirasakan olehnya, Papa Lukman yang egois tidak mengizinkannya untuk mengejar mimpinya, selama ini ia hanya membela dirinya sendiri, bahkan mamanya juga menganggap bahwa ini adalah hal sepele antara ayah dan anak, namun Keenan merasa bahwa dirinya seakan dipenjara di dalam rumah mewah itu.
Keenan melihat gumpalan awan yang dilihatnya dari balik jendela, ia tersenyum tipis. Berharap gumpalan awan yang indah itu layaknya nasib dirinya kedepannya, putih nan bersih serta bergerak dari 1 tempat ke tempat lainnya untuk dicintai para pecinta langit yang berpijak di bumi.
***
Hari sudah sore, Keenan membuka matanya di kamar apartementnya, ia nampak tidak sanggup untuk membangunkankan tubuhnya yang cukup lelah. Ya, Keenan sudah sampai di tujuannya, sekitar setengah jam ia berada di pesawat dan langsung menuju apartement yang sudah Ia kontrak sejak 3 jam yang lalu.
"Ah sudah sore, kenapa waktu begitu cepat, aku masih ingin tidur padahal" Keluh Keenan masih dengan suara parau dan wajah bantalnya. Keenan memaksa tubuhnya untuk bangun, sedikit menggeliat dan mengucek-ngucek matanya.
Ia beranjak dari ranjang tidurnya dan hendak membuka laptop, dengan kurang kerjaan, Keenan membuka pesan-pesan E-mail tentang perusahaan Papanya yang sudah jelas ia akan ia tinggalkan, "Ck bodoh. kenapa juga aku membuka E-mail ini"
Entahlah, mungkin karena ini adalah kebiasaan Keenan semenjak bekerja sebagai wakil direktur perusahaan Papanya. Menyadari kebodohannya Keenan hendak menyimpan kembali laptopnya, matanya yang masih sayu terkejut dengan pesan E-mail baru saja masuk. Dengan rasa malas disertai mata yang masih sedikit mengantuk, Keenan mengucek-ngucek kembali matanya dan melihat E-mail yang baru saja masuk.
"Pustaka Bandung?"
Keenan mengeryitkan alisnya, menghentikan jarinya yang sedang mengarahkan kursor laptopnya sana sini, ia kemudian penasaran dan membuka pesan itu. Matanya membulat sempurna dan tidak percaya atas apa yang ia lihat.
"Ap-apa?!" Keenan membulatkan matanya, "apa aku tidak salah lihat?" Ucapnya lagi. Keenan buru-buru me refresh aplikasi e-mail di laptopnya kemudian membukanya kembali, takut jika pesan e-mail itu hanyalah bug aplikasi atau laptopnya. Matanya kini membulat sempurna, ia sangat senang dan tidak menyangka.
"Aku diterima? astaga yang benar saja" Keenan masih tidak percaya atas apa yang ia lihat. Ya, sejak minggu lalu Keenan memang sudah mencari pekerjaan di bandung sebelum bertengkar hebat dengan Papanya, kerja apa? tentu saja di kantor produksi buku-buku yang lumayan besar dan terkenal, Pustaka Bandung. Sebuah perusahaan buku-buku yang sangat digemari oleh beberapa pecinta cerita fiksi.
Keenan terdiam sejenak.
"Sebentar, kenapa bisa sangat mudah aku diterima di perusahaan itu?" Keenan bingung sendiri, berharap ini bukanlah tipu-tipuan dari orang yang tidak bertanggung jawab. Sesaat kemudian, Ponselnya berbunyi pertanda ada pesan yang masuk. Entah mengapa tangannya buru-buru ingin segera membuka ponselnya, dan benar saja, Keenan tidak percaya atas apa yang ia lihat, sebuah pesan ucapan selamat dari dari E-mail perusahaan yang tampilannya sama seperti di laptopnya.
"Kenapa bisa semudah itu ya? padahal aku ingin merasakan sulitnya mencari kerja" Ucap Keenan demikian, ia diam sejenak.
"Ah, seharusnya kau senang, bodoh" Keenan mengumpati dirinya sendiri, menyesal dengan perkataannya, ia masih menggenggam ponselnya dan menatap ke arah depan.
"Huft, baiklah Lupakan. Lebih baik aku mempersiapkan diri untuk interv..."
*Ponsel berdering..
"Ck, siapa in..?" Keenan melihat ke tampilan layar ponselnya, "Hino? astaga aku lupa memberitahunya bahwa aku sudah sampai"
Gumam Keanan kemudian menekan tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo Keen. Bagaimana? kau sudah sampai kan?" Tanya Hino memulai obrolan di seberang sana.
"Iya, Hin. Aku sampai sejak 3 jam yang lalu, dan aku sudah menempati apartement yang ku maksud, ah iya aku lupa memberitahumu tadi, aku cukup lelah dan akhirnya malah tertidur"
"Ooh baiklah. Aku pikir ada sesuatu lagi yang terjadi" Ucap Hino, kekhawatiran Hino berhasil membuat hati keenan menghangat, ia bersyukur, setidaknya ada 1 orang yang mendukung jalannya saat ini.
"Yasudah, kalau ada sesuatu yang menyulitkanmu jangan sungkan untuk memberitahuku" Tutur Hino yang mengerti atas apa yang sahabatnya alami.
"Hm, maafkan aku yang selalu merepotkanmu" Ucap keenan yang merasa berhutang budi pada sahabatnya itu.
"Ah tidak masalah, sudahlah aku ada urusan, semoga rencanamu berjalan dengan lancar"
"Baiklah terimakasih, tutup saja teleponnya"
*Telepon terputus...
Keenan menyimpan ponselnya, ia menghela nafas, setidaknya dengan bantuan dan kesediaan Hino membuatnya bersemangat untuk menjalani hari-hari selanjutnya. Keenan berbaring di sofa, meletakkan tangannya di balik kepala, tatapannya terkunci ke langit-langit kamar.
Tidak ada kata semangat dari orang tua merupakan hal yang sedikit menyakitkan. Begitulah yang dirasakan oleh Keenan, ia hanya ingin tumbuh dewasa dengan pilihannya sendiri, lagi pula impiannya tidak merugikan orang lain dan tidak begitu repot seperti memikirkan pemasukan dan pengeluaran perusahaan, bukan?
Mungkin orang-orang menganggap Keenan tidak bersyukur, namun justru apa yang dilakukannya adalah sebuah cara agar ia sesekali melihat kebawah dan memiliki rasa syukur. Meskipun sedikit dingin kepada orang-orang baru, Keenan adalah pria baik nan rendah hati yang penampilannya pun sederhana. Ya, Keenan sederhana, keegoisan Papa Lukman lah yang membuatnya seakan perpenampilan seperti penguasa.
Kehidupan baru mungkin akan dimulai sejak hari itu. Di mana Keenan me non-aktifkan nomor ponsel utamanya dan seluruh sosial medianya agar keluarganya tidak menghubunginya. Keenan sedikit dibuat gelisah dengan tindakannya yang satu ini, ia tahu ini salah, namun inilah jalan satu-satunya agar ia tidak terus terjerumus pada keegoisan Papanya lagi. Mungkin suatu saat ia akan kembali pada keluarganya, tapi bukan sekarang. Keenan berharap ada kebahagiaan yang datang di sela-sela kehidupan barunya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Elzi Lamoz
Penulisan rapih dan sangat teliti.
Mungkin bakal lanjut lagi nanti.
Di tunggu feedback-nya ya kak.
Judul karyaku "Reinkarnasi menjadi wanita"
See you kak
2024-02-11
0