Camp Serah Terima Jabatan

Buper Bukit Lambosir di kabupaten Kuningan menjadi lokasi pilihan yang telah disepakati bersama sebelumnya untuk kegiatan camp eskul pramuka. Suasana alami dan kesejukan khas dataran tinggi di kaki gunung Ciremai menjadi daya tarik yang kuat dari tempat ini. Sebagai junior yang hanya dihadirkan menjadi perwakilan untuk saksi kegiatan, aku tidak ada bedanya dengan tamu dalam organisasi ini. Aku tidak mendapatkan peran apapun selain duduk manis di bangku yang telah disediakan oleh pengelola buper atau berjalan berkeliling mengintari wilayah perbukitan di sekitar, tidak ada hal lain lagi yang aku lakukan selama menunggu momen serah terima tugas dan penentuan jabatan pengurus inti organisasi pramuka yang selanjutnya akan menjadi tanggung jawab kakak bantara dari kelas sebelas malam nanti. Begitu juga teman-temanku yang lain dari kelas X. Kami benar-benar diposisikan hanya sebatas tamu dari perwakilan kelas saja. Kakak bantara dari kelas XI dan XII yang terlihat sibuk dengan berbagai agenda kegiatan.

Antusiasku sesekali berubah menjadi tekanan karena tatapan sinis dari Bayu beserta ketiga teman satu genknya. Entah mengapa gerak-gerikku seperti menjadi fokus utama pemantauan mereka berempat.

"Kamu udah jadi target kan?" Tanya seseorang dengan berbisik tepat di telingaku saat aku duduk di antara rerumputan hijau.

"Kak Yusuf...."

"Kabar soal kejadian di kelasmu sampai juga loh di telingaku. Sayangnya hari itu aku tidak berangkat sekolah karena sakit. Bagaimana sekarang?"

"Apanya yang bagaimana??"

"Masih yakin belum butuh peranan dari aku?"

"Aduh please atuh kak, ikh...."

"Kamu jangan sungkan. Aku tidak seomes yang kamu kira kok."

"Dddiiihhhh...."

"Aku pesankan satu hal sama kamu, berlaku untuk saat ini. Jangan pernah meminum atau memakan apapun yang adalah pemberian dari Bayu. Jika kamu mau aman."

"Duh udah atuh kak, aku ingin hidup bebas dengan aman."

"Siapa yang bisa memastikan kamu aman di tempat seperti ini??"

"Kalian itu aneh sekali ya, bisa-bisanya dengan bangga memberi presure terhadap adik kelas."

"Salah siapa kamu cantik dan cerdas, hahahahaha...."

"Diiiihhhhh...."

"Ini terakhir kalinya aku menawarkan diri. Yakin masih mau menolak bantuanku?"

Aku menatap lekat wajah kak Yusuf. Dia memang tampan seperti penilaian teman-temanku.

"Kak, mengapa ada banyak sekali bayangan di wajah kakak??"

"Maksudmu??"

"Kakak...."

"Eh, neng...."

Tubuhku limbung hendak terguling ke arah jurang. Yusuf dengan sigap menarik lenganku hingga aku ambruk menimpa tubuhnya. Sejak awal keberangkatan ke sini kondisi kesehatanku memang sedang drop. Selepas shalat subuh tadi aku mengalami demam yang cukup tinggi namun karena keadaan orang tuaku yang juga sedang sakit jadi kusembunyikan kondisiku. Aku selalu memperlihatkan semangat dan keceriaan agar ayah dan ibu ikut termotivasi untuk mengupayakan kesembuhan dari sakitnya. Sebenarnya sudah lama mengalami hipotensi dengan keluhan gerd karena sering telat makan dan stres. Suasana menjadi riuh penuh kepanikan mengetahui aku dalam keadaan tak sepenuhnya dapat sadarkan diri dan menggigil dengan demam tinggi. Derap kaki berlarian menuju ke arahku.

"Tolong tim P3K segera ambilkan obat dan sendok. Jangan sampai Kandita menggigit lidahnya sendiri. Mohon cepat ya, jariku sudah sakit karena digigit ini." Perintah Yusuf sedikit berteriak. Aku masih mampu mendengar dengan baik meskipun kepalaku sakit tak terkira, serasa telah pecah terbelah-belah. Sesaat kemudian terasa ada benda dingin dimasukkan ke dalam mulutku, mungkin sendok berbahan stainles steel seperti kata Yusuf barusan.

"Tahan sendoknya, pengangin yang benar." Perintah Yusuf lagi. Kali ini aku merasa tubuhku diangkat olehnya, detak jantungnya begitu dekat dengan dadaku. Setelahnya aku sudah tidak dapat mengingat apapun lagi.

***

"Sudah sadar, neng?" Tanya pak Nana, pembina pramuka di sekolahku. Pertanyaan itu terdengar tepat saat kedua mataku membuka dengan perlahan. Saat ini aku tidak berada di buper lagi. Kupendarkan pandangan pada sekeliling, ternyata ruangan pemeriksaan kesehatan, mungkin puskesmas atau bisa jadi puskesdes.

"Kalau sakit begini sebaiknya kamu pulang lebih awal saja ya. Saya akan menyuruh kakak bantara untuk mengantarkanmu."

"Saya baik-baik saja, pak...."

"Tensi darahmu saat pingsan sangat rendah, itu berbahaya loh. Apakah kamu belum sarapan sebelumnya atau memang sedang sakit?"

"Saya sedikit tidak fit, pak."

"Harusnya kamu izin saja, jangan memaksakam diri jika kondisi kesehatan sedang tidak baik."

"Iya pak, saya mohon maaf telah merepotkan bapak dan banyak pihak. Insya Allah saya masih bisa melanjutkan ikut serta dalam kegiatan ini, pak."

"Ya sudah, tidak apa-apa yang penting kamu sembuh dulu. Kamu istirahat saja dulu di puskesdes ini, nanti saya akan panggil kakak bantara untuk menemanimu."

"Baik pak, terima kasih."

Pak Nana kemudian pergi dari hadapanku. Kepalaku masih terasa pening. Aku tidak tahu sudah jam berapa sekarang, sedang ada kegiatan apa di buper sana. Rasa-rasanya aku merasa begitu malu mengingat kejadian sebelum tubuhku limbung. Yusuf seakan ditakdirkan untuk selalu ada saat aku dalam kondisi di titik paling lemah.

"Udah sadar, neng. Makan dulu ya...."

"Kak Bayyyuuu...." Pekikku kaget. Berbagai macam ketakutan berkecamuk di kepalaku. Degup jantungku kian berpacu hingga membuatku berkeringat dingin dan gemetaran.

"Aku disuruh pak Nana untuk menemani kamu. Kegiatan ini kan aku yang memimpin, jadi jika ada hal-hal yang tak diinginkan tentu saja aku yang harus bertanggung jawab."

"Nnnoooo...." Gumamku tercekat. Pak Nana mengapa meminta monster ini untuk menemaniku? Apakah telah ada sabotase??

Ingin rasanya berteriak atau segera berlari dari ruangan ini. Siapapun itu, tolong selamatkan aku....

"Aku sudah bilang kan, kamu akan menjadi milikku. Tolong jangan menolak ya, jika tidak aku bisa berbuat sesuatu yang kejam terhadapmu." Bisiknya di telingaku. Gemetar di tubuhku semakin menjadi, sayangnya saat ini tubuhku terlalu lemah untuk memberikan perlawanan. Bayu membelai pipiku dengan lembut, senyumannya menyeringai sangat menyeramkan.

"Ayo makan dulu, neng. Aku suapin ya...."

"Kkaakk...." Ucapku lirih.

"Iya, neng?"

"Bolehkah aku mendapatkan keadaan yang aman kak?"

"Maksudnya??"

"Aku takuttt...."

"Takut??"

"Aku merasa takut dengan kehadiran kakak di sini...."

"Aku bukan setan, neng!"

"Maaf...."

"Lagian ada apa sih dengan sikapku, neng? Aku hanya ingin mencintai kamu, ingin menjadikanmu istimewa di hidupku. Apakah salah??"

"Jangan memaksaku untuk itu, kak.... Kita bisa berteman dengan lebih baik.... Lagggiii...."

"Aku tahu ini mungkin keterlaluan buatmu, tapi bisa tidak memberi kesempatan padaku?"

"Aku belum ada keinginan untuk pacaran, kak...."

"Apa kurangku??"

"Tidak ada, kak. Di luar sana pasti banyak gadis yang menunggu kesempatan untuk berada di posisiku ini."

"Aku hanya mau kamu, neng."

"Please kak...."

"Kamu ini bahkan dalam keadaan terlemah pun masih mampu menolakku. Aku merasa sedikit kecewa loh, neng...."

"Maaf, kkkaak...."

"Jika secara baik-baik tidak bisa kudapatkan hati kamu, bagaimana jika dengan cara yang lain? Barangkali kamu suka sesuatu yang dipaksa??"

"Nnnoooo, kak...."

"Aku tidak peduli jika setelah ini kita sama-sama kena DO dari sekolah. Itu malah jauh lebih baik, kita bisa menikah dan hidup bahagia. Hahahahaa....."

"Jangan kkaakkk...." Tangisku kali ini pecah. Ka Bayu membekap mulutku untuk meredam suara tangis itu. Aku meronta dengan sisa tenaga yang ada. Entah mengapa ruangan ini begitu sunyi, seakan hanya ada aku dan Bayu saja.

"Aku bisa mendapatkan berapapun gadis yang lebih cantik darimu jika aku mau. Siapapun yang kuinginkan untuk menjadi pacarku, mereka tidak akan menolak. Aku tidak pernah mendapatkan penolakan dari siapapun sebelumnya. Mengapa neng begitu sombong dengan dua kali menolakku?!"

"Aku belum ingin menjalin hubungan...."

"Bohong!! Lalu apa yang terjadi kemarin dengan Yusuf, bukankah kamu bilang mendapat penolakan dari dia?!!"

"Aakkkkuuu...."

"Padahal apa kurangnya aku? Perlakuanku sebegitu baik dan ramahnya padamu, neng. Aku memintamu dengan cara yang sangat sopan, bahkan belum pernah kulakukan itu sebelumnya. Apa kelebihanmu sehingga membuatku merasa begitu bodoh seperti ini?!!!"

"Kkkaakkk.... Mohon maafkan aku.... Cinta tidak harus memiliki...."

"Itu tidak ada dalam kamus hidupku. Apa yang kumau akan kudapatkan, bagaimanapun caranya!!"

"Egois, kakak egois...."

"Demi kamu, hanya demi kamu aku menjadi egois. Hampir empat bulan aku menahan diri, mengapa kamu tidak mau memberi kesempatan tapi malah memberi perasaan dengan cara yang rendah kepada Yusuf. Katakan, apa lebihnya dia dibandingkan denganku?!!"

"Akuu...."

"Jika secara legal aku gagal mendapatkan hatimu, akan kupaksa keadaanlah yang membuatmu bisa menerimaku. Aku yakin kamu memiliki rahim yang subur, aku pun memiliki benih yang bagus. Kamu bisa langsung hamil dengan sekali saja kusetubuhi badanmu. Dengan begitu mau tidak mau kamu bisa kumiliki sepenuhnya."

"Jangan kak, please...."

"Bayu Samudra bin Muhamad Bahar Komaruzaman, jika seorang gadis telah menolakmu lebih dari dua kali tolong berhenti untuk terus memaksanya. Karena selanjutnya kamu hanya akan mendapatkan kesia-siaan untuk yang ketiga kalinya. Jikapun gadis itu kemudian kamu dapatkan, kamu hanya mendapatkan raganya yang kosong tanpa jiwa. Apa bedanya dengan kamu mendapatkan orang gila di pinggir jalan??" Terdengar suara mengalihkan keadaan genting yang sedang kualami. Yusuf berdiri menatap kami berdua. Ada perasaan lega di hatiku saat melihat tubuh kekarnya berada di sini. Jika tubuhku tidak selemah ini dengan selang infus yang terpasang di lengan, aku pasti sudah berlari dan memeluk tubuhnya untuk menenangkan diri.

"Yusuf, tolong jangan ikut campur. Ini bukan urusanmu!!"

"Jika Kandita yang kamu paksa, jelas itu adalah urusanku."

"Apa urusanmu dengan Kandita??"

"Aku pacarnya."

"Hah??!!"

"Aku tidak sungguh-sungguh menolaknya. Aku menerima Kandita dan dia salah paham. Tolong tinggalkan pacarku, Kandita. Kita ini berteman, bukankah dengan teman sendiri tidak boleh ada persaingan apalagi merebut kepemilikan seorang gadis??"

"Sial.... Kamu pengkhianat, Yusuf. Bukankah kamu yang kuminta membantuku mendapatkan Kandita, mengapa kamu mengkhianatiku?!!"

"Kamu yang seharusnya meminta maaf kepadaku karena telah lancang mengintimidasi Kandita. Cinta itu tidak bisa dipaksakan, kamu harus menerima kenyataan itu."

"Apa buktinya jika kalian memang pacaran??"

"Butuh bukti??"

"Tentu!"

"Ini buktinya...."

Yusuf berjalan mendekati wajahku, sebuah ciuman mendarat di bibirku tanpa dapat kuelak. Yusuf mencium bibirku dengan lembut dan sabar, lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku hingga lidah kami bertemu. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Degup jantungku kali ini lebih kencang memacu adrenalin.

"Oke, okkee.... Maaf aku sudah mengganggu hubungan kalian. Selanjutnya aku tidak akan mendekati Kandita lagi. Tapi jika aku mengetahui kalian membohongiku, aku tidak akan segan untuk memberi perhitungan yang sebanding dengan saat ini." Tegas Bayu lalu segera pergi begitu saja. Yusuf masih mengunci ciumannya di bibirku hingga Bayu benar-benar keluar dari ruangan.

"Maaf aku tidak ada maksud mesum. Ini demi keamanan kamu, neng." Kata Yusuf setelah melepas ciumannya.

"Aku barusan takut sekali, kak...."

"Sudah kubilang sebelumnya kan, kamu dalam bahaya."

"Yakin dia tidak akan mengganguku lagi??"

"Tidak akan. Dia memang player tapi sebagai laki-laki dia akan memegang teguh ucapannya barusan."

"Terima kasih...."

"Ya sudah mulai sekarang kamu harus berpura-pura sebagai pacarku. Jangan sampai Bayu menemui celah kebohongan kita. Dia memiliki banyak akses dan dukungan untuk mencapai keinginannya."

"Sampai kapan?"

"Sampai aku dan Bayu lulus dari sekolah ini."

"Selama itu aku harus berpura-pura menjadi pacarmu, kak??"

"Iya."

"Ini seperti lepas dari lubang buaya tapi masuk ke kandang harimau...."

"Hahahahaha.... Aku tidak akan melakukan apapun terhadap kamu."

"Yang tadi??"

"Itu untuk meyakinkan Bayu. Untung saja kamu tidak berontak, jika menolak ciumanku ya sudah nasibmu menjadi target Bayu silakan cari pertolongan sendiri."

"Aku tidak pernah melakukan itu...."

"Aku tahu, hahahaha...."

"Kalian sama-sama jahat!!"

"Mau melakukannya lagi dengan lebih baik??"

"Nooo!!"

"Hahahahaha.... First kiss ya berarti. Hahahahahaha...."

"Kok bisa sih pak Nana menyuruh kak Bayu??"

"Bukan salah pak Nana. Sebenarnya bukan dia yang seharusnya ke sini. Laras, bantara dari kelas sebelas yang disuruh ke sini oleh pak Nana. Di perjalanan menuju ke sini Bayu menghadang Laras dan menggantikan posisinya. Aku segera ke sini setelah Laras sampai di camp dan mengatakan bahwa Bayu yang memaksanya untuk kembali. Aku tahu betul otak dia."

"Sebegitu obsesnya...."

"Nah, sekarang sudah yakin mau menerima bantuanku?"

"Mau bagaimana lagi...."

"Oke, deal. Hahahahaha...."

***

Malam hari di bukit Lambosir dengan berbagai hal yang sedang terjadi di dalam pikiran membuatku menjadi seorang anggota pramuka yang sangat pasif. Ketika teman-teman yang lain begitu bersemangat bernyanyi dan bersenda gurau dalam acara api unggun, aku hanya bisa memaksakan senyuman tipis kemudian memilih lebih banyak diam. Jarum jam di jam tanganku masih menunjukkan angka 8, masih sore, memang adzan Isya belum begitu lama menghilang. Aku merasa waktu berjalan begitu lambat dari biasanya. Intimidasi dari Bayu tadi pagi, lalu disusul oleh keterpaksaan menyetujui perjanjian dengan Yusuf, belum lagi puluhan pasanga mata yang sesekali menatapku sinis dan hina, membuatku semakin tersudut dan merasa tidak nyaman berada di sini.

"Dit, kamu baik-baik saja??" Tanya Suhana mengagetkan lamunan. Dia datang menghampiriku mungkin karena melihatku duduk di samping Lidia dengan pandangan kosong.

"Oh iya, Na. Aku baik-baik saja kok, oke banget."

"Yakin??"

"Yakin, serius."

"Kalau misalkan kamu merasa sakit lagi mending istirahat di sekre lebih awal, nanti aku yang akan memberitahu pak Nana dan kak Bayu."

"Hhahhhh, kak Bayu?!!"

"Iya, kan dia masih pradana, tapi jangan khawatir dia pasti ngasih izin kok."

"Duh jangan deh, Na. Tidak apa-apa kok, seriusan aku oke."

"Kamu yakin, Dit??" Kali ini Lidia yang memastikan kondisi setelah sebelumnya hanya mendengarkan obrolanku dengan Suhana.

"Iya, Lid. Oke kok, seriusan."

"Ya udah, kalau ada apa-apa atau terasa sakitnya kambuh kamu suruh Lidia segera minta bantuan kakak bantara ya atau nyari aku."

"Oke, Na. Terima kasih."

"Sama-sama, Dit. Sesama teman kita harus saling menolong kan?" Suhana berlalu dari sampingku. Dia kembali ke tempat duduknya semula di barisan bantara putra.

"Kandita Pramesti ya?" Tanya seorang kakak bantara putri dari kelas sebelas.

"Iya kak, ada apa??"

"Dicari krani putra."

"Krani putra??"

"Iya, kak Yusuf."

"Hhaahhh... Ada apa??"

"Ya mana aku tahu atuh neng. Disuruh ke gazebo bawah yang dekat parkiran itu, sendirian."

"Yah mesti turun, jauh atuh kak??"

"Mau gimana lagi, udah ayo cepetan ke sana ya. Ditunggu loh neng, jangan kelamaan."

"Iya deh kak. Terima kasih."

Aku berpamitan pada Lidia yang masih memperlihatkan mimik wajah penasaran. Di tempat yang berbeda Suhana pun memperhatikan langkahku. Dia lalu meminta izin kepada kakak panitia acara untuk pergi ke belakang.

Aku berjalan menuruni anak tangga alami menuju tempat yang dimaksud, di dalam hati dan pikiranku semakin banyak pertanyaan yang kini muncul menanyakan jawaban. Setelah berjalan sekitar 10 menit, sesampainya di depan gazebo samping kanan parkiran kendaraan pengunjung, aku tidak menemukan keberadaan Yusuf namun justru melihat Bayu yang sedang duduk seorang diri dengan segelas kopi.

"Nyari Yusuf kan??" Tanyanya langsung to the point.

"Iya. Katanya aku suruh ke sini oleh kak Yusuf."

"Tidak ada Yusuf di sini, adanya Bayu."

"Oh maaf, mungkin kakak kelas tadi salah menyampaikan informasi. Aku akan segera kembali ke camp."

"Itu memang aku yang menyuruh."

"Maksud kak Bayu apa dengan mengatasnamakan kak Yusuf??"

"Aku ingin tahu, seberapa besar perasaan dan kepedulianmu terhadap si pengkhianat itu."

"Udah atuh kak, cukup. Sekarang ini sedang berada dalam kegiatan resmi, apa tidak bahaya jika mencampurkan permasalahan pribadi dengan organisasi?!"

"Tidak!"

"Lalu apa yang kakak mau setelah aku berada di sini?"

"Sini temani aku ngopi. Kamu suka minum kopi tidak?"

"Aku bukan penyuka kopi."

"Oh ya, masa? Tapi bibir Yusuf yang menciummu itu baru saja selesai menyentuh minuman kopi loh, kok kamu terlihat suka sih?!!"

"Maaf aku harus kembali ke camp, kak. Kakak juga tidak seharusnya berada di sini, tidak pantas seorang pradana meninggalkan area kegiatan demi kepentingan pribadi karena itu sama saja memberi contoh yang buruk untuk adik junior dan merendahkan harga diri kakak sendiri."

"Sok tahu kamu. Udah jadi perempuan murahan saja masih berani bicara soal harga diri."

"Kakak bilang apa? Perempuan murahan?!!"

"Apa namamya jika tidak murahan? Mau saja dicium oleh kakak kelas bahkan ngajak jadian hingga melukai lengannya sampai masalah itu dibawa ke ruang BK."

"Kakak yang sok tahu soal kami, padahal tidak tahu sedikitpun!!"

"Kamu lama-lama ngeyel ya?!!"

"Tolong atuh kak, udah. Tolong biarkan aku bebas...."

"Lalu siapa yang mengekangmu?!!"

"Apa yang kakak lakukan terhadapku itu sama saja mengekang kebebasanku, kak."

"Aku hanya ingin menjadikanmu perempuan istimewa, salahku di mana?!!"

"Itu yang salah, keinginan kakak itu!!"

"Lama-lama aku semakin nekat terhadap kamu loh, neng!"

"Sekarang aku tidak takut lagi, kak. Ancaman kakak itu justru semakin membuatku merasa bahwa kakak memang tidak pantas mendapatkan balasan perasaan apapun dariku."

"Sialan!!!"

Bayu kali ini bangun dari duduknya, menghampiriku yang berdiri tepat di hadapannya. Tatapan tajam dan raut wajah menakutkan terlihat jelas oleh penerangan lampu di gazebo, Bayu benar-benar emosi. Entah mengapa aku tidak gentar menghadapinya kali ini. Meskipun kondisi kesehatanku belum sepenuhnya pulih setelah kejadian pagi tadi, namun aku merasa bahwa sikap arogan kakak kelas yang satu ini sudah saatnya mendapatkan perlawanan secara langsung dan tegas.

"Bayu Samudra!!!" Sentak seseorang dengan suara yang cukup keras. Kami berdua menengok ke arah sumber suara. Yusuf dengan Suhana di sampingnya. Rupanya Suhana sejak tadi mengikutiku lalu segera kembali ke camp untuk memberitahu Yusuf mengenai apa yang terjadi di sini.

"Ah, lagi-lagi pengkhianat datang mengganggu kita. Kali ini kamu lolos, neng. Awas saja nanti, urusan kita belum selesai." Bisik Bayu tepat di telingaku. Dia beranjak pergi begitu saja, meninggalkanku dan segelas kopi yang masih utuh mengepulkan asap panas.

"Sudah kukatakan padamu dengan sangat jelas, jangan ganggu Kandita!!" Sergap Yusuf menghalangi langkah kaki Bayu. Dia mencengkram kerah seragam pramuka lawan bicaranya. Suasana menjadi sangat mendebarkan. Suhana berusaha melerai tindakan Yusuf maupun Bayu yang telah sama-sama berada dalam tingkatan emosi yang semakin berbahaya.

"Dia sendiri yang datang ke sini untuk menemuiku, salahku di mana??" Tegas Bayu dengan kelicikannya. Kedua tangannya menepis cengkraman tangan Yusuf pada kerah bajunya. Mata Bayu mengerling sesaat ke arahku bersamaan dengan senyuman penuh kemenangan.

"Dia bohong!!" Sentakku membela diri.

"Dia menyuruh kakak bantara dari kelas sebelas untuk membohongiku, dia yang menyuruhku datang ke sini dengan mengatasnamakan kak Yusuf." Lanjutku memberikan penjelasan. Aku tahu, Yusuf pasti akan berada di pihakku. Seharusnya begitu.

"Dengar ya, mulai sekarang kita sudah bukan lagi sebagai teman yang dulu. Aku tidak akan segan-segan memberi perhitungan jika kamu berani mengganggu Kandita lagi."

"Untung bekinganmu Yusuf, jika bukan dia pasti sudah kupastikan tubuhnya babak belur olehku saat ini."

Bayu meninggalkan kami bertiga. Sesaat kemudian Yusuf memberi instruksi kepada Suhana agar segera pergi ke camp.

"Kamu tidak apa-apa, neng?"

"Kali ini aku bisa melawannya, kak."

"Langkahmu salah besar, neng. Dengan cara seperti itu justru kamu memperkeruh keadaan untuk ke depannya."

"Lah maksudnya??"

"Bayu tidak akan menerima perlakuanmu sekarang. Perasaannya terhadapmu tidak jauh beda dengan dendam, suatu saat dia pasti akan mencari kesempatan untuk melampiaskan."

"Terus aku harus bagaimana?"

"Pilihannya hanya ada dua. Kamu segera pindah sekolah atau kamu menyiapkan diri untuk menghadapinya jika mau tetap bertahan di sekolah."

"Ya Allah.... Separah itu...."

"Dia anak pemilik sekolah kita, neng."

"Lalu kakak sendiri bagaimana? Sekarang jadi musuhnya??"

"Iya."

"Maafkan aku kak, ini semua gara-gara kehadiranku."

"Cantik dan cerdasnya seorang perempuan terkadang membawa petaka untuk hidup perempuan itu sendiri, begitulah karmanya. Karena perempuan yang terlahir memiliki kecantikan lebih biasanya diimbangi dengan tingkat kecerdasannya yang rendah, namun kamu malah balance. Kamu cantik dan cerdas, makanya ada karma lain sebagai efeknya."

"Dddiiihhhh...."

"Hubungan pertemananku dengan Bayu sebenarnya tidak ada masalah jika aku jujur bahwa kita tidak pacaran, namun nanti resikonya kamu akan menjadi target dia sepenuhnya."

"Jangan kak, pleaseeee...."

"Ya memang akulah pemegang safety key buat kamu, neng. Saat Bayu baru pindah ke sekolah kita, kami berdua menjadi teman akrab. Dia mengetahui banyak hal tentangku."

"Jika begitu, bantu aku ya kak...."

"Hahahahaha...."

"Kok tertawa??"

"Lucu saja, gadis arogan yang sombong sepertimu ternyata bisa juga ya memohon pertolongan pada orang yang kamu anggap omes ini."

"Ya maaf atuh...."

"Boleh, asal kamu setuju terhadap syaratnya."

"Syarat?? Tolong atuh kak, jangan masukin aku ke kandang harimau setelah menawarkan pintu keluar dari lubang buaya."

"Lebih tepatnya masuk ke kandang rubah, hahahaha...."

"Diiiiihhhhh...."

"Kamu boleh menjadi pacar bohonganku, selama itu aku akan membantu kamu berada dalam keadaan aman. Syaratnya setiap hari sabtu dan minggu kamu datang ke rumahku untuk bekerja."

"Hhhaaaahhh???"

"Bagaimana?"

"Ini kok jadi mirip alur drama di kebayakan film romance sih kak??"

"Kamu cukup bantu aku bersihin rumah, mandiin kucing, dan mencuci pakaianku. Nanti bonusnya aku kasih kamu segelas cokelat hangat, kamu suka cokelat hangat kan?"

"Ya Allah...."

"Oh iya, nanti hari sabtu-minggu kamu tidak perlu sarapan dan makan siang. Aku yang akan masak sekalian buat kamu juga."

"Itu seriusan kak, kerja jadi semacam ART part time buat kakak???"

"Serius atuh. Hari minggunya kamu temani aku belanja kebutuhan buat seminggu, kita ke Cirebon kota. Sekalian siangnya temani hobi aku, drag race. Cukup sediain minuman energi dan cemilan saja selama aku balapan, kalau menang semua uang taruhannya buat kamu."

"Hhhaaaaahhh balapan???"

"Iya, balapan motor."

"Kakak suka balapan??"

"Aku ini laki-laki, wajar kan?"

"Ya ampunnnn.... If it's a dream please someone let me wake up as soon...."

"Udah jangan lebai. Minggu depan mulai berlaku syaratnya. Satu lagi, aku tidak benar-benar menjadi pacarmu ya, jika aku dekat dengan perempuan manapun kamu tidak boleh protes."

"Iya deh, terserah."

Oh Rabbku....

Bolehkah aku flashback kembali saat berada di rumah subuh kemarin?

Seharusnya aku mengurungkan niat untuk andil dalam kegiatan organisasi hari ini.

Duhai waktu, bolehkah kureset??

Aku tidak tahu keputusan ini terbaik atau justru bahkan terburuk, yang telah pasti terjadi laki-laki pertama yang menyentuh bibirku adalah dia, Yusuf Ainoor.

Kali ini aku pun akan dijadikan pekerja part time untuk pertama kali oleh dia, Yusuf Ainoor.

Lagi-lagi dia....

Salahkah jika aku membenci Yusuf Ainoor?

Pada kenyataannya memang tidak dapat kupungkiri jika dia laki-laki tampan dengan pesona yang misterius, namun perangainya terhadapku tidak jauh berbeda dengan Bayu.

Oh Rabbku....

Aku ingin memulai hidup bebas dengan aman sebagai siswa SMA, mengapa aku harus mengalami kenyataan ini?

Bukankah kewajiban sebagai siswa hanyalah belajar dengan giat dan menghasilkan prestasi akademik yang baik, mengapa aku harus dipertemukan dengan kakak kelas bernama Bayu dan Yusuf yang membuatku merasa bahwa sekolah adalah gerbang penderitaan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!