"Mel. Awakmu melo gak? Arek-arek pengen gawe mie iki lo”. Sebuah suara yang begitu familiar di telinga Alfi, tapi tidak di telinga Ratna itu berhasil membuat mata Alfi melotot, pasalnya itu adalah suara dari mbak Mega, salah satu pengurus yang tak lain adalah teman dari mbak Meli.
Para pengurus memang ditugaskan untuk berjaga malam secara bergantian, biasanya mereka akan memeriksa para santri, memastikan mereka tidur dan membangunkannya kembali ketika tahajud, mengawasi hal-hal yang tidak diinginkan dan membaca wirid malam. Malam ini Meli dan Mega mendapat jatah berjaga malam dengan 18 teman lainnya.
“Rat. Gawat! Iku suarane mbak mega. Misale kene ketahuan, pasti dihukum” saking paniknya, Alfi sampai lupa menggunakan bahasa jawa yang berakhir dengan Ratna yang ikut panik dan merasa bingung secara bersamaan.
“sek ga. Iki loh arek-arek gak lengkap” sahut meli, sepertinya dia sudah menyadari kalau Alfi dan santri baru itu tidak ada di kamar. Alfi kalang kabut mendengar jawaban meli, matanya mengerjap beberapa kali, alisnya tertaut menandakan dia sedang berfikir keras, sedangkan Ratna hanya menatapnya bingung.
Detik selanjutnya, seakan mendapat bisikan dari angin malam, mata Alfi tertuju pada sebuah ember berisi air di dekat tiang, dengan cepat dia merangkul Ratna untuk berjalan pelan ke arah ember, kemudian dimasukkanlah kaki Ratna satu persatu ke dalam ember membuat gadis kota itu berjengit karena merasakan air yang dingin menyentuh kulitnya yang dari tadi sudah dibelai oleh angin malam.
Untung saja Ratna tidak berteriak, jika dia sampai membuat suara, maka bukan hanya dia yang kena masalah, tapi Alfi juga. Mungkin saja Alfi akan mendapat hukuman yang berat karena dia sudah tahu peraturannya, tapi malah melanggar dan melibatkan anak baru, padahal si anak barulah yang mengajaknya.
Baru saja akan memprotes, tapi Alfi sudah menarik tubuh Ratna untuk berjongkok sejajar dengan dirinya, sekarang tangan Ratna yang menjadi korban, setelahnya gadis itu juga melakukan hal yang sama pada tangan dan kakinya.
"pokoknya kamu nurut saja sama aku ya! Kalo ditanya sama mbak-mbak itu, kita harus kompak jawab dari kamar mandi, oke?!” perintah Alfi, Ratna pun hanya berpasrah mengikuti arahan dari Alfi karena dia lebih tahu situasi yang terjadi saat ini.
Setelah mendapatkan anggukan kepala dari Ratna, Alfi pun menarik tangan putih dan berjalan menuju kamar, dimana meli dan mega berada.
“teko ndi wae? Lapo gak turu?” padahal mereka berdua belum sampai di kamar Fatimah 5, tapi sudah mendapatkan pertanyaan bernada sinis itu dari bibir tipis meli, lengkap dengan tatapan tidak suka, seakan-akan berkata “dasar menyusahkan! Bikin orang repot menunggu saja” , tentu saja Ratna sadar akan hal itu, tapi dia tidak boleh membantah karena memang bersalah kali ini, padahal tadi Alfi sudah mengajaknya untuk kembali ke kamar, tapi dia terus mengulur sampai jam tangan yang melingkar di tangan kanannya menujukkan pukul 22.45 WIB.
"Sepurane mbak, mau aku pengen pipis, terus ngajak Ratna” jawab Alfi gugup, kentara sekali dia tidak ahli dalam berbohong, membuat Ratna mencebik dan mencibir Alfi dalam hati, tentu saja karena dia merasa sudah menjadi pembohong ulung dan korbannya adalah ayahnya sendiri.
Meli dan Mega hanya diam. Mereka mengamati penampilan Ratna dan Alfi yang basah di beberapa bagian, kemudian mengangguk dengan raut muka yang masih sama, judes.
“ndang mlebu! Terus turu!” titah Mega terdengar mutlak yang tidak bisa dan tidak mau dibantah, Alfi langsung mengangguk kemudian menarik tangan Ratna untuk masuk ke kamar.
Alfi dengan cepat menuju karpet yang sudah tergelar dari tadi, kemudian menata bantal dan selimut sambil memberi isyarat kepada Ratna untuk memejamkan matanya membuat gadis kota itu mengernyitkan dahi bingung, ingin berkata kalau dia belum mengantuk tapi urung ketika melihat dua sosok yang berdiri di pintu dengan wajah judesnya, mengawasi setiap gerak-geriknya dan Alfi, hanya ingin memastikan kalau mereka berdua benar-benar tidur.
Tidak ada pilihan lain untuk Ratna. Karena terus diawasi, dia pun segera merebahkan badannya dan memejamkan matanya persis seperti yang dilakukan Alfi, bukankah berakting tidur adalah hal yang mudah bagi Ratna? Dan benar saja, setelah beberapa menit matanya terpejam, Meli dan Mega pergi dari kamar fatimah 5.
"Fyuuhhhh.... akhirnya pergi juga tuh lampir kembar” lirih Ratna lega, kemudian dia menoleh pada orang disampingnya yang dia yakini juga hanya sedang berakting.
"lo nggak beneran tidurkan?” ucapan Ratna membuat Alfi membuka matanya perlahan, memandang ke arah pintu yang selalu dibiarkan terbuka seperti biasanya.
“untung nggak ketahuan. Huaaa.... tadi aku deg degan banget” jerit Alfi heboh, tapi dia melakukannya dengan setengah berbisik dengan gerakan tangan yang dirapatkan ke dada, menandakan dia benar-benar dilanda rasa gelisah.
"Sama. Maaf yah, gara-gara gue yang ngulur waktu terus, kita hampir ketahuan” ucap Ratna terdengar menyesal, dia sadar kelakukannya sebagai santri baru itu sudah kelewatan, pasalnya baru beberapa jam dirinya masuk asrama, dia langsung melanggar peraturan yang ada, ditambah lagi dia melibatkan santri lain.
"Iya, nggak papa. Aku juga seneng kok liat bintang sama bulan. Pengen setiap malam lihat mereka, nggak pernah kesampaian. Tapi gara-gara kamu aku jadi bisa lihat mereka” Alfi menjawab dengan sumringah, memang benar ucapannya tadi. Dia memang menyukai perhiasan malam yang berkelap-kelip itu, tapi tidak bisa memandang mereka karena peraturan pondok yang mengharuskan tidur sesuai dengan jadwalnya, baru kali ini saja dia mendapatkan kesempatan untuk melihat pemandangan yang membuat hatinya membuncah.
"lo juga suka lihat bintang?” tanya Ratna penasaran. Jika memang orang di sampingnya itu suka memandang bintang, berarti dia menemukan patner yang tepat untuk melihat ‘putri malam’.
"banget!!! Kamu juga suka?” Alfi menjawab dan bertanya sekaligus, menatap Ratna dengan antusias, sepertinya Alfi akan sering-sering melihat pemandangan indah di malam hari bersama Ratna.
"iya, tapi gue lebih suka sama bulan sih, apalagi pas purnama. Uhhh.... cantiknya nggak ada obat, sampai-sampai gue rela nggak tidur buat mantengin tuh bulan” Ratna menjawab dengan pandangan menerawang ke atas, teringat akan kelakuannya yang sering melihat purnama dari balkon kamarnya, sampai menjelang subuh dirinya baru beranjak masuk ke kamar, dan berakhir dengan bangun kesiangan dan dihukum saat tiba di sekolah karena terlambat, gadis itu hanya bisa tersenyum mengenangnya.
"hmmmm... iya sih cantik. Tapi kalo aku lebih suka sama dua-duanya. Hehehe” jawaban itu membuat Ratna tersenyum karena orang di sampingnya itu terdengar seperti tidak punya pendirian, malam itu mereka habiskan untuk bertukar cerita tentang kesukaan mereka yang kebetulan sama itu.
*****
“Rat. Bangun, ayo mandi terus sholat tahajud” ucapan itu terdengar sayup-sayup di telinga Ratna, padahal gadis itu merasa bahwa dirinya baru saja memejamkan mata, karena rasa kantuk yang berlebihan itulah Ratna tak menggubrisnya karena suaranya bukan milik sang ayah bukan juga suara Mbok Nur karena sangat cempreng, malah terdengar ringan seperti seusianya.
Ratna pun kembali tidur, tapi tak lama tubuhnya malah diguncang dengan keras “ Rat, ayo bangun! Kalo nggak mandi sekarang kamu nggak bisa mandi loh.. kamu mau kalo badan nanti gatel-gatel?” spontan Rtana langsung membuka matanya lebar-lebar, dia terduduk. Bayangan tubuhnya yang gatal-gatal dan meninggalkan bekas sangat ampuh mengusir rasa kantuknya.
Awalnya Ratna bingung dimana dia sekarang, tapi tanpa berpikir panjang Ratna berdiri dan mengambill peralatan mandi di samping lemari kemudian berlalu ke kamar mandi begitu saja meninggalkan orang yang tadi membangunkannya.
“loh.. kok malah aku di tinggal?” atin gadis bermata besar itu masih memperhatikan Ratna yang berjalan cepat ke kamar mandi, bahkan dirinya hampir terjatuh beberapa kali karena rasa kaget dari bangun tidur. Saat hendak masuk ke kamar mandi, Alfi mendengar suara teriakan yang ukup kencang dari bilik sebelah, dia yakin betul kalau itu suara milik Ratna.
“Rat... kenapa?” untung saja Alfi belum masuk, dia mengetuk bilik Ratna dengan rasa khawatir. Sebelum Ratna menjawab, Meli datang dengan raut wajah yang tak mengenakan. Pasti kedatangangannya karena suara teriakan Ratna tadi.
“sopo sing bangak-bengok? Suarane tekan kantor”, Tanya Meli terdengar khawatir dan kesal secara bersamaan, wajar saja kalau dia kesal, karena dia telah penat berjaga semalaman dan paginya harus mendapatkan gangguan seperti itu.
“Ratna mbak, nggak ngerti gara-gara apa” Alfi menjawab dengan kepala tertunduk, dia memberi akses untuk Meli mendekat ke arah pintu dan mengetuknya. “Ratna kamu kenapa? Jatuh?” Meli bertanya sambil megetuk pintu kamar mandi dengan keras. Untuk beberapa saat keheningan terjadi membuat Meli dan Alf saling pandang kemudian menatap pintu lagi bersama-sama.
Saat pintu akan kembali di ketuk, tiba-tiba terbuka menampilkan sosok Ratna dengan hanya di balut handuk sebatas dada sampai tengah pahanya. “ kenapa kamu teriak? Kamu jatuh? Kamu tahu nggak, suaramu itu sampai terdengar ke kantor para ustadzah” repetan itu keluar begitu saja ketika Ratna keluar dari kamar mandi.
“Maaf mba, saya kaget soalnya airnya dingin banget, saya-“ belum selesai Ratna berbicara, tapi harus terpotong oleh ucapan sinis dari bibir tipis Meli.
“ Cuma gara-gara airnya dingin kamu teriak-teriak kayak gitu? Kamu nggak tahu kan kalo Ustadzah sampai keluar kamar, beliau ngira ada anak yang jatuh atau kesurupan. Ternyata Cuma anak manja yang lebay”ucapan Meli yang pedas membuat muka Ratna menjadi pias, tentu saja dia tidak suka dikatai manja dan lebay, memangnya sudah berapa lama dia tinggal bersam Ratna, sampai bisa menilai Ratna demikian. Padahal Ratna juga tidak berniat untuk membuat orang khawatir dan tak sengaja melakuannya, atas dasar refleks saja. Jika Ratna salah pun, bisakah Meli menegurnya dengan sedikit halus.
Alfi yang tadi sempat melongo karena jawaban Ratna pun hanya bisa menelan ludahnya karena ucapan pedas dari pengurus kamarnya itu, dia hanya menunduk tak berani ikut campur, berharap Ratna bisa menahan diri untuk tidak melawan atau pun menjawab perkataan Meli, Alfi tahu betul keberanian Ratna untuk melawan ucapan pengurus bermulut cabai itu.
“ cepat selesaikan, terus sholat tahajud dan dilanjut subuh berjamaah” ucap Meli sedikit membentak, kemudain dia melangkahkan kaki meninggalkan kamar mandi, tapi tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya dan kembali menatap Ratna sengit.
“Lain kali, tutup badan kamu semuanya, meskipun di depan sesama. Biar rasa malumu nggak hilang” setelah mengucapkan itu, Meli benar-benar meninggalkan Ratna dan Alfi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments