Bab 2

Alana menatap dua surat di atas meja, satu surat berwarna pink dengan tanda hati di sudut kanan, lalu ada juga surat dengan amplop biru bercorak bunga "Apa lagi sekarang?" Alana mendongak menatap Daniel yang dengan tenang memakan sarapannya.

"Tentu saja surat cinta dari teman kantorku," ucapnya ringan.

Alana menghela nafasnya "Sudah kakak bilang kakak tidak mau menerima apapun lagi dari teman kantor kamu."

"Kalau bukan dari teman kantor mau?"

"Daniel!"

Daniel terkekeh "Aku bercanda kak, tapi kakak yakin gak mau nikah lagi? Ana butuh sosok ayah."

"Kakak bisa jadi Ibu sekaligus Ayahnya," ucap Alana tegas.

"Tapi tetap saja sosok yang kuat yang mampu menjaga kalian, kalian butuh itu."

"Daniel."

Daniel menghela nafasnya lagi- lagi kakaknya menolak dengan tegas padahal sudah banyak pria yang datang untuk melamarnya bahkan teman kantornya yang tak peduli tentang statusnya yang menjanda dua kali dan berniat ingin menjadikannya seorang istri, bagaimana mereka bisa mengenal Alana, tentu saja lewat dirinya, Daniel sering membawa Joana saat ada acara kantor dan membuat teman- temannya penasaran siapa ibu gadis kecil yang sering di bawa Daniel, hingga mereka melihat seperti apa Alana yang cantik dan tetap awet muda meski sudah memiliki anak usia enam tahun.

Lalu mulailah mereka mengirim surat cinta lewat Daniel, mengapa surat? Ya, karena Alana tak membiarkan nomer ponselnya terobral dan mengganggu privasinya. Kakaknya itu benar- benar menutup mata dan hati dari semua pria dan mengabaikan mereka.

"Kakak berharap dia datang dan kalian kembali bersama? Ini sudah tujuh tahun lebih, siapa yang tahu apa dia sudah menikah lagi atau mungkin sudah bahagia dengan hidupnya." Alana tertegun, Alana tahu betul siapa 'Dia' yang di sebutkan Daniel, namun Alana memilih diam tak menanggapi, kenyataannya apa saja mungkin terjadi, dan Alana tak ingin membayangkan hal yang akan membuatnya sakit, tentu saja jika benar dia sudah bahagia dengan hidup barunya akan membuatnya terluka, sementara dirinya malah menutup diri, namun jauh dari itu Alana merasa sendiri lebih bahagia apalagi Alana memiliki Joana, putrinya dan yang pasti akan selalu bersamanya. "Terima kenyataan jika kalian tidak berjodoh, kakak sendiri yang memilih pergi, bahkan merahasiakan Joana, ya, meski aku juga benci sama dia, tapi untuk yang satu itu aku gak setuju sama kakak, Joana berhak tahu siapa ayahnya."

"Kakak melakukannya bukan tanpa alasan."

"Ya, aku tahu." dan akhirnya Daniel diam, alasan kakaknya memang kuat dan Daniel tahu betapa kejamnya nyonya Lisa. "Tapi aku harap kakak mempertimbangkan untuk menikah lagi, setidaknya Joana tetap punya ayah meski bukan ayah kandung."

"Bagaimana kalau ayah tirinya tidak menyayanginya."

"Tentu saja tugas kakak mencari yang tulus, dan menyayangi kalian berdua."

"Itu tidak mudah Dan."

"Aku hanya khawatir ..." Daniel menunduk "Saat aku nanti tidak ada kakak akan sendirian mengurus Joana."

Alana tersenyum "Kakak bisa melakukannya, jangan khawatir dan fokuslah pada pernikahanmu." Ya, Daniel akan segera menikah, maka itu dia khawatir tentang Alana yang akan sendirian.

"Lagipula Joana sudah tumbuh besar, hingga kamu tak perlu khawatir lagi." Untuk kesekian kalinya Daniel menyerah, membuat kakaknya mengubah keputusan sangatlah sulit, Alana benar- benar menutup hatinya, tapi bagaimana tidak, kakaknya itu mengalami hal buruk di dua pernikahannya dan bukan tidak mungkin menyisakan sebuah trauma yang mendalam hingga dia tak ingin menikah lagi.

Pembicaraan terhenti saat Joana muncul dan sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Alana mengerutkan keningnya saat melihat Joana muncul dengan wajah merengut kesal "Kenapa wajah putri cantikku sangat masam?"

mendengar celetukan Alana Daniel pun menoleh pada Joana yang duduk di sebelahnya, lalu kembali menatap Alana dan mengedikkan bahu "Apakah dia mimpi buruk?"

Alana menggeleng "Tidak tahu, atau apakah dia baru saja di hampiri nenek grandong?"

"Oh, itu bahaya, nenek grandong suka sekali pada anak kecil yang menekuk wajahnya seperti itu," tunjuk Daniel.

Alana mengangguk "Om Daniel ingat, saat itu Joana marah hanya karena Om Daniel mengejeknya, lalu tiba- tiba lampu padam dan muncul suara nenek grandong di belakang Joana."

Joana mencebik "Aku bukan anak kecil lagi yang percaya pada cerita bohong kalian, lagi pula tidak baik berbohong." Alana dan Daniel tertegun lalu berikutnya mereka tertawa, tawa yang membuat Joana semakin kesal.

"Benarkah? Oh, putriku sungguh sudah dewasa, jadi Om Daniel kita tak bisa menakutinya lagi sekarang."

"Ya, bagus sekali keponakan Om sungguh pemberani, lalu apa yang membuatmu nampak kesal di pagi yang cerah ini?"

"Hari ini aku malas pergi sekolah."

Alana dan Daniel mengerutkan keningnya "Jadi kamu sudah tidak mau jadi anak pintar, tidak apa, kalau tidak mau pintar tidak perlu sekolah," ucap Alana dan Daniel tertawa.

"Ya, kalau kamu tidak pintar nanti mudah dibohongi."

Joana mencebik "Hanya untuk hari ini," mohonnya.

"Sayang, kenapa dengan hari ini?" tanya Alana sabar, sambil menuangkan sarapan untuk Joana kedalam piring, lalu duduk di depan Joana.

"Hari ini adalah hari ayah." Alana tertegun, begitupun Daniel yang kini mengatupkan bibirnya "Semua orang datang dengan ayahnya lalu ikut lomba."

"Kamu tidak bilang sebelumnya, kalau ada lomba," ucap Alana dengan dahi berkerut bingung, Alana berusaha tetap terlihat biasa saja padahal hatinya sangat sakit mendengar ucapan Joana, kenyataan bahwa Joana tak pernah tahu dimana ayahnya.

"Aku lupa karena masalah kemarin." Ya, harusnya Joana mengatakannya, tapi karena masalahnya dengan Kevin jadi Joana melupakan hari ini.

"Ehmm, bagaimana kalau Om Daniel cuti saja dan menemani kamu?" Alana mengangguk antusias namun tidak dengan Joana, bocah itu menggeleng lemah.

"Ini hari ayah bukan hari paman," keluhnya lagi, "Jadi boleh tidak aku tidak sekolah saja."

"Ana-" ucapan Alana terhenti saat Daniel menggeleng mengisyaratkan agar Alana tidak bicara "Baiklah, hanya hari ini." Joana tersenyum senang lalu bersorak.

Alana hanya mampu menggelengkan kepalanya lalu tersenyum melihat Joana kembali ke kamarnya untuk menyimpan tas sekolahnya.

"Kakak lihat, meski Ana tidak pernah bicara tapi dalam hatinya dia tetap menginginkan seorang ayah."

"Ana baik- baik saja." Daniel menggeleng pelan melihat Alana yang terus bersikap keras kepala, Joana memang tak pernah lagi menanyakan keberadaan sang ayah setelah hari itu, hari dimana Joana bertanya tentang sang ayah, dan karena pertanyaan itu Alana menangis semalaman, dan Joana tak ingin lagi melihat Alana menangis hanya karena pertanyaannya.

"Kenapa mama menangis om? Apa karena aku?" pertanyaan yang tentu saja sulit Daniel jawab, jadilah setelah hari itu Joana tak pernah lagi bertanya dimana ayahnya, dan Daniel tahu betapa inginnya Joana bisa memiliki sosok ayah itu.

"Aku berangkat dulu," ucapnya sembari berdiri dari kursi makan.

"Ya, hati- hati."

Terpopuler

Comments

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

cerdas nih joana

2024-01-08

0

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇

wajar jika Alana menutup hati untuk pria lain,dia dua kali gagal dalam berumah tangga pasti menyisakan trauma yg begtu besar

2024-01-08

2

Anita Rikarno

Anita Rikarno

semangat Ceu.
semoga rezekinya tambah lancar

2023-12-04

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!