“Gayatri mengalami hipertensi dan pendarahan secara bersamaan ketika bayi masih berada dalam kandungan. Lalu saat aku berhasil mengeluarkan putramu, tekanannya tidak juga turun. Tak lama, terjadi pendarahan. Meski kami sudah menemukan luka pendarahan, dia mengalami serangan jantung dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Gayatri memilih pergi. Maafkan aku, Ghaz,” ucap Shinta lirih.
Ghazi yang mendengar hal itu menghampiri istrinya dan membangunkannya. Digoyang-goyangkan tubuh istrinya yang sudah mulai dingin, tetapi tidak ada respon yang keluar.
“Ge, bangun. Ayo lihat anakmu lelaki tampan. Ka-mu ti-dak ingin memeluk-nya?” tangis Ghazi yang sudah tidak terbendung.
Dia memeluk tubuh istrinya dan menangis keras tak terima karena istrinya sudah pergi meninggalkannya.
“Ge, kamu tega ninggalin aku dan putra kita. Hah!” teriaknya marah.
Ghazi terjatuh dan tubuh istrinya yang tidak berdaya ikut jatuh menimpanya. Shinta meninggalkan ruang operasi itu agar Ghazi lebih banyak waktu bersama istrinya sebelum jenazah itu dibawa untuk dimandikan. Keempat orang tua menghampirinya untuk bertanya apa yang sudah terjadi.
“Maafkan Shinta, semuanya, Gayatri berpulang karena serangan jantung saat melahirkan.sebelum serangan jantung, saat Ge sadar dan meminta saya untuk menyelamatkan bayi mereka. Namun, ketika saya selesai mengangkat bayinya, tekanan darah Ge naik tinggi dan tidak turun hingga dia mengalami pendarahan. Setelah itu Ge mengalami serangan jantung dan kami tidak bisa menyelamatkan,” jelas Shinta kepada para orang tua.
Mereka sangat terpukul mendengar kematian Gayatri yang mendadak. Tidak ada yang memiliki firasat jika hari ini merupakan momen terakhir Gayatri.
“Ayah, Gayatri tidak mungkin meninggal, kan?” tanya Tria, ibu Gayatri.
Dia memukul-mukul suaminya sembari menangis untuk memberikan jawaban.
“Shinta bohong kan, Yah!” teriaknya tidak terima. Putri kesayangannya meninggalkan dia saat melahirkan.
Dodi merengkuh istrinya ke dalam pelukannya agar tidak lagi histeris terhadap peristiwa ini. Dia merasa hatinya patah dan hilang ketika mendengar kabar itu. Tidak disangka justru putrinya lebih dulu meninggalkan mereka. Meninggalkan cucu dan menantunya sendiri.
Kedua orang tua Ghazi juga menangis mendengar bahwa menantu kesayangan mereka telah pergi meninggalkan dunia ini. Mereka sangat menyayangi Gayatri semenjak menjadi menantu karena mereka memiliki anak yang lain.
oOo
Seorang wanita berlari tergopoh-gopoh mendengar berita yang tadi diterimanya. Dia sudah berusaha secepat mungkin untuk pergi menyusul ke rumah sakit karena kakaknya melahirkan. Dia adalah Adhisty Milenia, adik perempuan dari Gayatri yang baru bisa menyusul ke rumah sakit karena dia tadi masih ujian di kampusnya. Dia menuju IGD dengan terburu-buru dan bertanya pada perawat yang bertugas. Oleh perawat, dia diarahkan menuju ruang operasi.
Dia melihat keempat orang tua itu menangis dengan wajah yang sudah basah oleh air mata. Dia mendekati orang tuanya karena pikirannya menolak untuk berpikiran negatif.
“Bu, Pak, kenapa kalian menangis seperti ini? Apa yang terjadi?” tanya Adhisty yang kebingungan.
“Nak, mbakmu meninggal,” ucap Tria sembari berpindah memeluk sang bungsu.
“Hah, gak, gak mungkin, Bu!” sangkal Adhisty menatap ayahnya.
“Benar, Nak. Mbakmu meninggal karena serangan jantung dan hipertensi,” ucap ayahnya membenarkan pernyataan ibunya.
Hal itu membuat Adhisty mematung, tetap menyangkal bahwa kakaknya tidak meninggal. Dia teringat beberapa waktu lalu saat dia menemani Gayatri memeriksakan kehamilan. Dokter sudah menyuruh kakaknya itu untuk tidak banyak pikiran dan mencari hiburan agar tekanan darah tidak naik. Karena akan sangat berbahaya apabila melahirkan dalam kondisi tekanan darahnya naik.
Dia sebagai adik juga sering mengingatkan untuk memberitahu Ghazi tentang penyakit yang dideritanya. Saat itu Gayatri hanya menjawab sudah cerita dan dia akan mencari hiburan. Namun, sepertinya bukan itu yang terjadi karena sekarang kata-kata dokter benar terjadi. Dia menyesal tidak menceritakan keadaan Gayatri pada siapa pun. Dia menyesal untuk mengikuti dan menuruti apa kata kakak perempuannya itu. Saking keras kepalanya, Adhisty tidak sanggup menolak permintaan itu.
“Lalu bayinya, apakah selamat?” tanya Adhisty.
“Putranya berada di Nicu untuk kestabilan karena belum waktunya lahir, jadi sementara diletakkan di inkubator.” Shinta menjawab karena sedari tadi keempat orang tua itu masih bersedih.
Meledaklah tangis Adhisty mendengar bahwa bayi kakaknya selamat dan baik-baik saja. Pasti kakaknya benar-benar memilih untuk menyelamatkan bayinya.
“Syukurlah, bayinya selamat, tetapi ibunya pergi meninggalkannya,” isaknya membayangkan keponakannya tidak memiliki ibu.
Shinta kembali masuk ke dalam ruang operasi untuk melihat keadaan Ghazi yang sudah tenang.
“Ghaz, kamu perlu mengadzankan putramu sebentar.” Shinta mengingatkan.
Ghazi yang lunglai didudukkan di kursi roda didorong oleh perawat menuju ruang Nicu untuk mengadzankan putranya. Dia menatap bayi mungil yang masih berada dalam inkubator dan dibawa mendekat ke arahnya. Inkubator pun dibuka dan dia memberikan adzan pada putranya yang baru lahir. Setelah dia keluar dari ruang Nicu, dia menangis lagi teringat akan istrinya yang telah meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ani
kejadian hampir sama dengan saya tapi sukurnya suntikan antihipertensinya berhasil.. mungkin jika tidak akan sama dengan takdir Gayatri..
2023-12-05
2