Fatimah 5

"Assalamu’alaikum arek-arek.... kamare kene ketambahan arek anyar, teko jakarta. Jenenge Ratna” Teriak Alfi mengundang perhatian teman-temannya, mereka yang sedang bercanda pun sontak terdiam, menelisik Ratna dari atas sampai bawah dengan sangat kompaknya.

 Ratna yang merasa kikuk karena ditatap intens seperti itu hanya bisa menelan ludah, dia pun menyapanya dengan kikuk “H-haii....” cicitan itu keluar dengan susah payah lengkap dengan senyum garing dan lambaian lemah.

 Tanpa diduga. Mereka malah berlari ke arah Ratna, berebut menyalami gadis yang sedikit terkejut dan merasa lega, ternyata mereka tidak seburuk itu. Ratna mengira, anak-anak yang sekarang sedang menyebutkan namanya satu persatu itu adalah tipe pembuly, walaupun mereka hidup di desa, tapi yang namanya tukang bully kan tidak mengenal tempat dan tidak melulu berasal dari kota. Tapi syukurlah..... prasangka buruk Ratna tidak benar-benar terjadi.

  Setelah acara perkenalan selesai, Ratna pun menata barang bawaannya ke dalam loker. Tentu saja di bantu teman barunya, Alfi. Begitu cekatan Alfi menata barang-barang itu, mungkin dari pengalamannya yang sudah cukup lama hidup di pondok pesantren, sisa barang yang tidak bisa masuk ke dalam loker pun Alfi lempar ke atas loker.

   Sementara si pemilik barang hanya menonton, mana bisa anak yang selalu memakai baju dari lemari yang sudah rapi itu menata barangnya yang banyak di loker yang kecil.

  Setelah selesai menata barang, keduanya pun beristirahat. Tak lupa juga Ratna berucap terima kasih pada gadis yang menyandar di pintu loker itu, saat yang sama pun Risa datang sesuai janjinya tadi, membuat seisi kamar Fatimah 5 berdiri dan menundukkan kepala, menghormati sang guru. kecuali, Ratna tentu saja. Maklumlah, dia belum paham segala adat yang ada di dunia pesantren, dia hanya sedikit bingung kenapa tiba-tiba kamarnya menjadi senyap, kelewat senyap malah. Bahkan deru nafas pun sepertinya bisa terdengar, apakah teman-temannya itu menahan nafas?, tentu saja Tidak. Ratna saja yang lebay.

 Risa pun memberi isyarat kepada seluruh muridnya untuk kembali melanjutkan aktivitas seperti biasa, tapi kebanyakan santrinya malah memilih untuk keluar kamar daripada canggung harus berada dalam satu ruangan dengan guru selain di ruang kelas.

 “Bagaimana? Butuh sesuatu?” tanya Risa mendekati Ratna dan Alfi dan mendapatkan gelengan kepala dari Ratna.

  “barang-barangnya sudah ditata ke dalam loker?” tambahnya lagi yang kali ini diangguki oleh Ratna. Tidak lama berselang, terdengar salam dari arah pintu membuat ketiga orang itu kompak menoleh.

  Yang datang ternyata salah satu pengurus yang ditugaskan membimbing dan mengawasi anak-anak di kamar Fatimah 5.

  “Nduk Ratna, ini mbak Meli. Pengurus yang akan membimbing dan mengawasi kamu dan teman-teman Fatimah 5. Kalau ada apa-apa bilang saja sama mbak Meli yah” jelas Risa pada Ratna yang mengangguk.

   “uangnya mau dipegang sendiri atau dititipkan sma mbak Meli nduk?” tanya Risa lagi, membuat Ratna tampak berfikir sejenak, kemudian melirik Alfi yang sedang memandangnya.

  “uangku dititipin ke mbak Meli, Rat” ucap Alfi seolah-olah Ratna bertanya dengan lirikannya tadi, tapi memang itu maksud Ratna juga, dia pun hanya mengangguk kemudian menjawab “Ratna pegang sendiri saja bu” ucapan enteng Ratna membuat Risa mengerutkan dahi, kemudian mengangguk dan tersenyum.

 Risa kira Ratna akan mengikuti Alfi dan menitipkan uangnya pada pengurus, tapi sepertinya gadis kota itu mempunyai prinsip sendiri, dan tidak mudah mengikuti temannya. Begitu juga dengan Alfi yang melongo, dia sempat percaya diri kalau anak baru itu akan menirunya, tapi ternyata tidak. Lalu untuk apa tatapan pertanyaannya itu?. Entahlah. Alfi merasa akan sedikit sulit untuk berteman dengan gadis kota itu.

 Setelah semua urusan dengan Risa dan pengurus selesai, keduanya lantas bersiap untuk tidur, “Gue tidur dimana dong?” Tanya Ratna heran, dia baru sadar kalau di kamarnya tidak ada ranjang tempat tidur, hanya ada lemari dan rak sepatu disampingnya.

   “ya disini, nanti kita gelar karpet. Tenang aja.. karpetku lebar kok, muatlah buat dua orang” jawab Alfi polos sambil mengambil gulungan karpet di samping lemari dan bantal-bantal yang tersusun rapi.

  “lo yakin kita beneran tidur pake ini doang? Nggak sakit badannya? Nggak masuk angin gitu?” repetan Ratna membuat Alfi tersenyum maklum, tentu saja pertanyaan-pertanyaan itu muncul mengingat Ratna gadis kota yang Alfi yakin pasti di rumahnya serba ada.

  Alfi hanya mengangguk dan tersenyum, dia lekas menggelar karpet untuk mereka tidur, “kamu nggak mau tidur? Emangnya nggak capek?” pertanyaan itu terlontar dari Alfi yang sekarang tengah menepuk-nepuk bantalnya sendiri, sesekali dia melirik ke arah Ratna yang masih tidak yakin jika harus tidur hanya beralaskan karpet saja.

  Sepertinya tidak ada pilihan lain, Ratna pun duduk di karpet tersebut, dan satu persatu penghuni kamar Fatimah 5 masuk. Sama seperti yang dilakukan Alfi tadi, mereka pun menggelar karpetnya masing-masing membuat Ratna semakin terheran-heran saja ketika melihat mereka dengan santainya merebahkan diri di atas karpet tipis itu,dan yang lebih mencengangkan lagi adalah, ada sebagian dari mereka yang tidur tanpa alas hanya sajadah yang mereka lipat untuk dijadikan bantal.

  “Gue belum ngantuk, boleh temenin dulu nggak liat-liat pondok?” Ratna berkata lirih, dia tidak mau mengganggu teman lain yang sudah berangkat ke alam mimpi, Alfi hanya mengerutkan dahi, kemudian dia mengangguk, menyetujui permintaan Ratna.

 “Tapi sebentar aja ya, kita nggak boleh keluyuran. Harus tidur jam 10, kalau ketahuan belum tidur nanti kena masalah” Pinta Alfi yang kemudian bangkit dari duduknya.

  “maksudnya?” tukas Ratna cepat.

  “iya, semua kegiatan kita mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi itu ada jadwalnya, dan kita harus mematuhi itu” ucap Alfi yang kemudian keluar mendahului Ratna yang sedikit Syok.

   “lo bercanda kan? Emangnya mereka nggak punya kerjaan apa sampai ngurusin hidup orang seharian gitu? Orang tua kita aja nggak” Ratna berucap kesal sambil mengejar Alfi yang sudah sampai di depan kamar, sedangkan yang di kejar hanya tersenyum.

   “emang udah peraturannya kayak gitu Ratna, mereka nggak ngurusin setiap jam sih, tapi ngatur kita dalam urusan tertentu aja. Nanti kamu juga ngerti kok” papar Alfi dengan sabar sambil sesekali memberi tahu beberapa tempat, seperti letak kamar mandi, kamar pengurus, kamar para ustadzah dan lainnya, sampai jam dinding menunjukkan pukul 21.45 wib, artinya mereka masih memiliki 15 menit lagi sebelum jam tidur.

   Karena kamar mereka yang berada di lantai 4, memungkinkan mereka untuk melihat bangunan yang jauh sekalipun seperti yang sedang ditunjuk Ratna saat ini.

 “itu kampus, masih satu yayasan dengan pondok ini, kalau yang di depan gerbang itu gedung keamanan pondok putri” yang dimaksud Alfi adalah gedung perkuliahan yang ada di sebrang jalan dan gedung 2 lantai yang ada di depan bagian pondok.

   “kayak ada kemah disitu?” Ratna bertanya asal karena melihat api yang cukup besar di depan bangunan tersebut.

   “nggak, paling itu cacak-cacak yang lagi bakar sampah”.

 “hah? Apa? Cicak-cicak?” ulang Ratna memastikan kata yang dia dengar.

   “ih... bukan cicak. Tapi cacak, itu artinya sama kayak mas atau kakak. Biasanya sih disingkat jadi cak” entah sudah berapa soal yang Ratna ajukan, tapi Alfi masih sabar menjawabnya.

  “udah yuk masuk kamar, jam 10 lewat nih. Kalo ketahuan mbak Meli kita bisa diomelin sampai subuh” Alfi menggandeng tangan Ratna, hendak menyeretnya ke kamar tapi tertahan karena Ratna berhenti, gadis itu tengah menengadah melihat langit cerah pada malam itu.

 “waaahh.... bagus banget! Baru liat gue bintang sebanyak ini” Ratna bergumam kagum, membuat Alfi ikut memperhatikan bintang yang bertaburan di atas gelapnya langit malam, lama kedua gadis itu terpana oleh pertunjukan diatas sana, sama-sama terhipnotis kerlip-kerlip kecil itu, terbuai angin malam yang halus menerpa wajah.

  Belum lagi kini sang purnama muncul dari gumulan awan hitam, mata kedua gadis itu semakin berbinar, ada rasa yang membuncah di hati mereka, serta gembira yang tak tertahankan, seakan sesuatu mengajak mereka untuk terbang menggapai cahaya-cahaya kecil yang sedari tadi menggoda mereka.

  “pemandangan kayak gini nggak bakalan ada di jakarta” ucap Ratna tiba-tiba, tanpa mau mengalihkan pandangannya, membuat Alfi sejenak menatapnya.

  “memangnya kenapa?” yah, gadis bermata bulat itu memang belum pernah singgah di Ibu kotanya Indonesia, jadi dia tidak paham bagaimana kondisi disana.

 “Ck. Parah banget. Disana itu udaranya nggak sebersih disini, udah tercampur sama asap kendaraan yang tiap hari makin tebel. Padahal udah tahu kemacetan itu susah diatasi, tapi masyarakatnya malah berlomba-lomba memperbanyak mobil, dan nggak mau pakai transportasi umum yang udah disediakan, belum lagi limbah dari pabrik . hadeeuhhh… pokoknya sumpek deh” Ratna berdecak kesal mengingat keadaan kota kelahiran yang udaranya benar-benar membuat orang terasa tercekik, Ratna juga berfikir mungkin penyebab orang-orang di Jakarta cepat naik darah adalah hawa panas dan udaranya yang kotor.

  Alfi menyimak dengan serius, benarkah ibu kota yang terlihat indah di layar TV itu hanya tipuan? Padahal jika Alfi melihat sinetron di tv terpampang bangunan pencakar langit dengan pimpinan yang berusia muda, tampan lagi berkharisma, persis cerita novel, belum lagi canggihnya teknologi di ibu kota Indonesia itu lebih maju dari daerah lain. Juga taman kota yang rupanya sama dengan taman yang ada di negeri korea dan jepang sana, sampai-sampai Alfi mempunyai keinginan untuk sejenak menapakkan kakinya disana.

   “kok kamu betah tinggal disana?" ucap Alfi heran. Jika Ratna memang tidak suka dengan keadaannya, mengapa memilih untuk tetap tinggal?, kenapa tidak pindah saja?.

   “lo gimana sih? Nih ya, ibarat hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Ya walaupun gue nggak suka sama udaranya, bukan berarti gue benci semua aspek yang ada didalamnya kan?” timpal Ratna kesal sambil menatap gadis yang menganggukkan kepala, kemudian manik mereka kembali menyorot perhiasan malam itu.

Terpopuler

Comments

Wilda Qorri Ainani

Wilda Qorri Ainani

bak zii, ini wawasan atau yayasan✌️

2023-11-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!