1.

Sudah berselang tujuh hari, sejak kecelakaan maut yang merenggut nyawa Aksa dan Devanka. Media yang tadinya serentak mengabarkan kematian sosok pemilik Galaxy group itu kini meredup dan senyap seakan sudah melupakan momen tersebut.

Di balik meja kerja, Arben menatap diam kearah lembaran kertas di hadapannya sambil memainkan pena dengan jari. Sejak momen terakhir perpisahan dengan Aksa, ucapan sahabatnya itu masih terngiang bagai suara nyamuk yang menusuk gendang telinga Arben. Walaupun pria itu memutuskan mengabaikan permintaan Aksa dan menganggapnya angin lalu. Namun, diam-diam ternyata Arben telah menyelidiki tentang sosok Bella yang membuat Arben makin memantapkan diri untuk tak berurusan dengan keluarga itu.

Ternyata Bella memiliki paras yang sangat mirip dengan Devanka di masa remaja, hanya sebuah tahi lalat kecil di bawah mata yang mana turunan genetik dari Aksa yang dapat membuat perbedaan diantara ibu dan anak tersebut.

Arben berpikir, akan sangat kekanakan jika dia menolak permintaan terakhir sahabatnya hanya karena tidak bisa move on dari sang mantan gebetan. Namun, tentu saja dia juga menimbang anggapan orang jika dia benar-benar menikahi gadis yang ayahnya saja bahkan sepantaran dengannya.

Lagi-lagi Arben menghela napas, sambil menutupi lembaran kertas itu dengan sebuah map coklat yang terletak di sisi meja. Matanya kini beralih kearah sebuah handphone yang terus bergetar di sampingnya. Tampak di layar handphone itu tertulis panggilan dari kontak yang diberi nama 'Bapak-bapak berisik'.

"Ya, ada apa?" tanya Arben sambil menempelkan handphone di telinga.

"Kau belum lihat berita di tv hari ini?" sahut sosok dengan suara berat itu dari balik sambungan telephon.

"Hah, berita apa?" Arben menjawab dengan suara datar.

"Kau nyalakan saja tv-mu itu bocah sialan, jangan banyak tanya." Mendengar ocehan pria itu, Arben lantas mengambil sebuah remot televisi dari dalam laci meja kerja lantas menghidupkannya. Saat itu juga, siaran televisi tersebut membuatnya terperanjat.

Sosok pria dengan kumis tebal serta potongan rambut rapi itu tengah berdiri di sebuah podium, tepat di depan para wartawan. Dengan suara lantang dan pasti, pria itu mendeklarasikan diri sebagai pengganti Aryaksa Lerandy sebagai pemilik baru Galaxy group. Pernyataan itu sontak membuat wajah Arben berubah serius, matanya menatap tajam kearah layar yang kini menampilkan sosok Andante Lerandy, Presdir dari Heliox Company dan juga kakak tiri Aksa.

Padahal tanah kuburan adiknya saja belum kering, tapi pria serakah itu sudah berusaha menguasai kerajaan bisnis yang seharusnya di wariskan untuk adiknya karena memang Dante sendiri merupakan anak dari istri simpanan Argadyaksa Lerandy, pendiri Galaxy group. Otomatis hanya Aksa yang bisa menjadi penerus karena lahir dari pernikahan sah.

Ngomong-ngomong soal pewaris, bukannya Aksa masih memiliki garis keturunan? Ya, Bella. Gadis SMA itu tentu belum bisa menjabat sebagai CEO maupun ikut mengurus perusahaan. Tapi bagaimana bisa Dante langsung meng-klaim dirinya sebagai pengganti Aksa? Sudah pasti dia berhasil menipu keponakannya yang polos itu agar menyerahkan perusahaan sepenuhnya.

Arben langsung menyambar jas yang tersangkut di kursinya. Tangan lalu meraih sebuah karet gelang kecil berwarna hitam dan mengikat rambut gondrong sebahunya asal sembari menyangkutkan jas hitam itu di pundaknya yang kokoh, pria itu lantas berjalan keluar ruangan.

Mata para pegawai wanita tampak mengikuti langkah bossnya itu. Meskipun sudah lama bekerja, mereka masih terkagum-kagum atas paras tampan Arben.

Arben tiba di depan sebuah ruangan, lalu membuka paksa pintu tanpa mengetuk hingga membuat sosok wanita di dalamnya terkejut.

"Aku harus pergi ke luar kota, kau urus saja rapat hari ini," ucap Arben kepada seorang wanita berambut bob dengan kacamata.

Wanita itu menghela napas dalam, menatap malas kearah Arben yang masih berdiri di depan pintu ruangannya.

"Anda lagi-lagi mau berbuat seenaknya, apakah Anda pikir..." ocehan wanita itu terhenti saat Arben menghampiri meja dan menunjukkan sesuatu di ponselnya.

"Aku sudah men-tranfer uang lemburmu plus bonus." Arben menyeringai, menatap wanita yang masih duduk di bangku kerjanya itu.

"Jadi kapan anda akan kembali?" tanya wanita itu tanpa menatap kearah atasannya dan kembali fokus pada lembaran berkas yang sedang dia baca.

"Hmm, aku belum tahu. Aku akan mengabarimu nanti," jawab Arben sambil berbalik badan, melambaikan tangan kepada wanita yang duduk sambil menatapnya jengkel.

Sementara itu di SMA Bimasakti, sekolah swasta elit dalam naungan Galaxy group.

Seorang gadis berambut panjang tengah berjalan santai di koridor kelas. Paras cantiknya yang menonjol itu sudah menjadi simbol kebanggaan sekolah. Ya, dialah Assabella Levrandy, putri semata wayang CEO Aryaksa Levrandy, pemilik Galaxy group sekaligus pemilik sekolah.

Dari kejauhan, mata Bella menangkap sosok tiga orang gadis yang masuk ke dalam toilet, diikuti dengan seorang gadis lain berpenampilan culun yang mengekor di belakang. Dengan sekali lihat Bella bisa tahu apa yang akan terjadi. Benar, perundungan. Namun, itu tak akan terjadi karena Bella tak akan diam saja. Sebagai putri pemilik sekolah, dia tak akan membiarkan para gadis nakal itu mencoreng nama baik Bimasakti.

Bella berjalan dengan cepat kearah toilet perempuan dan dengan paksa membuka pintu hingga menimbulkan suara keras yang mengagetkan.

Ketiga gadis itu tersentak saat melihat Bella yang telah masuk ke dalam toilet. Menyaksikan gadis culun yang tadi kini duduk bersimpuh di lantai toilet dengan seragam yang basah kuyup.

"Sudah kubilang jangan buat ulah kan," ucap Bella dengan mata nyalang, menatap sosok gadis berambut pirang yang berdiri di antara kedua temannya.

Gadis itu adalah Vanya, anak dari Dante dan juga sepupu Bella.

Bella membantu gadis culun itu berdiri sambil menepuk-nepuk lirih baju bagian belakang gadis tersebut yang tampak kotor.

"Sok sekali, kamu mau jadi dewi penolong atau pembela kebenaran, hah?" cibir Vanya sembari melipat tangan di dada.

Bella menghela napas kesal, dia lantas berjalan pelan kearah sepupunya itu hingga membuat kedua gadis di sampingnya minggir.

"Dengar ya Lavanya Lerandy, kita sudah kelas dua sekarang. Jadi, kuharap kamu tidak membuat hal yang merepotkan sehingga harus pindah sekolah. Kau tahukan itu mudah untukku?" Bella menyeringai, menatap wajah sepupunya itu yang tampak merah padam lantas membalikkan badan.

"Cih, apa kehilangan orangtua membuatmu merasa kesepian dan ingin mencari perhatian?" ledek Vanya sembari menatap tajam kearah punggung Bella yang hendak mengajak gadis culun itu pergi. Mendengar ocehan Vanya, seketika itu Bella lantas terdiam di tempat, mengambil napas dalam dengan tangan mengepal erat.

Bella langsung berbalik badan dan berlari kearah Vanya, menarik kerah kemeja gadis itu hingga beberapa kancingnya terjatuh ke lantai. Tangan dengan cepat menjambak rambut pirang ikal Vanya hingga membuat gadis itu berteriak kesakitan.

"Arghhh, sakit! Lepasin sialan!" pekik Vanya sembari mencoba meraih tangan Bella yang menjambak rambutnya dengam kuat.

Kedua teman Vanya langsung bergerak ingin membantu. Namun, segera terhenti saat Bella menatap nyalang kearah mereka.

"Kalau kalian bergerak satu senti dari tempat itu, akan kupastikan nama kalian akan berada dalam daftar blacklist seluruh sekolah," ancam Bella dengan sorot mata yang tajam. Paras cantiknya kini berubah menakutkan dan mengintimidasi, seakan sedang dirasuki hingga membuat kedua teman Vanya tak berkutik.

Bella lalu menyeret Vanya ke dalam bilik kamar mandi, perbedaan tinggi dan berat badan yang tak seimbang membuat Vanya harus pasrah saat tangannya di tarik dengan kasar.

Beberapa menit berlalu, Bella pun keluar dari bilik kamar mandi dengan kemeja yang basah lantas mengajak gadis culun yang masih berdiri gemetar itu untuk pergi.

Sementara kedua teman Vanya segera memasuki bilik toilet dan mendapati gadis itu dalam keadaan lusuh yang menyedihkan. Seluruh seragamnya basah kuyup dengan rambut yang acak-acak an.

"Astaga Vanya, kamu gak apa-apa?" tanya gadis berambut pendek sebahu itu.

"Kamu harus balas anak emas itu," timpal gadis dengan poni tebal sembari membantu temannya itu berdiri.

Vanya hanya tersenyum remeh, menatap pintu toilet yang masih terbuka seakan telah merencanakan pembalasan untuk sepupunya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!