Yola keluar dari kamarnya karena dia merasa haus di tengah tidurnya, setelah selesai minum air di dapur, Yola melihat foto 1 kelasnya yang dia pajang di kamarnya. Dia tersenyum saat mengingat masa-masa sekolahnya yang menyenangkan dan saat itu masih ada Lanzo disisinya. Sekarang dia sudah tidak ada dengannya, dia ingin bertemu dengan Lanzo tapi para polisi tidak mengijinkannya. "Sekarang kau sedang apa Lanzo," Gumam Yola dengan sedih, lalu dia meneteskan air matanya.
Keesokan harinya. Yola berangkat pagi menuju ke kantornya, tapi sebelum ke kantor dia mampir ke cafe untuk membeli kopi untuknya dan juga Felix, mereka janjian berangkat bareng ke kantor. Meskipun mereka beda kantor tapi jalan mereka searah, jadi mereka juga sering berangkat bareng.
"Terimakasih," Ucap Yola setelah menerima 2 kopinya, dan saat dia berbalik dia melihat Van di belakangnya.
"Oh kau yang sekelas dengan anak itu ya," Ucap Van sambil tersenyum ke Yola. Yola muak melihat wajah pria yang didepannya itu, dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Van, dan dia pergi begitu saja tapi saat Yola melangkahkan kakinya tiba-tiba Van menahan lengan Yola. Yola menatap ke Van dengan tatapan kesal. "Aku menyukai semua yang dia sukai, dan itu harus menjadi milikku." Bisik Van sambil tersenyum. Yola menghempaskan tangan Van dengan kesal.
"Kau pikir kau siapa?" Tanyanya dengan kesal, lalu dia pergi begitu saja. Van terkekeh mendengar pertanyaan Yola dan Van merasa direndahkan oleh Yola.
"Tunggu saja, kau cukup manis untuk dimiliki." Gumamnya sambil tersenyum.
"Heh lama banget sih," Omel Felix dengan kesal, lalu Yola memberikan kopinya untuk Felix. Felix ketakutan melihat wajah Yola yang cemberut dan terlihat kesal, dia takut jika kata-katanya tadi membuat Yola kesal.
"Yo.yola aku bercanda lo tadi," Ucap Felix sambil tersenyum kecil.
"Si kurang ajar itu bertemu denganku tadi," Ucap Yola dengan nada dingin.
"Siapa? Van?" Felix.
"Aku muak melihat wajahnya, hah!!!!!!! rasanya aku ingin menyiramkan kopi ini ke wajahnya." Geram Yola dengan kesal. Mendengar ucapan Yola, Felix yakin yang dia maksud adalah Van. "Yola, sampai kapanpun kita tidak akan pernah memang melawan dia, kau ingat setelah Lanzo di penjara, kasus itu di tutup begitu saja. Semua polisi, jaksa, pengacara bahkan sampai pengadilan sudah tidak mau membahas kasus itu, dan anehnya kenapa Lanzo tidak boleh dikunjungi. Aku penasaran sebenarnya ada masalah apa Lanzo dan Van sebelum ini?" Felix dengan heran.
"Kau benar, tapi kenapa dia berkuasa sekali sampai hukum di negara ini tunduk ke dia," Yola dengan kesal.
"Yang hanya bisa kita lakukan adalah berdoa dan berharap yang terbaik, dan Mika. Kita harus menjaga anak itu." Felix dengan sedih. Yola tersenyum mengangguk, "Anak itu sudah besar tapi dia tidak berubah sama sekali, makin kesini makin mirip sama Lanzo ya... "
Felix terkekeh mendengar ucapan Yola, "Bedanya, Lanzo benci tomat sedangkan adiknya tergila-gila dengan tomat." Felix.
"Kau benar. Ayo nanti kita telat." Ajak Yola.
"Jadi adiknya masih hidup?" Gumam Van yang berada di belakang mereka, dia mendengar semua pembicaraan mereka berdua.
"Wahhhh kuda kurang ajar, kenapa setiap hari ngeluarin kotoran terus sih?? Capek.... bauk taukkkk... " Mika mengomeli kuda-kuda yang tak bersalah itu, setelah selesai dengan pekerjaannya Mika masuk ke dalam rumah. Dia mendengar suara alunan biola, dia merasa tenang mendengar suara itu dan sampai akhirnya dia mencari sumber suara tersebut. Mika sama sekali tidak ragu untuk membuka ruang sumber suara itu. Saat dia membukanya dia melihat Vano yang sedang memainkan biola itu.
"Mia?" Vano dengan terkejut. Mika sontak terkejut, "Maaf tuan, saya lancang masuk." Ucap Mika lalu dia mau keluar tapi Vano menahannya.
"Kemarilah, pekerjaanmu sudah selesai kan?" Vano. Mika mengangguk lalu dia masuk dan dia menemani Vano yang berlatih itu, Mika sama sekali tidak merasa bosan karena musik yang dimainkan Vano sangat menenangkan dirinya.
"Wah kau hebat sekali eh maksudku tuan hebat sekali," Ucap Mika sambil tersenyum canggung. Vano hanya tersenyum, "Jika tidak ada orang, santai saja tidak apa-apa."
Mika melihat lengan Vano yang memar, luka itu terlihat seperti luka cambukan. "Kau di cambuk kah?"
Vano langsung menyembunyikan tangannya ke belakang. Mika tahu dan yakin jika itu perbuatan Van, karena kemarin Van terlihat sangat marah dengan adiknya itu. "Psikopat gila," Geram Mika dengan kesal.
"Hm? Kau membicarakan apa?" Vano dengan heran. Mika menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kau terlihat sangat muda, berapa umurmu?" Vano.
"Aku 20 tahun," Jawab Mika.
"1 tahun lebih muda, tapi kita terlihat seperti seumuran." Vano.
Mika hanya tersenyum, "Kenapa tidak mengobati luka mu? Apa karena terbiasa terluka makanya kau biarkan begitu saja?" Tanya Mika.
"Bagaimana bisa kau tahu?" Vano dengan heran.
"Aku juga begitu, dulu saat sekolah aku sering mendapatkan luka, entah itu lemparan batu, pukulan, dan dorongan....aku membiarkan luka itu di badanku karena aku capek ngobatin nanti juga ada lagi kan," Mika dengan santai. Vano merasa kasihan mendengar kehidupan Mika yang sangat miris itu, "Kenapa kau terlihat santai begitu? Apa sekolah tidak menghukum mereka?"
"Tidak. Kau pikir aku diam saja apa, setiap hari aku selalu latihan bela diri untuk itu dan aku pernah membuat wajah mereka bengkak karena pukulan ku," Mika dengan penuh percaya diri. Vano merasa kagum dengan gadis kecil didepannya itu, "Kau kuat ya," Pujinya.
"Tentu saja, aku harus kuat karena aku seorang perempuan." Jawab Mika sambil tersenyum. Vano tersenyum mendengarnya, Mika gadis unik yang pernah dia temui di sepanjang hidupnya.
"Apa kakakmu sering menyakitimu?" Mika.
"Darimana kau tahu?" Vano dengan terkejut.
"Aku pintar membaca situasi," Jawab Mika dengan kepercayaan diri penuh. Vano tersenyum mendengarnya.
"Iya, dia memarahi ku jika aku tidak mendapat juara 1 dalam kompetisi biola. Sebenarnya aku tidak terlalu suka main biola tapi kakakku memaksaku melakukan itu." Vano dengan sedih. Mika mengangguk mengerti,dia paham dengan posisi Vano di rumah ini, Van sangat berkuasa atas hidup adiknya dan Vano terlalu takut untuk membantah kakaknya itu.
"Kakak mu hebat ya bisa melakukan ini dan itu," Puji Mika tapi sebenarnya itu adalah sebuah sindiran untuk Van.
"Hebat? dia melukai banyak orang apa bisa disebut hebat?" Vano dengan kesal.
"Melukai maksudnya?" Mika dengan heran.
"Aku ingatkan jangan buat masalah dengannya, dia itu mengerikan. Udah ya aku mau ke kampus dulu.... " Vano lalu pergi keluar.
"Mengerikan?" Gumam Mika dengan heran.
Rumah Ryan.
Ryan mengerutkan keningnya dengan heran, karena dia tidak menemukan jejak orang tua Van meninggalkan negara ini. "Tidak ada jejak apapun, apa mereka bohong kalau orang tuanya keluar negeri?" Gumamnya dengan heran. Ryan menghela nafas dengan kesal karena merasa dibohongi selama ini, dan dia penasaran kenapa orang tuanya menyembunyikan diri selama ini. "Fumika sepertinya harus kerja lebih keras," Gumam Ryan. Lalu Ryan melihat name tag milik Lanzo, dia mengambilnya dan memperhatikan name tag itu.
"Maaf Lanzo, aku sedikit keras dengan adikmu." Ucap Ryan lalu dia tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments