Akibat keterlambatannya hari ini Ayana mendapatkan teguran dari kepala sekolah. Ini bukan pertama kalinya dia terlambat. Jika nantinya dia terlambat kembali, maka akan otomatis di pecat.
Dia baru saja bekerja di sini selama 6 bulan dan sudah mendapatkan peringatan seperti itu. Dari hati yang paling dalam, Ayana ingin mengakhiri pekerjaannya menjadi wanita malam.
Mungkin setelah kontrak dari pria itu selesai dia akan berbicara kepada bosnya. Dia ingin fokus menjalani karir sebagai seorang guru.
Hari sudah sore, Ayana berjalan menuju di mana mobilnya terparkir. Saat melewati tempat untuk para murid menunggu jemputan, dia melihat ada anak muridnya yang belum di jemput. Ayana menghampiri anak tersebut, kelas sudah berakhir dari satu jam yang lalu.
"Sky? Apa kau belum di jemput?" tanya Ayana kepada anak laki-laki yang sedang duduk dan mengayunkan kakinya dengan bosan.
Anak itu mendongak dan menekuk wajahnya. "Iya. Daddy belum menjemput Sky," jawab anak bernama Sky tersebut.
Dia lupa menjemput anaknya lagi? batin Ayana. "Bagaimana kalau Miss antar Sky pulang?" tawar Ayana. Sky sudah terlihat kelelahan.
Tetapi anak itu menggeleng lemah. "Sky tunggu Daddy saja," tolak anak itu dan kembali mengayunkan kedua kakinya.
Sky adalah anak terpintar di kelas yang di ajar oleh Ayana. Kebetulan Ayana juga wali kelas di kelasnya Sky. Jadi Ayana tau dengan baik bagaimana peningkatan kemampuan anak itu setiap harinya.
"Baiklah. Kalau begitu Miss temani Sky, ya?" ucap Ayana. Ini sudah pukul 3 sore lebih dan di sekolah ini hanya tinggal beberapa guru yang belum pulang termasuk dirinya. Ayana juga tidak tega meninggalkan anak ini sendirian di sini.
Sky mengangguk sebagai jawaban. "Apakah Daddy Sky selalu sibuk?" tanya Ayana untuk mencairkan suasana.
"Iya. Daddy selalu sibuk setiap hari," jawab Sky dengan tatapan sedih. Ayana merasakan hatinya tercubit.
"Lalu di rumah Sky bermain dengan siapa?"
Aura di sekitar anak itu menggelap. Kesedihan seolah menghampirinya. "Sendiri," jawabnya pelan, hampir tidak terdengar.
Mata Ayana memanas, hampir saja dia akan menjatuhkan air mata jika saja dia tidak cepat menghapusnya. Ayana sangat menyukai anak kecil, jadi tidak mengherankan jika dia tiba-tiba merasa sedih hanya karena mendengar hal ini. Dia juga mempunyai satu adik laki-laki yang sudah bertahun-tahun tidak pernah di temuinya. Maaf.
Ayana mendengar kabar burung jika ibunya Sky meninggal saat berjuang untuk melahirkannya. Sepertinya dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya.
Tak terasa mereka bedua mengobrol cukup lama. Walaupun hanya Ayana yang mendominasi pembicaraan, dia sangat senang.
Sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari sepasang guru dan murid itu. Seorang pria yang masih terlihat muda dan berwibawa keluar dari dalam mobil. "Sky!" panggilnya.
Mendengar namanya di panggil, Sky menyunggingkan senyumnya. "Daddy!" serunya seraya berlari kecil menghampiri ayahnya yang berdiri di depan mobil.
Ayana mengulas senyum lembut saat melihat anak itu sudah di jemput oleh orang tuanya. Dia segera berbalik untuk menuju mobilnya.
"Miss!"
Ayana menoleh ke arah sumber suara. Dari kejauhan dia melihat Sky sudah siap untuk masuk ke dalam mobil. "See you!" teriak Sky lalu melambaikan jemari kecilnya ke arah gurunya.
Hati Ayana menghangat dan membalas lambaian tangan anak muridnya itu. "See you. Jangan lupa makan dan istirahat!" balas Ayana sedikit mengeraskan suaranya. Yang di beri petuah seperti itu memberikan jempol dan masuk ke dalam mobil.
Sebelum pulang Ayana mampir dahulu ke salah satu apotek di dekat apartemennya. Kalian pasti sudah tau apa yang akan dia beli. Ini adalah resiko yang harus dia tanggung karena pekerjaan malamnya. Apalagi sekarang dia sudah di kontrak oleh orang yang tidak mau menggunakan pengaman. Berarti dia yang harus lebih extra berjaga-jaga bukan?
Sampai Apartemen, Ayana segera menuju kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya. Semalam dia hanya tidur kurang dari 4 jam. Tidak bisa di katakan malam karena sudah hampir jam 4 pagi.
Ponsel di atas nakas terus berdering sedari tadi. Mengusik tidur wanita yang sedang mengarungi alam mimpi. Mengerang pelan, Ayana membawa tubuhnya untuk menyandar pada headboard dan mengambil ponselnya.
"Hello, Sir."
Mata Ayana melotot lucu, dia dengan cepat melihat jam digital di atas nakas. 22.20 PM. Dia tertidur cukup lama, hingga tidak menyadari bahwa "Tuannya" membutuhkannya sedari tadi.
"Sorry, Sir. Saya akan segera ke sana."
Dengan cepat Ayana melompat dari atas kasur dan menuju kamar mandi. Dia sudah di bayar mahal, jangan sampai "Tuannya" itu kecewa dengan kinerjanya. Dia harus selalu siap kapanpun ketika dirinya dibutuhkan.
...****************...
"Maafkan saya sekali lagi, Tuan. Saya tidak akan mengulanginya," ucap Zendaya dengan penuh rasa penyesalan di depan "Tuannya" yang sedang menyilangkan kakinya di ruang tamu. Tangan kanannya menggoyang-goyangkan gelas yang berisi cairan berwarna coklat keemasan.
"Duduk," perintahnya.
Zendaya segera duduk dan menunduk. Aura di sekitar pria yang duduk di depannya ini sedang tidak bagus. "Temani aku minum," ujar pria itu dan menyerahkan gelas kosong yang ada di atas meja. Zendaya menerima gelas itu. Dia sudah terbiasa menemani pelanggannya untuk minum sebelum di pakai. Jadi ini bukan hal besar untuknya.
"Kenapa kau memilih bekerja di club?"
Zendaya tersenyum tipis. Baru kali ini ada yang bertanya seperti itu kepadanya. "Untuk uang tentu saja. Memangnya apalagi," jawabnya dengan di iringi tawa kecil.
Pria yang tadi bertanya menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Lalu, jika boleh tau, kenapa Tuan menyewa seorang kupu-kupu malam seperti saya?" tanya Zendaya. Dia bertanya seperti itu agar hubungan satu bulan mereka ini tidak begitu canggung.
"Tentu saja kepuasaan," jawab pria itu dengan enteng dan meneguk cairan yang akan terasa membakar tenggorokannya itu.
Zendaya mengangguk kecil. "Baiklah. Berarti kita mempunyai tujuan masing-masing di sini."
"Sean."
Zendaya menatap dalam pria di depannya itu. "Namaku Sean. Kau bisa mendesahkan namaku nanti." ucap pria yang sekarang sudah tersenyum miring.
Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, sepasang adam dan hawa itu sudah tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuh mereka. Hanya suara erangan dan geraman yang keluar dari mulut keduanya.
Jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Mereka sudah bermain dari jam 11 malam. Entah datang dari mana stamina "Tuannya" ini, yang pasti dirinya sudah tidak kuat untuk menanggungnya.
...****************...
Cahaya silau menyinari wajah cantik seorang wanita yang masih terlelap dalam tidurnya. Sedikit terusik, dia menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut untuk menghalau sinar matahari itu.
Tetapi tak lama kemudian dia dengan cepat membuka kedua matanya dan menurunkan selimutnya. Zendaya melihat sekeliling kamar, ini bukan kamar miliknya. Dia memegang kepalanya yang sedikit pusing dan kembali mengingat kejadian tadi malam.
Jika tidak salah ingat semalam dia pingsan karena perlakuan Sean. Sekarang dia berada di kamar pria itu dan sudah mengenakan kemeja kebesaran yang sudah dipastikan miliknya. Dia turun dari atas kasur untuk mencari keberadaan pria itu. Dia sedikit kesusahan untuk berjalan.
Baru saja dia akan membuka pintu kamar, pintu itu sudah terlebih dahulu terbuka dari luar. Pria yang semalam terlihat begitu berantakan akibat permainan mereka sekarang sudah tampak rapi dengan baju rumahannya.
"Sarapanmu ada di dapur. Aku harus pergi. Kau boleh di sini terlebih dahulu," ucap pria itu.
Zendaya mengerutkan keningnya. "Bukankah ini weekend? Ke mana Tuan akan pergi?"
"Menemui anakku," jawab Sean dan segera berbalik untuk pergi. Sekarang Zendaya menyadari sesuatu. Pria yang mengontraknya itu sudah mempunyai istri serta anak. Tidak mungkin pria tampan dan mapan seperti itu belum memiliki pendamping.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments