Mengenalkan ke Publik

"Aku merindukanmu." Dewa menyingkirkan juntaian rambut Zaskia ke belakang kuping agar ia dapat melihat dengan jelas wajah cantik yang sejak setahun ini menghiasi hari-harinya.

Zaskia Arneta. Gadis itu berusia sekitar 25 tahun. Penampilannya yang selalu modis selalu membuat Dewa jatuh hati kepadanya.

Sikapnya yang juga dewasa, serta mapan pun menjadi alasan kuat Dewa sangat mencintai Zaskia.

"Tumben. Kau seperti tidak melihatku beberapa tahun saja, Dewa. Ini tempat umum, jangan sok mesra seperti itu."

"Kau benar. Hari-hari ini aku serasa jauh darimu."

"Aku memang ada di luar kota. Jelas saja aku jauh darimu."

Zaskia menyingkirkan tangan Dewa yang melingkari pinggang rampingnya.

Pandangan Zaskia mengarah pada seorang penjual es krim yang tengah dikerubuti banyak anak kecil. Dan kebetulan tenggorokannya kering sekarang. Ia pun mengajak Dewa ke sana dan membeli dua porsi es krim bercampur toping buah dan juga roti.

"Sibuk apa sampai tidak menghubungiku?" tanya Zaskia setelah menyuapkan satu sendok penuh es krim ke dalam mulutnya.

"Ya, ada kesibukan kerja." Dewa berbohong. Untuk saat ini ia tak berpikir akan mengatakan tentang pernikahannya dengan Sisi.

Dewa belum siap hubungannya dengan Zaskia putus. Dia hanya perlu waktu untuk melepaskan Sisi dan menikah dengan Zaskia, wanita yang sudah dia pilih untuk melahirkan anak-anaknya kelak.

"Cari uang untuk nikah kita?!" Ledek Zaskia sembari tertawa kecil.

Dewa tak henti-hentinya memandangi wajah Zaskia. Senyumnya, gerak lembut wanita itu benar-benar telah menyihir mata dan hati Dewangga.

"Malam ini sangat indah. Aku senang kita bisa bertemu seperti ini. Besok bertemu lagi ya?!" Ajak Dewa seraya membukakan pintu mobil untuk pujaan hatinya.

"Baiklah, tempatnya kau saja yang menentukan."

"Ok. Aku antar kau pulang sekarang."

Mobil melaju membelah kota malam bertabur kerlip lampu jalanan. Begitu indah, membahagiakan dan suasananya sudah tak bisa dirangkai dengan kata-kata lagi. Itulah yang dirasakan Dewa sekarang, hingga ia tak sadar, Sisi masih menungguinya di rumah. Menanti penuh kesetiaan dan kesabaran.

"Sudah jam 12, mas Dewa belum juga kembali." Katanya sembari mengintip dari balik tirai jendela.

Desiran angin dingin membelai dirinya. Tangannya perlahan memeluk tubuhnya sendiri yang berbalut piyama panjang.

"Dingin. Aku akan ambil jaket."

Baru dua langkah ia mendengar suara klakson berbunyi. Gegas Sisi mengintip dari jendela dan melihat mobil Dewa memasuki gerbang rumah mereka.

Senyumnya merekah. Segera ia membuka pintu dan menyambut kedatangan Dewa.

"Apa?" Tanya Dewa dengan ketusnya.

"Saya akan menghangatkan sayur dan menggorengkan ayam untuk lauk Anda. Anda pasti lelah karena barusan lembur."

"Kau menungguku? Siapa yang menyuruhmu?"

"Tidak ada. Saya hanya ingin-"

"Lain kali tidak perlu. Lagian aku tidak lapar, simpan saja makanannya untukmu sendiri besok."

Sisi terdiam. Kecewa? Iya. Ia hanya berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk Dewa. Apalagi Dewa adalah tulang punggung keluarga, jadi dia ingin memberikan yang terbaik untuk Dewa walau hanya memberikan gizi berupa makanan yang sehat. Apa Sisi salah?

Langkah Dewa cepat menaiki tangga meninggalkan Sisi yang memandanginya di lantai bawah.

Buru-buru Sisi mengejar Dewa. "Akan saya buatkan coklat hangat."

Dewa berbalik memandang tajam Sisi. "Tidak perlu. Kembali ke kamarmu dan tidur saja."

"Biarkan saya melakukan tugas saya." Sisi memandang lekat pria yang kini telah menjadi suaminya itu. "Walau ... hanya sekedar membuatkan Anda segelas susu coklat. Biarkan saya melakukannya." Sisi memohon dengan mata berkaca-kaca.

"Aku tidak akan meminumnya meskipun setiap malam kau membuatkannya untukku!"

"Tidak apa-apa," Sisi tersenyum. "Itu hak Anda, yang penting saya bisa melakukannya."

"Dasar keras kepala."

Sisi merebus air di atas kompor. Sembari menunggu airnya mendidih, Sisi meracik bubuk coklat ke dalam gelas. Ia tak menambahkan gula lagi dalam gelas itu karena menurutnya bubuk coklat itu sudah cukup manis.

Selesai meracik, ia bawakan gelas itu ke dalam kamar Dewa. Nampak Dewa baru saja mandi dan menggunakan pakaian piyama berlengan pendek bercelana panjang warna biru. Rambutnya yang basah ia tarik ke belakang, semakin membuatnya tampan saja. Bibirnya yang tebal dan merah muda, kulitnya yang putih membuat Sisi sulit mengalihkan pandangan.

"Taruh di meja dan pergilah. Dan jangan melihatku seperti itu, aku benci."

Sisi masih berdiri tanpa menghiraukan keinginan Dewa untuk pergi.

"Kenapa diam saja. Pergilah!"

"Apa hubungan ini tidak bisa dibenahi?"

"Tidak. Jangan berharap lebih dari hubungan ini. Kalau kau tidak ingin berpisah, maka aku sendiri yang akan bilang pada keluarga kalau kita akan berpisah."

Dewa mendekati Sisi. "Umurmu masih sangat muda, kau bisa memilih pria yang benar-benar menyukaimu." Dewa semakin memandang wajah gadis itu lalu memujinya. "Kau sangat cantik, tapi aku tidak menyukaimu."

"Kalau begitu, saya tetap akan mempertahankan pernikahan ini dengan cara saya sendiri. Walau Anda tidak setuju, tapi saya tidak akan mau menyakiti hati keluarga yang telah mendukung pernikahan ini!"

"Yaampun, wanita macam apa kau ini?!" Dewa frustasi mendengar kalimat Sisi barusan. "Apa kau tidak paham artinya di tolak?"

"Tapi saya juga punya prinsip!"

"Prinsip macam apa yang kau miliki itu. Dasar tidak waras."

"Baiklah baiklah, saya minta maaf. Anda minum ya coklatnya mumpung masih hangat. Saya permisi dulu."

"Dasar tidak waras." Dewa menutup dengan keras pintu kamarnya sambil merutuki Sisi yang menurutnya adalah wanita aneh. "Apa gadis muda itu seperti itu? Jika punya keinginan harus dituruti. Kekanak-kanakan sekali."

**

"Kenapa murung. Apa ada masalah?" tanya Denis. Ia menarik kursi dan duduk di depan meja Dewangga.

"Selama ini kau mengenalku kan?"

"Tentu saja, kau kakakku."

"Kalau aku tidak suka pada sesuatu, apa keputusanku selanjutnya?"

"Melepaskannya, membuangnya."

"Itupun akan aku lakukan pada gadis kecil itu. Aku tidak suka padanya."

"Apa?" Denis terkejut. "Jangan macam-macam. Kalian sudah terikat dengan pernikahan."

"Manfaat dari pernikahan ini apa? Kalian sama sekali tidak memahami perasaanku. Aku tidak suka sama gadis itu."

"Sisi namanya. Jangan sebut dia 'gadis itu' terus." Denis menjentikkan jarinya. "Dengan pernikahan kalian, keluarga kita tidak memiliki hutang budi lagi pada keluarga Sisi."

"Hutang budi apa itu?"

"Yang aku tahu ayah Sisi sudah mengabdikan dirinya di perusahaan kita cukup lama. Tiap ada masalah, beliau cukup andil untuk menyelesaikan masalah itu. Wajar kalau kau tidak tahu. Hidupmu baru setahun di sini."

"Hemmm, tapi bukan dengan pernikahan cara untuk membalas budi. Kenapa pikiran kalian sama seperti gadis itu?"

"Sisi Dewa, Sisi-"

Tok tok tok

Ucapan Denis terhenti saat mendengar suara ketukan pintu. Lalu ia bangkit dan membuka pintu itu.

"Mama, ada apa?"

"Biarkan mama masuk dulu."

"Oh iya, baik-baik. Masuk Ma."

Rosita berdiri di dekat kedua anaknya.

"Dewa, persiapkan Sisi untuk besok. Mama akan mulai memperkenalkannya ke publik."

Terpopuler

Comments

🌼⃝⭕Tunik

🌼⃝⭕Tunik

Mama Rosita

2023-11-17

0

🔵pacarku 😜Peak_Fam😜

🔵pacarku 😜Peak_Fam😜

uhhiuuy ttp semangat kejar jumkat tor

2023-11-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!