"Kau baik-baik saja?"
Wajah kesakitan Errol berubah datar kala mendengar pertanyaan yang dilontarkan Aldrich. Saat ini, ia dan sang pemimpin Ferezard itu tengah berada di ruang guru. Tentu saja ada Theo dan Trisha juga 3 guru lainnya yang mengajar Ezard Individuzard.
"Apa kau buta? Aku sudah batuk darah dan kau masih bertanya?" ketus Errol.
"Aku hanya basa-basi. Cepat obati lukamu!" ujar Aldrich.
"Aku masih tidak mengerti. Kenapa anak itu mengamuk?" tanya Alister, guru yang mengajar Individuzard.
"Jika tidak salah ingat, dia anak yang dijuluki Ezard Pemalas, 'kan?" timpal laki-laki di sebelah Alister, Christof namanya.
"Ya, itu juga alasan dia marah," balas Errol. "Temannya mengatai dia beban dan dia tidak terima. Ini bukan pertama kalinya dia dikatai."
"Mungkin dia sudah muak dikatai seperti itu, jadi dia marah," lanjut Aldrich. "Elemennya akan sangat berbahaya jika dia tidak terkendali seperti tadi."
Errol terdiam selama beberapa saat, lalu kembali membuka suara. "Apakah Ezard dengan elemen halilintar ... warna matanya menjadi merah?"
Aldrich menggeleng. "Setauku tidak. Memangnya kenapa? Warna mata Reyasa berubah?"
"Kau tidak melihatnya?" Errol bertanya balik. Melihat gelengan dari kepala Aldrich, Errol kembali berbicara, "Bukankah kau sempat ada di dekatnya?"
"Iya. Tapi aku fokus membisikan kalimatku, jadi aku tidak memerhatikan warna matanya," jawab Aldrich. "Kau sungguh melihat warna mata Reyasa berubah?"
"Aku yakin, penglihatanku masih tajam. Warna mata Reyasa berubah menjadi merah, padahal aslinya berwarna biru tua, sama seperti rambutnya," ujar Errol. "Coba kau cari tau. Siapa tau warna mata memang bisa berubah sesuai elemen yang dimiliki," lanjutnya.
"Itu tidak mungkin. Aku sudah membaca semua buku yang ada di sini dan tidak ada sejarahnya warna mata berubah saat elemen muncul," balas Aldrich. "Elemenku sama dengan Reyasa, tapi warna mataku tidak berubah, tetap saja berwarna ungu."
"Tapi rambutmu berubah."
Aldrich mendelik tajam pada Alister yang baru saja berbicara. "Itu karena aku sudah tua, bodoh! Rambutmu juga berubah, jika kau lupa."
Seperti yang Aldrich katakan, warna rambut Ezard memang akan berubah menjadi hitam atau putih saat usianya di atas 50 ribu tahun. Namun, ada juga yang rambutnya menghitam atau memutih setelah lulus dari Ferezard. Itu bukan berarti sang Ezard menua lebih dulu. Bisa jadi kekuatan sang Ezard lebih besar dari teman seangkatannya.
"Dalam sejarah pun tidak ada Ezard yang bisa merubah warna mata," cetus Theo. "Jika warna rambut, itu masih masuk akal."
"Lalu, ada apa dengan anak itu? Apa dia bukan Ezard?" sahut Oriana, guru perempuan yang mengajar Individuzard.
"Dia Ezard murni," balas Theo. Ia beralih menatap Aldrich. "Bukankah kau bilang Reyasa tidak ingat apa yang dia lakukan sebelumnya?"
Aldrich mengangguk.
"Berarti tubuh Reyasa benar-benar dikuasai oleh elemennya," ucap Theo. "Kau juga dulu sempat tidak terkendali, 'kan?"
"Iya. Tapi tidak sampai mataku ikut berubah," jawab Aldrich. "Apa itu karena elemen Reyasa lebih kuat?"
"Mungkin."
***
Hening.
Tidak ada satu pun yang berbicara. Semua yang ada di sana tampak kebingungan. Bagaimana tidak? Pertama kalinya, mereka melihat kemarahan Reyasa yang sampai menimbulkan korban.
"Aku masih bingung. Tadi itu elemen apa? Aku tidak mendengar jawaban Pak Errol," celetuk Savian. Ia dan ketiga saudaranya juga orang tuanya tengah duduk di sofa, setelah mengantarkan Reyasa ke kamar beberapa saat lalu.
"Dia tidak pernah marah, tapi sekalinya marah membuat seseorang terluka," ujar Navaro. "Aku tidak yakin dia akan baik-baik saja setelah ini. Kekuatan yang dia keluarkan tadi sangat besar, energinya pasti terkuras."
"Sebenarnya, Reya kenapa?" tanya Helena. "Apa dia berbuat sesuatu di Ferezard?"
"Dia marah dan melukai Pak Errol," terang Matheo. "Tadi kami sedang proses menghadirkan elemen alami, tapi Reya tidak berhasil melakukannya."
"Lalu?"
"Pak Errol bilang, masih ada cara lain untuk menghadirkan elemen. Akhirnya, Reya dibawa ke tempat lain dan hasilnya tetap sama," lanjut Matheo. "Reya kembali, kemudian dikatai beban oleh Marcella, salah satu anggota kelompok dua. Reya marah dan tiba-tiba terbang ke langit. Dia muncul kembali dengan kilatan-kilatan cahaya merah di tangannya."
"Reya membuat bola kekuatan dengan cahaya merah itu dan menghempaskannya ke tanah, harusnya mengenai kami , tapi kami menghindar karena diperintah oleh Pak Errol," timpal Navaro. "Apa Ibu tau elemen apa yang dimiliki Reya? Kurasa itu bukan api seperti milik Savian."
Helena dan Jason saling berpandangan.
"Apa itu halilintar?" tanya Helena.
Jason mengangguk. "Dari cerita mereka, sepertinya itu memang elemen halilintar."
"Halilintar?" ulang Azura yang sejak tadi hanya diam menyimak.
Jason mengangguk. "Apa kalian belum belajar tentang elemen?" tanyanya.
Keempat Ezard yang ada di sana menggeleng. "Kami baru diajari cara menghadirkan elemen dengan cara menenangkan diri," terang Matheo. "Memangnya kenapa?"
"Sepertinya, kalian akan belajar hal itu sebentar lagi, tapi akan aku jelaskan. Ada beberapa elemen yang bisa menyatu dengan Ezard, baik Teamzard mau pun Individuzard, elemennya pasti sama, yaitu air, api, angin, tanah, tumbuhan, dan terakhir halilintar," kelas Jason. "Elemen halilintar sudah sangat langka sekarang. Hanya Aldrich yang masih memilikinya. Mungkin, sekarang bertambah karena Reya juga memilikinya."
"Elemen alami bisa dihadirkan dengan cara menenangkan diri," timpal Helena. "Harusnya, halilintar pun seperti itu. Aldrich pun menghadirkan elemennya dengan cara menenangkan diri. Ya, meski akhirnya juga tidak terkendali dan hampir melukai para Ezard yang bersamanya."
"Lalu, kenapa Reya menghadirkan elemennya dengan cara marah?" tanya Matheo.
Helena menggeleng. "Setau Ibu, elemen alami hanya bisa dihadirkan saat Ezard yang memilikinya menenangkan diri," balasnya. "Cara lain apa yang dimaksud Errol sebenarnya?"
"Coba tanyakan pada Reya. Kami tidak melihatnya, karena kami diminta untuk melatih elemen kami," sahut Navaro.
Keenam Ezard itu terdiam, berusaha mencari jawaban perihal peristiwa yang terjadi beberapa saat lalu di Ferezard.
"Apa elemen halilintar berbahaya?" tanya Savian.
"Semua elemen akan sangat berbahaya jika pemiliknya tidak terkendali," jawab Jason. "Halilintar sama seperti elemen lainnya. Hanya karena elemen itu langka, bukan berarti elemen itu paling kuat. Jadi, kalian tidak perlu takut pada Reya. Lindungi dia seperti sebelumnya!"
"Baik, Ayah."
***
"Kau sungguh tidak ingat kejadian tadi?"
Reyasa menghela napas pelan mendengar pertanyaan dari suara tanpa wujud yang entah ke berapa kalinya. "Bisa kau diam? Aku sudah menjawabnya tadi."
"Tapi kenapa aku tidak yakin?"
Reyasa mendengus kesal. "Kau yang tidak yakin, kenapa aku yang jadi korban pertanyaanmu?" ketusnya. "Sekarang diamlah! Aku harus mencari tau kenapa elemenku muncul karena aku merasa marah?"
Perempuan berambut biru tua itu mengotak-atik rak buku di perpustakaan rumahnya. Ini sudah lewat tengah malam, keluarganya pun sudah terlelap, tapi rasa penasaran Reyasa sudah tidak terbendung. Oleh karena itu, ia memilih untuk mencari tau perihal elemennya di perpustakaan pribadi keluarganya.
"Dari buku yang sebelumnya aku baca, elemen hanya bisa muncul saat emosi pemiliknya stabil alias tenang dan fokus," ucap Reyasa. "Tapi kenapa elemenku justru muncul saat aku marah?"
"Aku juga heran. Kau seperti dirasuki."
Tangan Reyasa berhenti mengambil buku dari rak. Ia terdiam sejenak, lalu kembali bersuara. "Dirasuki?" gumamnya.
"Iya. Kau bahkan tidak mendengarkanku sama sekali."
Reyasa mengambil salah satu buku dengan sampul warna coklat yang berjudul; DIMITRIA.
ELEMEN EZARD
Itulah yang Reyasa baca pertama kali saat membuka buku tersebut. Dengan teliti, ia mulai membaca buku di tangannya.
Ezard adalah mahluk yang diberkati dengan sayap dan kekuatan.
Tak hanya itu, Ezard juga memiliki elemen alami yang hanya bisa dihadirkan untuk pertama kali saat menjelang bulan merah.
Ada beberapa elemen alami yang menyatu dengan Ezard, yaitu: air, api, angin, tanah, tumbuhan, dan halilintar.
Semua elemen hanya bisa dihadirkan dengan cara menenangkan diri.
Jika Ezard tidak memiliki salah satu elemen alami itu, Ezard bisa mendapatkan salah satu dari tiga kekuatan tambahan, yaitu: teleportasi, regenerasi, dan telepati.
Sama seperti elemen, kekuatan tambahan itu hanya bisa didapatkan melalui ketenangan.
Reyasa mengkerutkan dahi. "Pantas saja Pak Errol tidak menyebutkan cara lain yang dia maksud, ternyata memang tidak ada," gumamnya.
"Dia mungkin tidak ingin kau putus asa, jadi dia mengatakan itu."
"Ya, sepertinya begitu." Reyasa kembali membaca buku bersampul coklat di tangannya.
VARDZ
Vardz adalah mahluk yang serupa dengan Ezard. Namun, mereka tidak memiliki rambut berwarna, selain rambut putih.
Di kalangan Vardz, terdapat sistem Seven Vardz, yaitu sistem yang mengangkat 7 Vardz terkuat sebagai Vardz utama.
Sistem itu akan mengganti para Seven Vardz, setelah 100 ribu tahun, dengan cara bertanding satu sama lain hingga menghasilkan Vardz terkuat.
Adapun Vardz yang saat ini menduduki Seven Vardz adalah: Asher, Aaron, Ario, Adelard, Bryssa, Martha, dan Reyya.
"Itu namaku."
"Yang mana?" tanya Reyasa. "Aku penasaran. Selama ini kau tidak pernah menyebut namamu, padahal kita sudah bersama sejak sepuluh ribu tahun lalu," ucapnya. "Siapa namamu? Martha? Bryssa? Atau ... Reyya?"
"Reyya. Itu namaku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Rowan
Penasaran setengah mati.
2023-11-20
0