Jangan lupa tinggalkan jejak.
Olsen benar-benar berulah seharian ini, remaja itu menanyakan dimana keberadaan suster Hasya, para perawat yang berjaga di buat pusing karenanya.
Sampai kepala ruangan turun tangan, menghubungi Hasya untuk berangkat lebih awal dari jadwal masuk sif malam, dengan terpaksa, gadis itu berangkat usai Maghrib.
Br. Ardi yang berjaga sif siang, bernafas lega melihat kedatangan rekannya, Lelaki berusia tiga puluhan itu tak lepas dari tingkah iseng ABG labil itu, "Syukur Lo dateng cepet Sya, gue pusing sama tuan muda Lo, bawel banget gila," keluhnya.
Hasya tersenyum kecut menanggapinya, "Iya tadi Bu Prapti sampai telpon gue, makanya gue dateng cepet ini, niatnya gue mau tukeran lantai sama Mirna, eh malah di suruh berangkat buru-buru, amsyong gue," ujarnya sambil melepas sweater cokelat miliknya.
"Ya udah sana, Lo masuk, dia belum mau makan dari siang, ribet banget deh tuan muda," keluh Heni.
Dengan terpaksa Hasya memasuki ruangan dimana remaja labil itu dirawat, seperti biasa ia akan mengetuk pintu dulu, "Selamat malam tuan, bagaimana kondisi anda saat ini?" tanya Hasya berbasa-basi, menunjukkan senyum secerah mentari pagi, senyum yang memperlihatkan lesung pipinya.
Melihat kedatangan suster Hasya, Olsen tersenyum senang, sejenak ia terpesona dengan senyum manis itu, "Kenapa suster baru datang? Terus kenapa telpon aku nggak diangkat, pesan aku nggak di bales?" Mengingat seharian ia tak ditanggapi, mendadak ia kesal.
Selalu saja ABG labil ini menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, Hasya berucap dalam hati, "Maaf tuan, saya dinas malam dan baru nanti jam sembilan saya mulai bekerja, sedangkan handphone sengaja saya silent, karena saya harus tidur seharian jika saya masuk sif malam," jawabnya beralasan.
Hening beberapa saat, sampai terdengar bunyi krucuk...krucuk, sepertinya ABG labil itu kelaparan, wajahnya memerah, "Apa anda belum makan tuan?" Tanya Hasya berusaha menahan tawanya.
"Tentu saja belum, aku kan nunggu di suapi suster Hasya," sahut pasien berusia delapan belas tahun itu manja, Olsen bahkan memasang wajah memelas, mungkin berharap simpati dari suster cantik itu.
Hasya sampai heran bagaimana bisa, remaja yang bahkan badannya lebih besar darinya bersikap kekanak-kanakan seperti itu, mau tak mau akhirnya, dirinya mulai menyuapi Olsen dengan makanan yang di sediakan rumah sakit.u
"Bukankah suster Hasya belum mulai bekerja?" Tanya Olsen melihat perawat itu hendak keluar membawa nampan berisi piring bekas makannya tadi.
"Saya hanya menaruh ini di luar," jawab Hasya sambil mengarahkan dagunya ke nampan yang ia bawa.
Beberapa saat kemudian Hasya kembali masuk membawa nampan berisi obat dan alat medis, ia akan mengganti perban dan mengoleskan salep di bekas jahitan yang ada di perut sebelah kanan Olsen.
Hasya berusaha untuk tidak gugup saat mulai melihat dan menyentuh perut rata remaja itu, ia harus bersikap profesional sebagai perawat handal.
Setelahnya Hasya menawarkan lelaki itu untuk ke kamar mandi, tetapi di tolaknya, ia meminta perempuan itu untuk mengupas jeruk dan menyuapkan kepadanya.
"Tuan besok anda sudah pulang, karena luka anda sepertinya sudah kering, jadi tinggal rawat jalan saja," ucap Hasya memberitahu pasiennya.
Olsen mengangguk mengerti, "Apa setelah aku keluar dari rumah sakit, kita masih bisa bertemu?" tanyanya memasang wajah sedih.
"Tentu saja, seminggu kemudian anda harus ke dokter, untuk memeriksa luka anda," jawab Hasya sambil masih menyuapkan jeruk pada lelaki itu.
"Bukan itu maksud aku suster Hasya, kalau di luar rumah sakit apa kita masih bisa bertemu?"
"Mungkin saja jika tak sengaja kita bertemu di luar," jawab Hasya asal.
"Jangan pura-pura suster, aku tau, suster paham maksud aku, jadi bagaimana kalau nanti sepulang dari rumah sakit, kita bisa makan siang atau makan malam bersama?"
Hasya terdiam sebentar, berpikir bagaimana agar pasien VIP itu tidak tersinggung dengan ucapannya, terpaksa ia mengangguk menyetujuinya.
Gadis berseragam ungu muda itu, menemani Olsen sampai pukul setengah sepuluh malam, tak lupa ia membantu remaja itu untuk menyikat gigi dan mencuci wajahnya.
Ketika memastikan pasien itu tidur, Hasya keluar dari ruangan itu, menuju ruang perawat berada, rekan sif malam sudah berkumpul dan sif siang sepertinya sudah pulang.
Tepat pukul dua dini hari, ponsel milik Hasya bergetar, ia memeriksanya, ternyata ABG labil itu yang mengiriminya pesan,
ABABIL
Suster Hasya bisa ke sini sebentar.
Tanpa membalas pesannya, Hasya beranjak menuju ruangan empat nol delapan, hanya lampu tidur yang menyala.
"Tuan ada apa? Bisa saya bantu?" tanyanya,
"Bisa bantu saya untuk ke toilet?"
Hasya berdehem menyanggupinya, ia menuntut remaja itu untuk menyelesaikan hajatnya, seperti biasa dia hanya menunggu di luar pintu toilet.
"Apa suster Hasya sibuk?" Tanya Olsen saat dia sudah tiduran di ranjang pasien.
"Saya sedang menyusun laporan pasien," jawab Hasya jujur, ia menyelimuti remaja itu.
"Apa tidak bisa di gantikan dengan perawat lain?"
"Maaf sepertinya tidak bisa, soalnya memang itu bagian saya,"
"Kalau sudah selesai bisa kamu kesini temani aku?" Karena cahaya sedikit remang-remang Hasya tidak tahu seperti apa ekspresi remaja itu.
"Baiklah, jika nanti sudah selesai, saya akan usahakan ke mari," ujarnya asal, Ia ingin segera keluar dari ruangan ini, rasanya tak nyaman hanya berdua dengan pasien remaja itu, apalagi ia sempat mendapatkan tindakan tidak menyenangkan dari lelaki itu.
Sepeninggal Hasya, Olsen memainkan ponselnya, mencari tau media sosial milik suster itu, namun tak kunjung menemukannya, apa mungkin perawat itu tidak punya media sosial? Hingga ia tertidur.
Sampai jam kerjanya hampir habis, Hasya sama sekali tidak menampakan batang hidungnya, membuat remaja itu uring-uringan.
Ponsel di kantung celana Hasya sedari tadi bergetar, namun perempuan itu tak mengindahkannya, ia masih sibuk dengan perawat sif pagi untuk melakukan operan kerja.
Sampai namanya di panggil dari ujung koridor, sontak semua penghuni ruang perawat, menoleh ke arah sumber suara itu, Hasya tak menyangka remaja itu cukup nekad, terpaksa ia mengalihkan operannya pada rekannya yang lain.
"Kenapa anda bangun tuan?" tanya Hasya kesal, remaja ini benar-benar nekad.
"Abis kamu di telpon nggak diangkat-angkat," sahut Olsen menuju kamar mandi tanpa bantuan Hasya.
Seperti biasa Hasya membantu lelaki itu menyikat gigi dan cuci muka.
"Saya akan melepas infusan anda, karena nanti siang anda bisa pulang," tutur Hasya mulai membuka infusan yang melekat di punggung tangan kanan remaja itu.
"Apa setelah ini kamu langsung pulang?" tanya lelaki itu.
"Tentu saja, saya perlu banyak tidur,"
"Apa tidak bisa nanti siang kamu mengantarkan aku pulang?"
Hasya berpikir sejenak, "Nanti saya usahakan, tapi saya nggak janji,"
"Kalau begitu, aku akan pulang jika kamu ada di sini,"
"Baiklah, saya akan ke sini nanti siang," Hasya berpamitan pulang ke tempat kosnya, perempuan itu butuh tidur, karena nanti malam, dirinya harus kembali bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Whyro Sablenk
lanjutt
2023-12-03
2