So Who Did Is?
"Kakak jangan lupa ya pulang nanti belikan ice cream vanila," Pinta seorang anak kecil berumur 10 tahun itu, anak itu bernama Fumika
Putri da biasanya di panggil Mika
, saat ini dia sedang diantar ke sekolah oleh kakak laki-lakinya bernama Lanzo Saputra yang berusia 18 tahun. Setiap hari Lanzo memang mengantarkan adiknya ke sekolah, karena ibunya sudah meninggal dan ayahnya jarang pulang karena harus bekerja, jadi hanya Lanzo yang merawat adiknya itu.
"Masuklah nanti kita beli ice cream," Jawab Lanzo sambil tersenyum manis, Fumika
mengangguk tersenyum lalu dia berlari kecil dan masuk ke dalam sekolahnya. Setelah mengantarkan adiknya sekolah, Lanzo segera pergi ke sekolah.
"Fumika
enak ya punya kakak ganteng dan pinter lagi, enak banget di bantuin ngerjain PR." Ucap teman Fumika
. Fumika
tersenyum senang dia terlihat sangat berbangga diri. "Siapa yang PRnya belum? 5 ribu kalau mau nyontek punyaku." Fumika
sambil tersenyum, dan banyak anak yang membayar ke Fumika
bahkan mereka juga rela membayar demi PR ini karena mereka yakin ajaran kakaknya Fumika
tidak pernah salah.
Lanzo berjalan menuju kelasnya, dan dia melihat gengnya Van Nico Lim, Van adalah anak orang yang paling kaya di sekolah ini, dan gengnya pun terdiri dari anak-anak orang kaya juga, setiap ke sekolah hanya mereka yang diijinkan untuk naik mobil sendiri. Mereka juga punya bascamp di sekolah khusus untuk geng mereka. Van berjalan dengan sengaja menyenggol pundak Lanzo, dan dia mengibas-ngibaskan pundakknya yang menyenggol pundak Lanzo, "Hati-hati bakteri Van," Ucap salah satu temannya, Van berdecih tersenyum lalu mereka pergi. Lanzo hanya diam, dia malas menanggapi anak-anak seperti mereka.
"Oeyyyyyyy....." Tiba-tiba Felix, merangkul pundak Lanzo dari belakang. Felix adalah sahabat Lanzo sejak kecil dan mereka selalu satu kelas sampai sekarang.
"Bikin kaget saja," Lanzo dengan nada kesal.
"Kau diam saja." Felix dengan kesal. Lanzo menoleh ke belakang Felix, dia terlihat sedang mencari seseorang.
"Jangan bilang kau mencari Yola, dia sudah berangkat duluan sejak pagi." Jawab Felix yang seakan-akan tahu isi pikiran sahabatnya itu. Lenzo mendengar ucapan Felix itu langsung lari ke kelasnya.
"Dasar manusia gengsi, kalau suka ngomong susah banget sih." Gumam Felix dengan kesal.
Lenzo melihat Yola yang sedang mengerjakan PR dengan teman-temannya itu, dia tersenyum yakin kalau gadis ini berangkat pagi-pagi untuk mengerjakan PR. "Memalukan sekali berangkat pagi cuma buat nyontek," Ledek Lenzo ke mereka. Mereka menyoraki Lenzo sambil melemparkan kertas ke Lenzo.
"Dasar pelit, bantu kek apa kek." Omel Yolanda Anastasya, dia juga sahabat dekat Lenzo dan Felix.
"Punya otak kan? pikir saja sendiri." Jawab Lenzo sambil menyentil kening Yola, Yola melirik Lenzo dengan tatapan mautnya. Dan Lenzo duduk manis di bangkunya sambil menikmati pemandangan kelasnya yang heboh cari contekan kesana kemari dan Felix pun ikut serta.
"Lihat tu anak, mentang-mentang udah songong bangeet," Sindir teman Yola.
"Engga tau tuh, kenapa ya orang pinter di kelas itu pelit." Sindir Yola dengan keras. Lalu Felix dan anak laki-laki lain mendekat ke Lanzo dengan wajah memelas. "Lanzo akan kami turuti semua keinginan mu," Ucap salah satu mereka.
"Eih begitukah minta bantuan?" Canda Lanzo.
"Ayolah cepat Lanzo, kau mau satu kelas di hukum? sekali-kali bersedekah PR kek." Omel Felix.
"Iya tu, pelit banget dehhhhh..." Omel salah satu cewek. Lanzo menikmati suasana kelas yang panik karena mereka belum menemukan contekan.
"Aduh mampus udah jam 7 lagi, eh nanti janjian ya kalau pak Rendy tanya PR kita jawab aja tidak ada gitu ya," Usul Yola. Mereka mengangguk setuju. Dan bel masuk, mereka duduk di bangku masing-masing dan pak Rendy datang.
"Selamat pagi anak-anak, di karenakan minggu depan ulangan harian jadi kita bahas PR kemarin ya biar cepat." Ucap pak Rendy.
"PR mana pak?"
"Iya enggak ada kok seingatku,"
"Lho saya beri PR halaman 34 sampek 40 kan," Pak Rendy sambil melihat bukunya, dan mereka masih berakting seakan-akan tidak ada PR apapun.
"Engga pak,"
"Iya di bukuku tidak ada catatan apapun," Yola.
"Masa iya engga ada?" Pak Rendy dengan heran. Lalu Lanzo mengangkat tangannya, "Ada pak, saya sudah." Ucapnya sambil tersenyum manis, seketika semua tatapan mata mengarah ke dirinya, mata mereka seakan-akan memberitahu Lanzo jika mereka siap membunuhnya.
"Oh jadi kalian semua bohong ke saya???" Pak Rendy dengan kesal.
"Akan aku bunuh manusia ngeselin itu," Geram Yola dengan kesal.
"KALIAN SEMUA YANG BELUM NGERJAIN, SEKARANG KE LAPANGAN!!!!" Bentak pak Rendy. Mereka berjalan menuju keluar tapi tatapan tajam mereka tertuju ke Lanzo, sedangkan Lanzo hanya terseenyum dan dia mengangkat 2 jarinya, "Peace." Ucapnya.
Mereka semua berjalan jongkok di lapangan seperti kereta api, semua anak-anak kelas lain menertawakan kelas mereka, termasuk Lanzo, dia tertawa melihat mereka semua.
"Aku akan pukul dia," Yola dengan kesal.
"Yola kenapa teman mu ngeselin banget sih." Ucap teman yang jongkok di depan Yola.
"Entahlah, dia dewa ngeselin sejak dulu." Jawab Yola dengan ngos-ngosan.
Mereka semua duduk di pinggir lapangan untuk beristirahat, lalu Lanzo datang sambil membawakan mereka minuman. "Minum ini teman-teman..." Ucap Lanzo, mereka langsung meminum minuman yang dibelikan Lanzo, mereka memuji kebaikan Lanzo, mereka tidak jadi membencinya tapi menyanjungnya.
"Sejak kapan dia berubah jadi malaikat?" Bisik Felix ke Yola.
"Entahlah, tapi perasaanku tidak enak." Jawab Yola.
"Lanzo tumben banget kau mau beliin kita," Ucap teman mereka.
"Iyalah, ini kan uang kas jadi ya ayo nikmati sebelum lulus." Jawab Lanzo dengan santai. Mereka semua berteriak kesal ke Lanzo dan mereka melemparkan botol minumannya ke Lanzo, "Kalian ini kenapa sih selalu ngamuk ke aku, heran deh." Lanzo dengan kesal.
"Masih tanya lagi...." Mereka memaki-maki Lanzo sedangkan Lanzo hanya minum dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.
Sepulang sekolah, Felix, Yola, dan Lanzo berjalan pulang bersama. Mereka berdua mengabaikan Lanzo karena masih kesal dengan perbuatannya tadi. "Ayolah teman-teman, jangan gitu kan aku cuma bercanda hehe...." Lanzo sambil tersenyum.
"Apa bercanda? heh kau pikir itu lucu ha?" Omel Yola.
"Lagian suruh diam aja susah banget sih," Omel Felix.
Lanzo hanya tersenyum, "Sekali-kali kalian harus olahraga kan ya," Lanzo.
PLAK!
"Auuuu sakit taukkkkk," Omel Lanzo setelah dipukul oleh Yola.
"Kak Felix, kak Yola, kak Lanzo....." Panggil Fumika
, mereka langsung berhenti berjalan dan Fumika
berlari ke arah mereka.
"Kenapa keluar rumah? Fumika
mau beli sesuatu?" Tanya Lanzo. Fumika
mengangguk tersenyum, "Hari ini kak Lanzo mau beliin kita ice cream, ayo kakak-kakak.Oh iya kakak tomatnya habis di kulkas. " Ucap Fumika
lalu menggandeng tangan Felix dan Yola. Mereka berdua mengulurkan lidah ke Lanzo,karena ini pembalasan dari mereka, sedangkan Lanzo hanya diam dan termenung, "Dompetku tidak ada niatan mau kurusan," Gumamnya dengan sedih.
"Buah tidak jatuh dari pohonnya ya," Yola sambil terkekeh.
"Mereka memang saudara," Imbuh Felix dan dia tertawa kecil.
Malam harinya, Fumika
sedang mengerjakan tugasnya sambil memakan tomat sebagai camilannya sedangkan Lanzo membuatkan makan malamnya. "Kakak setelah di pikir-pikir aku cukup pintar ya orangnya," Ucap Fumika
dengan heran. Lanzo hanya terkekeh mendengar ocehan adiknya itu.
"Kakak buat sup ayam ya?" Tanya Fumika
.
"Iya, kenapa? Jangan bilang kau menyuruh kakak buat masukkan tomat," Ucap Lanzo sambil mengacungkan sutilnya ke arah Fumika
. Fumika
mendengus kesal melihat kakaknya yang sudah memarahinya padahal dia belum mengatakan apapun.
"Dengar ya Mika
, tidak semua orang suka kalau semua makanannya ada tomat. Kamu harus belajar begitu." Jelas Lanzo lalu dia kembali memasak, Fumika
hanya diam dan dia memakan tomatnya lagi.
"Ayah hari ini pulang," Ucap Lanzo.
"Iyessss ayah pulang," Teriak Fumika
dengan heboh.
"Mika nanti tetangga denger bisa di gedor-gedor rumah kita." Tegur Lanzo ke adiknya yang terlalu bersemangat itu. Fumika langsung diam dan menutup mulutnya.
"Ayah pulang..." Teriak ayah mereka. Fumika
langsung turun dari kursi meja makannya dan dia berlari menyambut ayahnya, "AYAHHHH....." Teriak Fumika
dengan heboh.
Lanzo menghela nafas melihat tingkah adik dan ayahnya itu, "Ayah dan anak sama saja." Gumamnya dengan heran, lalu Lanzo melihat tugas Fumika
, dia tersenyum karena adiknya bisa mengerjakan tugas sendiri tanpa ajarannya.
"Dia memang adikku," Gumamnya dengan bangga.
Setelah itu mereka makan malam bersama. Dan Fumika
sangat senang karena sup khusus di mangkuknya ada banyak sekali tomat, Lanzo ikut tersenyum melihat adiknya yang begitu bahagia melihat tomat. "Lain kali kakak tidak akan berbaik hati lagi loh," Lanzo.
"Kakak makasih," Ucapnya lalu dia makan dengan sangat lahab. Lalu Fumika
bercerita banyak hal ke ayahnya, dia sangat merindukan ayahnya karena ayahnya jarang sekali pulang. Ayah mereka bekerja sebagai sopir pribadi jadi dia tidak bisa pulang seenaknya saja, karena sewaktu-waktu dia pasti di butuhkan.
"Ayah nilai ku selalu bagus sendiri loh di kelas," Fumika
dengan bangga.
"Iyakah, untung saja gen ibu kalian turun ke kalian berdua." Ayah mereka dengan lega, karena dirinya tidak terlalu pintar.
"Ayah juga hebat," Fumika
. Ayah mereka tersenyum lalu dia mengusap kepala putrinya itu.
"Bukankah kakak sering mengerjakan tugas mu juga?" Tanya Lenzo sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya itu.
"Iya sih, tapi sekarang aku coba kerjain sendiri bisa kok. Tapi mereka nanti tidak yakin kalau aku yang kerjain..." Fumika
dengan bingung.
"Kenapa mereka harus yakin?" Ayah mereka dengan heran.
"Ya nanti bisnis ku tidak berjalan lagi, eh...maksudku nanti ...nanti aku tidak ...tidak..." Fumika
kebingungan mencari alasan karena dia membocorkan dirinya sendiri.
"Hayooo kamu ngapain??" Lanzo sambil menunjuk adiknya itu.
"Maksud ku tadi nanti aku tidak bisa mendapat nilai bagus." Jawab Fumika
sambil tersenyum.
"Kenapa meragukan sekali..." Gumam Lanzo dengan penuh kecurigaan. Fumika
terkekeh, lalu dia mencium pipi ayahnya selanjutnya kakaknya, "Selamat malam aku mau tidur..." Ucapnya lalu dia lari masuk ke dalam kamarnya, mereka tersenyum melihat tingkah Fumika
.
"Terimakasih sudah menjaga adikmu saat ayah kerja," Ucap Ayah mereka.
Lanzo tersenyum, "Tentu saja, aku harus bisa berperan sebagai ayah,ibu, dan kakak untuknya."
Ayah mereka tersenyum, "Lanzo bagaimana dengan sekolah mu?"
"Baik-baik saja," Jawab Lanzo sambil mengunyah makanannya.
"Apa tuan Van masih mengganggu mu?" Ayah mereka dengan cemas.
"Jangan di pikirkan ayah, aku bisa menanganinya kok." Jawab Lanzo sambil tersenyum.
"Ayah merasa bersalah, karena dia atasan ayah, ayah tidak berani melarangnya menyakiti mu..." Ayah mereka dengan sedih.
Lanzo tersenyum, "Aku akan kerja setelah lulus nanti, ayah tidak perlu lagi ya bekerja. Cukup jaga Fumika
yang semakin bandel itu saja." Pinta Lanzo sambil tersenyum. Ayah mereka mengangguk tersenyum.
Lanzo keluar rumah untuk membuang sampah, dan dia melihat Yola yang sedang makan ice cream sambil membawa kantong belanjaannya.
"Malam begini keluar sendirian?" Lanzo dengan heran. Mereka berdua ini tetangga, dan Felix juga.
"Beli snack, aku lapar." Jawab Yola, Lanzo mengangguk mengerti lalu dia mengambil ice cream Yola dan memakannya, Yola memukul lengan Lanzo dengan kesal, "Itu punya ku. Itu bekas ku juga." Omel Yola dengan kesal.
"Katanya kalau makan bekas temen bisa jadi istri nanti," Ucap Lanzo.
Wajah Yola langsung memerah dan dia langsung merasa kepanasan, "Siapa yang bilang begitu coba, teori darimana lagi." Gumamnya dengan kesal.
Lanzo terkekeh, "Dari ku sendiri," Jawab Lanzo. Yola hanya diam dan dia memalingkan wajahnya karena merasa malu.
"Yola kalau kita nikah nanti mau punya anak berapa?" Tanya Lanzo dengan santai.
"Anak apaan sih, siapa juga yang mau menikah dengan mu, bisa-bisa setiap hari emosi aku." Ucap Yola lalu dia berjalan pulang, dan Lanzo mengikutinya. "Ehh enggak mau kah nikah denganku? ayolah Yola menikah dengan ku..." Pimta Lanzo.
Felix melihat mereka dari jendela kamarnya, "Satunya gengsi satunya ugal-ugalan." Gumam Felix dengan heran.
.
.
.
.
.
Tapi hari itu benar-benar merubah semua hidupku. Aku mendengar suara tangisan adikku yang menahan diriku, tapi para polisi ini memisahkan kita. Aku melihat ayahku yang berlutut memohon ke mereka tapi dia diabaikan. Aku melihat kedua sahabat ku yang meneteskan air matanya untukku. Dan aku melihat semua mata teman-temanku yang ketakutan melihatku, mereka merasa jijik denganku.
Kenapa...kenapa aku harus merasakan hal seperti ini?
Aku kehilangan semua yang aku miliki....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments