Yosi, Stella, dan Arumi keluar dari mall setelah puas bermain di pusat permainan, nonton bioskop, dan karaoke. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam saat mobil mereka meluncur keluar dari area parkir.
"Wow, sudah gelap," kata Yosi, menatap langit dengan tawa lebar.
"Padahal kita belum jadi makan steak."
"Kalian bener gak mau aku antar pulang?" tanya Arumi, menatap kedua sahabatnya.
"Enggak apa-apa, Rumi. Kita masih mau makan malam. Kamu beneran gak lapar?" tanya Yosi.
"Lapar sih, tapi kalian baca sendiri kan wa bokap. Aku bisa dikunciin pintu kalau belum sampe rumah dalam 20 menit," keluh Arumi cemberut.
"Tumben banget sih bokap kamu kek gitu, Rumi?" Stella ikut cemberut.
Arumi hanya bisa mengangkat bahu dengan kecewa. Sebenarnya bukan ayah Arumi yang mengirim pesan, melainkan Arga. Pria itu sudah sampai di rumah dan belum melihat mobil Arumi, jadi ia mengirimnya pesan dan memintanya pulang saat itu juga.
"Ya sudah, mungkin bokap kamu lagi pingin makan malam sama anak gadisnya yang manja. Jarang-jarang kan dia makan malam di rumah. Dah pulang sono gih, turunin kita di steak grumpy di depan sana." Yosi tersenyum lebar.
"Kalian hati-hati, ya. Maaf meninggalkan kalian di sini, padahal aku yang membawa kalian bolos." Arumi cemberut saat kedua sahabatnya turun dari mobil di depan warung steak kegemaran mereka.
"Aah, sudahlah. Jangan pikirkan kami. Cepat pulang, atau kamu tidak bisa sampai di rumah tepat waktu." Yosi merunduk, melambai pada Arumi.
"Oke. Aku pergi dulu, ya. Bye...!" Arumi melambai pada kedua temannya.
Sepuluh menit kurang 30 detik, mobil yang dikemudikan Arumi dengan kesetanan di jalan, berhenti di pelataran rumah Arga. Arumi turun, berjalan cepat memasuki rumah.
Ceklek!
"Cepat mandi dan ganti pakaianmu, lalu makan." Suara dingin menyambut kedatangannya dari arah dapur. Arumi mendengus keras. Langkah kakinya berat menaiki anak tangga demi anak tangga. Sungguh tinggal di sini sangat memuakkan.
Arumi masuk ke dalam kamar, membuang tasnya di atas tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi. Arumi berendam, membuang segala penat yang memenuhi kepalanya sejak dua hari yang lalu.
"Mandi saja seperti orang mati. Lama sekali." Arga menggerutu saat melewati tubuh Arumi di pintu dapur. Kepalanya tegak ke depan, seolah dia sedang mengomeli binatang alih-alih istrinya.
"Heh! Suka-suka aku dong. Mau mandi satu jam, dua jam, tiga jam ...." Arumi berbalik, memelotot ke belakang kepala Arga yang bergerak menjauh, namun senyum iblis tiba-tiba terkembang di bibir merahnya yang tipis. "Ooh, atau kau menungguku untuk makan malam bersama? Rindu menatap wajahku di meja makan rupanya?!" tanya Arumi sinis.
Arga menoleh, mendengus pelan, lalu kembali berjalan meninggalkan Arumi seorang diri di meja makan.
Arumi makan seperti wanita kesetanan. Ia mengunyah makanan dengan kasar, seolah setiap butir nasi di dalam mulutnya telah membuat berjuta kesalahan yang selama beberapa hari terakhir ini menimpanya.
Usai makan Arumi mencuci piring. Untungnya Arga juga telah mencuci peralatan makan yang usai digunakannya, sehingga Arumi tidak perlu mengotori tangannya untuk mencuci piring dan gelas bekas mulut Arga.
Arumi berjalan keluar, berniat untuk langsung mengurung diri di dalam kamar. Tetapi melihat Arga yang sedang bertelepon sambil menonton televisi dengan wajah yang jauh lebih ramah dari biasanya, rasa penasaran Arumi mengoyak isi kepalanya, memaksa pengendali seluruh anggota gerak itu untuk memerintah tubuhnya agar menjahili Arga.
Arumi berjalan ke arah sofa tempat di mana Arga duduk menonton televisi. Dengan gerakan santai Arumi duduk di samping Arga, meraih remote tv di atas meja dan mengganti salurannya. Tahu Arga memperhatikannya dengan heran, namun Arumi berlagak seolah tak melihat Arga di sana.
"Hei! Apa kau tidak melihat aku sedang menonton siara bola?" tanya Arga dingin. "Oh, tidak. Maaf El, aku mungkin akan ke rumahmu besok, kalau tidak sibuk. Ku usahakan. Bye," lanjutnya berbicara di telepon, lalu mengakhiri sambungan.
"Sini!" Arga merebut remote tv di tangan Arumi, lalu mengembalikan channel tv ke siaran bola yang tadi di tontonnya.
Arumi tersenyum miring, tatapan iblis matanya menyorot tajam ke arah televisi yang menampilkan acara sepak bola.
"Akan ku buat kau tidak betah berada di rumahmu sendiri, Arga. Lihat saja, kalau kau tidak menceraikanku dalam waktu tiga bulan ke depan, jangan panggil aku Arumi! batin Arumi marah.
Arumi menonton siaran sepak bola dengan penuh semangat. Tubuhnya membungkuk di atas sofa, menatap tajam siaran televisi layar lebar di hadapannya. Arga yang bersandar tenang, tersenyum mencibir melihat tingkah Arumi yang sok mengerti bola.
"Pelanggaran! Bo*oh! Ke mana wasitnya!" teriak Arumi keras, seolah dia sedang berada di tengah lapangan bola. Arga mengerutkan kening. Itu tadi memang pelanggaran, tetapi sangat tipis. Bahkan sebelum teriakan dia orang penonton di tribune teratas, hampir seluruh penonton di stadion tidak menyadari bahwa itu sebuah pelanggaran.
"Apa anak ini benar-benar mengerti aturan permainan bola, atau hanya berteriak setelah melihat dua penonton yang berteriak di atas tribune?" batin Arga, melirik Arumi dalam diam. Meski Arga menyadari Arumi berteriak satu detik lebih cepat dari tampilan dua penonton di televisi, tetapi mengakui Arumi mengerti tentang permainan bola agaknya terlalu memalukan bagi Arga.
Arga kembali menatap layar televisi, menunggu-nunggu saat momen pelanggaran kecil seperti tadi terulang lagi, namun hingga waktu habis tidak ada lagi pelanggaran yang membutuhkan ketelitian seperti yang terjadi di awal tadi.
Di sepanjang pertandingan, Arumi berkali-kali berteriak. Arga berkali-kali hampir ikut berteriak, namun selalu menahannya tepat waktu. Berteriak bersama seorang Arumi, memalukan sekali rasanya, meski dia dapat merasakan euforia yang sangat tinggi saat menonton bola bersama Arumi, di banding seorang diri.
Usai acara bola, Arumi naik ke kamarnya, menyerah. Arga ternyata benar-benar patung es yang tak tergoyahkan. Entah introvert model apa dia, bisa-bisanya menonton pertandingan bola seperti tadi tanpa bergerak sedikit pun, apa lagi berteriak. Dia hanya duduk diam bersandar dengan tenang, seperti sedang menonton sinetron yang sangat tidak menarik baginya.
Sepeninggal Arumi, Arga meraih ponsel. Membuka satu media sosial miliknya dan mengaktifkan mode private sebelum mengakses sosial media yang sama atas nama Arumi. Arga menatap bulatan hijau yang menampilkan stori Arumi, namun kosong. Arga menunggu, menatap bulatan hijau itu tanpa berkedip, hingga....
Bulatan hijau menyala terang, menandakan si pemilik akun telah mengunggah ceritanya. Cewek, biasanya akan menumpahkan perasaannya di akun media sosial, dan Arga ingin tahu perasaan Arumi setelah dia gagal mengerjainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
cwek biasanya akan curhat disosial media arga lg cek sosial media istrinnya.....
2024-01-24
1