CLUB MALAM

Arumi berjalan ke kelas pada jam pelajaran ke tiga, dengan wajah kesal.

"Heh! Ku kira enggak masuk. Ke mana aja sih?" tanya Yosi, menyambut langkah kaki Arumi di pintu kelas.

"Telat setengah menit doang. Dasar tuh satpam bereng*ek. Telat 30 detik doang gak mau bukain dia. Hais!"

"Telat? Kok bisa?" tanya Stella menatap kaget.

"Mobilku mogok, tadi."

"Mogok?! Kenapa kamu gak menelepon kami?"

Arumi diam, berlagak sedang mengeluarkan buku dari dalam tasnya.

"Heh!" Yosi menepuk keras punggungnya. Di tanya, juga."

"Udah kesiangan," jawab Arumi datar.

Kelas berlangsung normal, sampai seorang siswa kelas satu muncul di pintu kelas 5 menit sebelum bel istirahat berbunyi.

"Arumi di panggil Pak Arga di ruang kesiswaan jam istirahat," kata anak itu pada guru kelas yang tengah mengajar di depan.

Pak Burhan menoleh ke belakang, tatapan matanya jatuh tepat di mata Arumi.

"Kau mendengarnya?" tanya wali kelas tua itu galak.

"Ya, Pak," jawab Arumi malas.

"Mau apa sih orang itu. Kurang puas sudah menghukumku menulis selama satu jam pelajaran penuh," gerutu Arumi, berbisik kesal.

"Kamu sih, pakai acara terlambat segala."

Arumi diam, dalam hati dia mengumpat marah pada Arga yaang sudah membuatnya terlambat tapi malah menghukumnya.

Tepat bel berdering, Arumi berjalan seorang diri ke ruang kesiswaan.

"Ada apa lagi?" tanya Arumi, masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

Arga mendongak. "Tidak bisakah kau mengetuk pintu dengan sopan sebelum masuk?" tanya Arga.

"Kau kan mengundangku. Seharusnya kau tahu aku akan masuk begitu bel istirahat berbunyi, kan."

Arga menatap kosong. "Duduk!" perintahnya dingin.

"Mau apa lagi. Aku lapar, mau makan. Kau tahu kan tadi pagi aku bekum sempat sarapan."

"Duduk!"

Arumi mendengus keras, membanting pintu di belakangnya lalu duduk di depan Arga.

"Tanda tangani perjanjian ini."

"Perjanjian apa?" tanya Arumi, menatap selembar kertas yang di sodorkan Arga padanya.

"Perjanjian pernikahan kita."

"Tidak mau!"

"Kalau begitu aku akan memaksamu."

"Ini sekolah. Urusan pribadi, akan kita bahas di rumah, bukan di sini!" kata Arumi tegas, lalu berdiri dan keluar dari ruangan Arga tanpa meminta ijin.

Dengan raut muka kesal Arumi berjalan ke kantin sekolah. Sementara Arga berdiri di balik jendela ruang kerjanya, menatap Arumi dari kejauhan.

"Hai, my princess. Murung aja sih sejak pagi ku perhatikan." Seseorang merangkul pundak Arumi dari belakang.

"Aku sedang kesal banget Dan." Arumi mengeluh.

"Butuh hiburan?"

"Ya." Arumi mengangguk. "Tapi nanti saja pulang sekolah. Sekarang aku lapar, mau ke kantin."

"Ooh, lapar rupanya. Pantas saja persis grumpy."

Arumi berbelok ke kantin sekolah, dengan lengan Dandy masih berada di pundaknya. Dimas, adalah sahabat Arumi sejak keduanya masih sama-sama duduk di bangku TK. Mama Dandy dan Mama Arumi juga bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMA. Jadilah Dandy dan Arumi menjadi sepasang sahabat seru sejak masa kanak-kanak hingga sekarang.

Arumi dan Dandy menghilang ke dalam pintu kantin. Dari balik ruang tertutup di ujung deret ruang guru, Arga mengunyah lidahnya sendiri. Ada rasa kesal melihat seorang wanita yang telah disahkan menjadi istrinya, disentuh oleh pria lain begitu saja. Meski Arga tidak mencintai Arumi, tetap saja harga dirinya merasa terlempar melihat istri sahnya seenaknya berpelukan di tempat umum seperti itu.

Arga duduk, menarik ponsel di sakunya.

Jam pulang sekolah ku tunggu di perempatan jalan. Send Arumi.

Ponsel Arumi berdenting, Arumi menariknya dari saku baju dan membukanya. Gejolak kemarahan semakin menguasainya setelah membaca pesan Arga.

Arumi menumpahkan sambal ke mangkuk baksonya tanpa ukuran. Rasa kesal yang menguasainya harus dia lampiaskan pada makanannya atau dia akan marah-marah sepanjang hari pada siapa pun yang berani mendekatinya dalam jarak kurang dari lima meter.

"Rumi. Kamu sedang benar-benar marah, ya? Memangnya Pak Arga menghukummu apa lagi?" tanya Yosi yang duduk di depan Arumi sudah menghadapi mangkuk bakso sejak bel istirahat berbunyi.

"Tidak ada. Hanya memintaku menandatangani jumlah poin saja," jawab Arumi kesal.

"Kamu benar-benar butuh refreshing, Arumi. Bagaimana kalau kita jalan ke diskotik sore nanti?" Dandy menawarkan.

"Sepertinya asik. Tapi pulang sekolah aku mau membeli baju dulu untuk ganti, lalu pergi ke salon. Aku butuh treatment untuk melemaskan otot-otot saraf yang tegang."

"Tidak pulang? Mama Papa di rumah?"

Arumi mengangguk, mulutnya penuh bakso pedas.

"Baiklah, aku akan mengantarmu nanti."

"Tidak perlu, Dan. Kami akan menemaninya berbelanja dan ke salon, tapi malam ini kami absen dulu ke diskotik."

"Kenapa?" tanya Arumi mendongak menatap Stella sambil berdesis pelan.

"Aku ...." Stella melirik Yosi.

"Ada apa sih?!" tanya Arumi kesal karena dibuat penasaran.

"Aku akan pakai headset kalau kalian butuh privasi," kata Dandy, mengeluarkan headset dari kantung dan segera memakainya. Dia membesarkan volume lagu di ponselnya, agar ketiga wanita itu yakin dia tidak bisa mendengar percakapan mereka.

"Tidak, sebenarnya bukan karena ada Dandy. Tapi...."

"Jangan bikin aku tambah bete, deh!" sungut Arumi.

Stella mengeluarkan ponsel, mengetik sesuatu lalu menunjukkannya pada Arumi.

Arumi membelalak kaget setelah membaca pesan di ponsel Stella. "Berapa lama?" tanyanya.

"Lima hari."

"Sudah kau pastikan?"

"Sudah. Tetapi tidak. Atau mungkin belum tampak."

Arumi menghela nafas panjang, melirik Dimas yang sibuk dengan baksonya.

"Kau boleh memberitahunya. Mungkin Dandy punya solusi," kata Stella.

"Ya. Aku akan bertanya padanya nanti. Kamu sih, sembarangan barang diterima."

Stella nyengir masam.

"Bukan aku berdoa ya, Stell, tapi ... bagaimana misal benar-benar terjadi?"

"Aku tidak tahu, belum memikirkannya," jawab Stella.

"Baiklah, kita pikirkan bersama, nanti."

Stella mengangguk. "Terima kasih."

Bel masuk berbunyi tepat Arumi menghabiskan seruputan terakhir es sirupnya.

Pulang sekolah, Arumi langsung masuk mobil Stella, tanpa memberi kabar pada Arga. Ketiganya meluncur pergi meninggalkan sekolah, langsung menuju butik langganan mereka. Mendapatkan baju yang mereka inginkan, ketiganya segera menuju salon langganan.

"Wah, Arumi. Sudah lama gak datang kemari. Ke mana aja sih," sapa pemilik salon, Miss Gerinda.

"Sibuk banget, Miss." Arumi menyapa, langsung mengambil tempat kosong di dalam. "Lengkap," katanya.

"Wah wah ... tentu. Servis terbaik untukmu, Arumi. Mau sama eike, atau yang lain?" tanya wanita dengan tinggi 170 body cewek korea itu.

"Gak ah, hari ini aku mau sama Neyla saja, kalau dia free."

"Iih, kok Neyla, sih. Kan eike bisa loh kasih servis terbaik," kata pemilik salon cemberut.

"Aku lagi gak pingin dengar kamu berisik di telingaku. Aku butuh treatment ketenangan."

Miss Gerinda tertawa lebar, memukul pelan pundak Arumi sambil meneriakkan nama Neyla.

Stella dan Yosi mengambil tempat di dua kursi kosong lain. Yosi bersama satu wanita lain yang memberikan servis terbaiknya, sementara Stella bersama miss Gerinda. Arumi dan Yosi tahu, Stella kalau sedang stres memang lebih banyak bicara dan lebih senang ngobrol seru untuk mengalihkan pikirannya dari masalah yang sedang menjadi bebannya.

Empat jam berada di salon, ketiganya keluar dengan perasaan puas dan wajah berseri.

"Kamu serius gak ingin ikut?" tanya Arumi menatap Stella.

"Setelah treatment dan segar, rasanya aku jadi ingin ikut dengan kalian," kata Stella, menatap ingin pada Arumi dan Dandy. Saat ketiganya keluar dari salon, Dandy memang telah menunggu di tempat parkir dengan mobil sport mewahnya.

"Kalau begitu kenapa tidak?" tanya Dandy. "Tinggalkan saja mobilmu di sini, kita bisa mengambilnya besok pagi."

"Tapi ...."

"Kita gak akan pulang terlalu larut, kok. Jam 10 paling lambat." Arumi meyakinkan.

"Bukan itu. Aku takut alkohol akan ...."

Arumi mengerutkan kening. "Kau berencana mempertahankannya?" tanya Arumi curiga.

"Entahlah. Tetapi rasanya aku sangat jahat kalau sengaja mencelakainya," jawab Stella murung.

"Oke. Kau tidak akan menyentuh alkohol sedikitpun. Kita minum koktail."

Arumi menatap ingin, tapi terlihat ragu.

"Kami akan memastikan kamu tidak menyentuh alkohol sedikitpun, Stella." Yosi ikut meyakinkan.

Dua puluh menit berikutnya, empat remaja itu telah memasuki bangunan dengan gemerlap cahaya malam yang membawa kesenangan, tanpa tahu bahwa seseorang di rumah sedang mondar mandir cemas di ruang utama sambil berkali-kali melirik jam tangannya. Sebatang ponsel menempel di telinga dalam mode panggilan aktif.

"Ke mana kau, Arumi!" geram Arga marah.

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

arumi dkk pergi club mlm menghilangkan penat dan butuh refresing katanya...

2024-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!