"Apa ada murid baru di sini?" Seorang wanita dengan rambut hitam menatap ke bagian paling belakang ruang kelas. Di sana, duduk seseorang dengan rambut biru tua yang tak lain adalah Reyasa. "Siapa yang berhasil membuatmu masuk kelas, Reyasa?" tanya wanita itu.
Sang pemilik nama hanya menampilkan cengiran khasnya. Membuat wanita itu menggelengkan kepala pelan. "Ah, terserahlah. Aku sudah bosan menyuruhmu masuk kelas. Sekarang, kita mulai saja pembelajarannya."
Wanita itu mengambil sebuah buku yang sebelumnya ia simpan di meja. Ia berdecak pelan, lalu menggerutu, "Aish! Aku lupa membawa kertas dari Aldrich."
Ia menampakkan ekspresi kesal yang sangat kentara di wajahnya. "Kenapa dia memisahkannya dari buku? Merepotkan!" keluhnya. "Kalian, jangan coba-coba untuk keluar! Terutama kau, Reyasa."
Setelah itu, ia berlalu pergi dari kelas. Meninggalkan 35 orang murid yang kini mulai ricuh.
Berbeda dengan kelas Theo, kelas saat ini tidak menggunakan meja bundar perkelompok. Mereka menggunakan 1 meja untuk 1 orang, tapi masih tetap berbaris perkelompok. Sedangkan saat pembelajaran Theo, mereka belajar di sebuah meja bundar dengan 5 kursi yang disusun seperti letter U, yang berarti, mereka hanya duduk mengelilingi sebagian meja.
Saat ini, Reyasa duduk di barisan paling belakang, dekat jendela, karena posisi kelompoknya memang berada di ujung kiri, sedangkan di ujung kanan dekat pintu adalah kelompok 7.
Karena wanita yang akan mengajar tak kunjung datang, Reyasa memilih untuk tidur dengan posisi kepala di meja.
Namun, belum sempat ia mengarungi alam mimpi, seseorang tiba-tiba menggebrak mejanya dengan keras.
Dengan terpaksa, Reyasa mendongak untuk melihat siapa mahluk kurang ajar yang mengganggu persiapan tidur paginya.
Ternyata, laki-laki berambut hijau yang kemarin mengganggunya di ruang makan Ferezard.
"Jika ingin tidur, tidak perlu datang ke kelas, kau mengganggu pemandangan."
Reyasa menegakkan tubuhnya. Laki-laki itu selalu mengganggunya setiap kali ia hadir di Ferezard. Yang dibahas pasti sifat pemalasnya yang memang sudah mendarah daging. Laki-laki berambut hijau itu seolah tidak memiliki pekerjaan lain selain mengganggunya.
"Bisa kau diam? Telingaku gatal mendengar suaramu," balas Reyasa. Demi rambut kuning Savian, Reyasa mulai muak dengan kehadiran laki-laki berambut hijau itu. Eksistensinya menyakiti mata dan suaranya menyakiti telinga.
"Aku tidak akan diam sebelum kau musnah."
Reyasa menghela napas pelan. "Dengar, ya, Tuan Hijau. Sudah kukatakan sebelumnya, aku tidak mengenalmu. Hadir atau tidaknya aku, tidak akan berpengaruh pada dirimu atau nilai kelompokmu," ujarnya. "Kau selalu menggangguku. Apa kau tidak punya pekerjaan lain? Atau ...." Reyasa tersenyum, tampak menyebalkan bagi orang yang melihatnya, " ... kau menyukaiku, ya?"
Dapat Reyasa lihat, wajah laki-laki berambut hijau dari kelompok 2 itu memerah. Reyasa terkikik geli. "Tidak kusangka, ternyata kau menyukaiku."
"Tidak!" bantah laki-laki itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Julian. "Aku tidak menyukaimu. Mana mungkin aku menyukai Ezard pemalas sepertimu."
Dia berkata demikian, tapi wajahnya justru merona. Dia juga terlihat salah tingkah, hingga tidak berani membalas tatapan Reyasa.
"Benar juga. Mana mungkin Ezard rajin sepertimu menyukaiku," balas Reyasa dengan disertai ekspresi dan suara sedih.
"Ha? Bukan ... maksudku ... aku---"
"Sudahlah. Kau harus pergi atau kakakku akan marah," potong Reyasa, kala matanya melihat Azura membalikkan tubuh dan menatapnya tajam. "Pergilah! Kau tidak menyukaiku, 'kan?"
Julian menurut dengan ekspresi yang tampak gelisah.
Reyasa terkekeh pelan di tempatnya. Ia langsung terdiam saat tak sengaja bertatapan dengan Azura yang duduk di depannya. "Apa? Kenapa melihatku seperti itu?"
"Jangan menyukainya!"
Reyasa mengkerutkan dahi bingung. "Aku? Menyukai dia? Yang benar saja," balasnya. "Kau menyukainya?"
Azura mendengus. "Dia bukan tipeku," ujarnya dengan nada ketus. "Jika dia mengganggumu lagi, habisi saja dia."
Reyasa mengedikkan bahu tak acuh. "Kau saja yang menghabisinya. Aku malas," jawabnya. "Lagi pula, jika ingin menghabisinya, kelompoknya harus turut dihabisi. Aku malas sekali melakukannya."
Azura berdecak. "Sepertinya kau harus dihajar agar sifat malasmu berkurang."
"Tidak perlu, terima kasih."
***
"Ujian akan dimulai pekan depan," ucap wanita berambut hitam di depan para Teamzard. "Belajarlah dengan baik."
Ia menatap Reyasa dengan tatapan tajam. "Kau tertinggal banyak materi, Reyasa. Belajarlah lebih giat."
"Baik, Ibu Trisha Yang Terhormat."
"Lusa adalah pertemuan terakhir kita sebelum ujian. Seperti biasa, kalian akan menghadapi test sebelum ujian. Siapa pun yang tidak lulus di test itu, tidak akan bisa mengikuti ujian pekan depan. Paham?" ucap guru wanita bernama Trisha itu.
"Paham, Bu."
"Baiklah. Kelas hari ini selesai. Berlatihlah, karena besok adalah kelas Errol. Kalian akan langsung ditest besok," ujar Trisha, kemudian berlalu pergi.
Melihat itu, para Ezard segera berhamburan keluar kelas. Beberapa Ezard yang ambisius, jelas memilih untuk berlatih di lapangan atau belajar di perpustakaan. Reyasa bukanlah bagian dari Ezard ambisius, jadi dia akan pergi ke tempat lain, yaitu; ruang makan.
Para Ezard ambisius biasanya jarang ke ruang makan, karena mereka lebih memilih belajar dan berlatih kekuatan. Di kelompok 1 pun yang paling sering ke ruang makan hanyalah Reyasa, yang lainnya hanya sesekali ke sana.
"Reya, jangan coba-coba untuk kabur!" ujar Matheo sembari menahan tangan Reyasa yang hampir menyentuh jendela. "Kau harus belajar."
Reyasa melepaskan tangan Kakak tertuanya itu. "Aku tau. Sekarang, aku akan mengambil buku."
Matheo tentu saja langsung melayangkan tatapan curiga. "Jangan berbohong!"
Reyasa berdecak pelan. "Aku hanya suka tidur dan makan. Aku tidak suka berbohong," balasnya. Namun, dalam hati ia lanjutkan perkataannya, Aku hanya tidak jujur saja.
Reyasa menatap satu persatu Kakaknya yang masih menampilkan raut curiga. "Bisakah kalian menatapku biasa saja?"
"Jika kau tidak akan kabur, tidak mungkin kau pergi lewat jendela," ucap Navaro. "Untuk sekarang, ikut kami. Kau harus belajar. Kau ingin posisi Onezard direbut yang lain?"
Sial! Ancaman itu lagi.
Mana mungkin Reyasa membiarkan hal itu terjadi. Bisa-bisa ia tidak dapat tidur tenang, jika sampai posisi Onezard diambil oleh yang lain. Lagi pula, banyak keuntungan yang bisa diambil dengan mempertahankan posisi Onezard, salah satunya adalah tidur dengan tenang. Ya, karena kakak-kakaknya juga orang tuanya akan membiarkan ia melakukan apa pun yang ia mau. Mereka hanya akan memaksanya belajar ketika mendekati ujian.
Klek!
"Eh?" Reyasa menatap ke arah tangan kanannya yang sudah diikat oleh kekuatan berwarna biru yang membentuk rantai. "Apa ini?"
Azura memutar bola mata jengah. "Kau masih bertanya?" ketusnya. "Sekarang, ikut aku!"
Perempuan itu menarik rantainya, hingga Reyasa terpaksa mengikuti dari belakang sembari sesekali menggerutu karena kesal.
Ujian yang benar-benar merepotkan, menyebalkan dan memuakkan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Kieran
Jangan berhenti sampai mencapai akhir cerita yang epik ini! 🚀
2023-11-20
1