Empat

"Menangislah, kalau itu membuatmu lega. Semuanya akan baik-baik saja. Percayalah..."

Jangan lupa vote dan komennya ya cantikk 😉

.

.

.

Bug!

Bug!

Bug!

Suara samsak memenuhi ruang olahraga mewah kedap suara itu. Tidak terbilang sudah berapa kali pria itu terus melakukannya tanpa berhenti. Rambut dan pakaian yang dikenakannya sudah sangat basah oleh keringat yang terus mengalir. Bahkan tanpa mempedulikan kedua punggung tangannya yang sudah mengeluarkan darah dari balik Handrwap akibat pukulan yang terlalu keras, dia tetap meninjunya bak kesetanan. Melampiaskan amarahnya pada samsak itu adalah salah satu usahanya untuk meredahkan emosinya.

Bukan tanpa alasan dia melakukan hal gila tersebut. Kalau bukan setiap kali mengingat kejadian yang terjadi dirumah gadisnya. Dia muak melihat tatapan penuh cinta Ara pada pria asing yang bernama Axcel Leonard itu. Dia begitu marah apalagi saat dengan santainya pria itu memeluk Ara didepannya. Kalau tidak mengingat kondisi Ara-nya, dia pasti akan menghajar pria yang tingginya sedikit lebih rendah darinya itu. Tahu suasana yang mendayu-dayu itu tidak akan berlangsung sebentar, tanpa mengucap sepata kata, Ellard pergi begitu saja dari sana.

Dan disinilah dia berada. Memukuli samsak hampir dua jam tanpa berhenti. Luka dipunggung tangannya tidak lagi dirasakannya. Sampai ketukan dipintu baru berhasil menghentikan kegiatannya tersebut.

"Tuan" panggil seorang pria muda yang memiliki usia satu tahun dibawahnya

"Katakan" sahutnya sambil membuka handwrap

"Para pelaku yang menganiaya nona Ara sudah dibereskan. Perusahaan orangtua mereka sudah diakuisisi serta segala fasilitas mereka telah ditarik. Dan seperti perintah Anda, mereka sudah kami kirimkan ke pulau terpencil." Lapor Blake, sekretaris pribadinya.

"Bagus! Pastikan mereka tidak pernah muncul lagi disekitar Ara."

"Baik, Tuan"

"Hm "

"Tuan.. tangan anda berdarah. Saya akan panggilkan dok—"

"Tidak perlu. Kembalilah istirahat. Tugasmu sudah selesai."

"Tap—"

"Jangan membantahku, Blake"

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya undur diri" ucap Blake sambil membungkuk sebelum kemudian keluar dari ruangan tersebut.

Sepeninggal sekretarisnya, Ellard menghampiri jendela besar dan berdiri disana memandang pemandangan diluar yang sudah gelap. Hanya ada penerangan dari lampu-lampu hias disepanjang air mancur dan taman yang begitu luas. Blake sudah melakukan perintahnya untuk mengakuisisi habis perusahaan dan asset dari para perempuan yang telah berani menganiaya Ara-nya. Kini orang-orang itu beserta keluarganya sudah menjadi gelandangan di kota terpencil karna perbuatannya. Sudahkah dia katakan sebelumnya? Kalau dia akan membalaskan berlipat kali lebih mengerikan perbuatan orang-orang yang berani mengusiknya.

Satu kecoak telah selesai dibereskannya. Kini dia hanya perlu memfokuskan perhatian pada pernikahannya dengan Ara. Ah, mengingat kembali gadis gendut yang sudah berhasil mencuri hatinya sejak lama itu, kembali membuatnya kesal. Tidak sengaja matanya melirik pada luka dipunggung tangannya. Darahnya telah mengering disana.

"Ck, apa yang sudah kau lakukan padaku, Ara." Kekehnya melihat miris tangannya. "Baiklah, ini terakhir kalinya aku mengijinkanmu berduaan dengannya. Tapi untuk selanjutnya— jangan berharap." Sambungnya lalu tertawa hambar.

****

Sementara itu, dengan berbalutkan piyama tidur Ara berdiri didekat jendela yang sama, sambil memandang gelapnya langit malam yang hanya ditemani ribuan bintang-bintang yang bersinar indah. Ara teringat pada sebuah benda yang sejak tadi telah melekat indah pada pergelangan tangannya.

Sebuah gelang cantik berbalutkan emas dan berlian putih. Dimana tengahnya berbentuk angsa yang menurut Ara sangat cantik. Melihat benda cantik itu, Ara kembali mengulas senyum. Apalagi ketika pemiliknya langsung yang memakaikannya ke tangannya. Yah, gelang itu adalah pemberian dari Axcel Leonard. Cinta pertama yang tak pernah tersampaikan. Ara mengingat kembali percakapan singkat mereka setelah Ellard dan Angel pergi dari kamarnya tadi siang.

Flashback On

"Kenapa tidak bilang kau terluka begini?" tanya Leo sendu

Ara tersenyum kikuk "aku sudah tidak apa-apa kak. Beneran nih" ucapnya seceria mungkin sambil mengerak-gerakkan tangan dan kakinya

"Ara—" peringat Leo, tahu kalau gadis itu tengah berlakon "apa ini perbuatan Elsa dan teman-temannya lagi?"

Ara mulai menggeliat seperti cacing kepanasan. Leo tahu kebiasaan itu. Sahabat kecilnya itu tengah berusaha mencari alasan lagi.

"Ah, ternyata benar." Leo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sepertinya mereka tidak menganggap serius peringatanku waktu itu" Leo mengepalkan tangannya mulai tersulut emosi.

"Kak—sudahlah." rengek Ara mengambil kepalan tangan Leo lalu membukanya lagi.

"Ini tidak bisa dibiarkan lagi, Ra. Mereka sudah keterlaluan. Aku akan melaporkan mereka ke pihak berwajib." geram Leo tidak terima

"Kalau kakak melakukan itu aku tidak akan mau bertemu kak Leo lagi." Ancam Ara

"Tapi Ra—"

"No! Sudahi semua sampai disini."

"Ck, kau selalu seperti ini. Bagaimana mereka tidak tambah merasa diatas angin." dengus Leo mengalihkan tatapannya kesamping.

Ara tersenyum gelih melihatnya.

"Bagaimana kabar kakak?" tanya Ara mengalihkan topik

"Seperti yang kau lihat" jawabnya masih belum mau melihat ke arahnya

Ara diam sebentar. Dia menelengkan kepalanya menelisik sosok dihadapannya dari atas sampai bawah dengan pose seperti berpikir.

"Shit!" umpatnya tiba-tiba hingga berhasil membuat Leo menatapnya heran. Leo menaikkan alisnya sebelah seakan menantikan penjelasan.

"Omoo!! Kenapa kakak semakin tampan beginii sihh" seru Ara terlalu mendramatisir.

"Lebay lu big bear" decih Leo menyentil pelan kening Ara gemas

"Iihh seriuss kali" kekeh Ara seraya mengusap keningnya yang sebenarnya tidak sakit.

"Katakan, kenapa selama dua bulan ini kau seperti sengaja menghindariku. Kenapa?" tuntut Leo setelah mengingat salah satu maksud tujuannya datang kemari adalah menanyakan hal itu.

"Idihh kepedean banget dihindari. Apa untungnya coba" dalih Ara tertawa sumbang

"So?" masih belum puas

"Cih, begini ceritanya yang mulia raja maha agung... dua bulan ini aku lagi banyak tugas kuliah Kak. Belum lagi aku tiba-tiba diminta salah satu dosen untuk jadi asistennya sementara. Nahh, jadi sibuk banget deh aku."

Ara tidak sepenuhnya berbohong. Seperti penjelasannya barusan, itu memang tengah dialaminya. Namun sebenarnya alasan menghindari Leo bukanlah karna itu. Tapi dia memang sengaja. Tidak bertemu dengan pria yang menbuatnya berhasil patah hati untuk pertama kalinya itu adalah cara terbaik untuk menyembuhkan hatinya yang terluka.

Apalagi kini pria itu sudah memiliki kekasih baru yang sangat cantik dan keduanya begitu cocok. Leo mengenalkan kekasihnya itu kepada Ara dua bulan lalu, yang berhasil membuat hatinya hancur. Ditambah lagi tatapan penuh cinta Leo pada Sarah telah menyadarkan Ara untuk harus menghentikan perasaannya. Tidak ada tempat baginya dihati Leo sebagai wanita kecuali hanya sahabat.

Namun sekalipun setelah dua bulan berlalu, perasaan itu tak kunjung hilang. Tidak sekalipun! Hatinya masih milik Leo. Apalagi ketika tadi Leo memeluknya begitu erat membuat hatinya kembali membuncah tak karuan.

Oh Tuhanku.. Selamatkan hatiku!

"Beneran tidak bohong?" pertanyaan Leo berhasil membuyarkan lamunan singkat Ara.

"I-iyah benar." jawabnya terbata "Kak Sarah gak ikut kesini?"

"Enggak. Dia lagi ada tugas dengan temannya"

Ara ber oh ria.

"Pria yang disini tadi namanya Ellard, kan?"

"Ha? Dari mana tahu?"

"Cih, apa yang tidak kuketahui tentang dirimu."

"Ada! Kakak enggak tahu perasaanku sebenarnya" gumam Ara nyaris tidak terdengar

"Apa?" beo Leo

"Ha? Ahh bukan apa-apa" tampik Ara terkekeh berusaha menutupi mulutnya yang keceplosan.

"Aku tahu dari Angel kemarin. Dia cerita semua kalau kau akan menikah dengan pria tadi." terang Leo

"mulut anak itu memang!" dengus Ara

"Jujur saja aku kecewa waktu dengar itu semua. Aku kecewa karna hal sebesar ini kau tidak memberitahuku. Padahal sudah sejak kecil kita bersama dan tidak ada rahasia diantara kita." lirih Leo

"Ma-maaf kak. Aku tidak bermaksud merahasiakannya. Semuanya datang begitu tiba-tiba. Daddy dengan keputusannya yang tidak bisa dibantah membuatku tidak bisa berbuat apa-apa. Sejujurnya aku enggak siap kak. Tapi kalau aku menolak, daddy dan mommy pasti akan kecewa." ucap Ara serak menunduk dan matanya sudah berkaca-kaca.

"Ara..."

Leo paling tidak tahan jika melihat gadis itu mengeluarkan air matanya. Dengan cepat leo membawa tubuh Ara kedalam dekapannya. Mengelus punggung gadis itu perlahan ketika suara isakannya mulai keluar.

"Maafkan aku. Tidak seharusnya aku berkata begitu tanpa tahu kebenarannya darimu."

Ara menggeleng. "Kak Leo enggak salah."

Leo tidak lagi menjawab. Dalam keheningan keduanya masih saling memeluk. Berusaha menenangkan hati masing-masing. Dalam diam air mata Ara semakin mengalir deras. Menangis ketika perasaanya yang bertepuk sebelah tangan. Menangis karna tidak kuasa menolak pernikahan yang sudah didepan mata. Dan kini pelukan dari pria yang dicintainya dalam diam ini, tengah berusaha menenangkan dan menguatkan hatinya.

"Cih, kenapa endingnya jadi begini sih. Kak Leo... Please bawa aku pergi!" raung Ara dalam hati

Lama mereka dalam keadaan begitu hingga kemudian Ara mengakhiri sendiri sesi tangisnya setelah dirasa kuat.

"Udah ah, Ara berat. Nanti tulang-tulang sexy kak Leo bonyok lagi" kekeh Ara

Leo diam, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Lalu sedetik kemudian tangannya bergerak merogoh sesuatu dalam tasnya. Sebuah kotak kecil kini berada dalam tangannya.

"Apa itu?" tanya Ara mengernyit

"Kemarikan tanganmu." Ara belum merespon tapi Leo sudah lebih dulu meraih tangannya lalu memakaikan sebuah gelang yang dikeluarkan dari kotak yang dibawanya.

"Ini.." Ara membulatkan matanya tak percaya ketika berhasil melihat dengan jelas gelang emas bertahtakan berlian itu sudah melingkari pergelangan tangannya.

"Untukmu. anggaplah sebagai hadia awal dariku untuk pernikahanmu nanti. Pakai dan jangan coba-coba menghilangkannya, Big Bear" ucapnya mengultimatum "aku sudah lama menyiapkan itu untukmu. Dan baru sekarang bisa memberikannya mengingat kau yang tiba-tiba sok sibuk melebihi donal trump" sindirnya

Ara kembali menangis. "Uwaa... Kak Leooooo. Makasihhh" raungnya menarik tubuh pria itu kedalam pelukannya dan kembali menangis keras hingga membuat Leo terkekeh gemas.

"Berjanjilah ini terakhir kalinya kau menangis. Setelah ini kau harus bahagia, hm" ucap Leo sembari mengelus dan mengecup hangat puncak kepala gadis yang sangat disayanginya itu.

Ara tidak menjawab lagi. Dia semakin mengencangkan pelukannya. Mencoba meredahkan rasa sesak yang menghimpit dadanya.

Flashback Off

"Kak leo..." isak Ara.

Air matanya kembali mengalir. Rasa sesak itu belum berhenti. Andaikan dia punya sedikit saja keberanian untuk mengungkapkan perasaannya dahulu. Andaikan dia bisa membiarkan pria itu tahu. Tidak peduli akan apa reaksi pria itu. Tapi lagi-lagi sampai akhirnya pun dirinya tidak bisa. Dia terlalu pengecut. Dan kini, hanya dia yang merasakan rasa sakit itu sendiri.

To be continued

Terpopuler

Comments

Ririn Satkwantono

Ririn Satkwantono

aq mmg gk prnh brsahabat dg cowok... cuma skdar tmn sih punya... jd gk tau rasanya jd ara

2021-07-01

1

Efan Zega

Efan Zega

sayang leo ke ara berlebihan,,,siapapun itu pasti akan baper diperhatiin begitu

2021-03-30

1

Shanty Ghalang

Shanty Ghalang

seru juga lanjut bacalagi

2020-09-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!