bab 3 membahas pernikahan paksa

"Kak Rama bisa kita bertemu sebentar, aku ingin bicara dengan kakak." Pesan pun Bila kirim kan pada nomor kakak iparnya, nomor yang akhir-akhir ini lebih sering ia hubungi, tapi hanya untuk menjawab tentang keadaan Nurma keponakannya.

Pesan itu sudah terkirim namun masih belum di baca oleh si pemilik nomor.

"CK. Sibuk sekali apa?" Kesal Bila, sudah beberapa kali ia mengecek pesan yang ia kirim di baca atau tidak, namun memang si pemilik nomor masih belum terlihat online karena centangnya pun belum berwarna biru.

"Curang sekali dia, kalau dia yang mengirim pesan padaku atau menghubungi ku, aku harus langsung menjawabnya." Kesal kembali Bila rasakan, pasal nya kakak iparnya selalu menanyakan Nurma dan terkadang mengomel jika ia tak langsung menjawab panggilan kakak iparnya itu.

"Hah kesal sekali." Gumam Bila.

Bila pun meninggalkan handphone nya di atas nakas kamar nya, lalu karena Nurma belum tertidur ia pun mengajak Nurma bermain setelah ia selesai memandikan nya.

"Nurma sudah cantik dan wangi, anak siapa sih ini?" Gemas Bila menguyel-uyel bayi mungil itu hingga si bayi pun tersenyum menggemaskan.

"Ponakan aunty cantik banget sih, jadi pengen cium terus..." Bila terus saja mengajak main Nurma hingga ia tak sadar jika ada sebuah pesan yang masuk pada ponselnya.

Bila membawa Nurma ke luar kamar nya ia berniat untuk menidurkan Nurma yang tubuh nya sudah segar, tanpa melihat handphone nya seperti tadi, dan sebuah pesan pun kembali masuk, namun sayang Nabila sudah keluar kamar dan menutup pintunya seraya menggendong Nurma memakai kain gendongan.

***

Satu jam kemudian, setelah Bila menyuapi Nurma dan akhirnya bayi mungil itu pun terlelap dalam gendongan, Bila pun menidurkan Nurma di dalam kamarnya, sang ibu tengah sibuk memasak di dapur dan sang ayah yang sudah pergi bekerja sebagai PNS di sebuah instansi pemerintah.

"Tidur yang nyenyak ya sayang." Gumam pelan Bila seraya mengecup bibir kecil dan pipi chubby bayi mungil itu.

"Ah akhirnya aku bisa istirahat sebentar." Ucap Bila seraya merenggangkan kedua tangan dan bahu nya yang pegal akibat menggendong Nurma tadi. 

Tring. Sebuah pesan masuk membuat tatapan Bila teralihkan pada handphone nya yang tergeletak itu.

Bila terkejut saat membuka tiga pesan balasan dari Rama kakak iparnya, namun membuat Bila langsung dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan langsung bersiap diri.

'Jam 12 di Halal resto'

'jangan terlambat, aku sedang sibuk'

'jika terlambat batal'

Itulah rentetan pesan dari Rama, yang isinya seperti sebuah perintah.

Bila melihat jam di handphone. Ya ampun ini sudah jam 11.45 wib, yang itu artinya ia hanya memiliki waktu 15 menitan untuk menuju resto.

"Kakak ipar gila! Memangnya dari sini ke sana dekat apa?!" Kesal Bila jadinya.

"Ah aku juga sih kenapa tidak dari tadi membuka pesan dari kak Rama." Bila merutuki kebodohannya.

Bila pun dengan cepat meraih tasnya lalu memasukkan apa yang dia perlukan.

"Untung saja aku sudah mandi." Gumamnya dengan sibuk melangkahkan kakinya menuju ke luar rumah.

"Bu, aku titip Nurma ya." Teriak Bila.

"Memangnya kamu mau kemana?" Sang ibu membalas teriakan sang anak dan melihat anaknya terburu-buru.

"Aku mau keluar sebentar, ada perlu sedikit." Jawab nya.

"Urusan apa?" Penasaran sang ibu.

Bila menarik tangan ibunya dan menciumi tangan ibunya untuk berpamitan.

"Aku pergi dulu ya, Nurma masih tidur di kamar ku." Balas Bila tanpa menjawab pertanyaan sang ibu.

"Tapi..." 

"Doakan aku ya semoga urusan nya cepat selesai." Potong Bila langsung pergi begitu saja meninggalkan sang ibu yang keheranan.

"CK. Anak itu, urusan apa sih sebenarnya." Gumam ibu.

*

*

*

Pukul 12.10 wib Nabila baru saja sampai di depan restoran yang di beritahukan kakak iparnya.

Ia mencari keberadaan kakak iparnya yang pasti sudah sampai lebih dulu. Dan benar saja, jika Rama sudah duduk manis dengan memegang handphone nya, ia terlihat sibuk dengan ponselnya itu.

Nabila menarik nafas panjang, ia pun berniat menghampiri Rama, namun ia melihat sang kakak ipar itu berdiri dan terlihat beranjak seakan ia akan pergi, membuat Nabila pun berlari mendekati sang kakak ipar.

"Maaf kak Rama aku terlambat." Ucap Nabila sedikit terengah-engah.

Rama menatap ke arah Nabila lalu ia pun melihat pergelangan tangannya.

"Kamu terlambat 10 menit." Ucap Rama dengan wajah dingin.

Nabila tersenyum kaku. "Maaf kak, aku baru membuka pesan dari kakak. Terus tadi juga aku sulit mendapatkan kendaraan, jadi..."

"Duduk!" Titah Rama dengan suara tegasnya, ia tak mau mendengar alasan adik iparnya itu yang akan membuang waktu nya yang sangat terbatas.

Nabila duduk setelah Rama kembali duduk. Mereka duduk berhadapan.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanpa basa-basi Rama langsung menanyakan alasan mereka bertemu.

"Aku akan langsung saja, kenapa kak Rama mau menerima perjodohan kedua orang tua kita?" Tanya Bila menatap serius kakak iparnya itu.

Rama menyandarkan tubuhnya dengan kedua tangannya ia lipat di dada.

"Kak Naura baru enam bulan yang lalu meninggal, apa kakak sudah melupakan mendiang istri kakak sendiri? Istri yang sudah berjuang melahirkan Nurma kedunia ini." Cecar Bila dengan menggebu mengingatkan kembali bagaimana perjuangan kakak kandung nya.

Rama yang di ingatkan akan hal itu diam tanpa membalas ucapan Nabila, dengan tatapan dingin pada adik iparnya, yang wajah nya hampir mirip dengan almarhum istrinya.

"Kakak tahu bagaimana setiap harinya kak Naura merindukan kakak, di saat hamil tanpa ada suami di samping nya, apa kak Rama mau menghianati cinta kak Naura?" Kembali Bila mengungkapkan kekesalannya.

"Seharusnya kak Rama menolak perjodohan kita ini." Ungkap Bila yang memang tak menginginkan pernikahan mereka terjadi.

"Baiklah, jika kamu tidak mau perjodohan ini terjadi, aku akan memberi tahukan kedua orang tua ku untuk membatalkan acara lamaran kita." Ucap Rama dengan wajah seriusnya, tidak ada ekspresi kaget, terkejut atau pun marah.

"Aku akan melamar perempuan lain saja untuk menjadi ibu sambung Nurma." Lanjut Rama yang membuat Nabila terkejut mendengarnya.

"Apa? Jadi Kak Rama sudah memiliki calon ibu untuk Nurma?" Tak percaya dengan ungkapan Rama kakak iparnya. Kakak ipar yang terlihat mencintai istrinya ternyata dengan begitu mudahnya melupakan kakak kandung nya benar-benar terdengar ba-ji-ngan.

"Nurma membutuhkan seorang ibu, aku akan mencari calon ibu sambung yang cocok untuk menjadi ibunya nanti." Tekan Rama saat berbicara.

Hati Bila jadi merasa tidak nyaman mendengar akan hal itu, ia seakan tak rela jika Nurma memiliki ibu sambung yang ntah bagaimana nanti sifat ibu sambung nya itu, tapi jika dia harus menjadi istri kakak dan ibu sambung Nurma rasanya ia tak sanggup, bagaimana pernikahan nya mereka nanti. Walaupun dalam tanda kutip ia sangat menyayangi Nurma.

"Aku sibuk, dan pembicaraan kita sudah selesai. Kamu bisa pulang sekarang juga." Ucap Rama dengan dingin.

"Tapi bagaimana dengan mama dan juga papa..." Gumam pelan Bila, ia tak enak hati dengan kedua orang tua Rama yang sudah ia anggap seperti ayah dan ibunya.

"Aku akan bicara dengan kedua orang tua ku, jika kita tidak mau perjodohan ini terjadi." Ucap Rama dengan cepat memotong ucapan Bila.

Bila terdiam seribu bahasa, hatinya jadi bimbang. Hingga ia tak sadar jika Rama sudah meninggalkan nya. Dasar Kakak ipar laknat! Umpat Bila dengan kesal. Bukan hanya kesal karena ia di tinggalkan begitu saja ia juga kesal karena kakak iparnya itu tidak menawarkan makan ataupun minum.

Terpopuler

Comments

Deasy Dahlan

Deasy Dahlan

Namanya jg pria dingin... Jd kurang peka ya billa

2024-02-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!