mereka datang

Teriakan itu begitu menggelegar, mengantar ke seluruh desa. Alhasil orang-orang mulai kalang kabut,

"Apa? stellarians datang kemari dan membunuh nek Aci?"

"Itu tidak mungkin. Stellarians kan hanya dongeng anak-anak. Pasti itu hanya orang-orang iseng"

"Benarkah? tapi terasa seperti bukan. Teriakan itu seperti sungguhan"

"Ah, aku tidak tau itu betulan apa tidak, yang jelas aku mau lari saja"

"Iya, aku juga. Seram sekali, malam-malam ada orang teriak-teriak"

"Iya, apalagi tadi ada suara orang meminta tolong"

Sebagian ada yang lari, sebagian ada yang tetap, sebagian tak peduli dan lanjut tidur, dan kebanyakan bapak-bapak tetap lanjut berjalan mencari arah suara. Sementara itu, Pak Surya menepuk-nepuk bahu pak Herman yang muntah dan terguncang.

"Pak Herman, ayo kita lari. Para stellarians itu akan segera datang. aku tau bapak pasti shock dan tak tahan darah, tapi kita harus bergerak",

ajakan itu tak disambut baik, pak Herman malah menepis tangannya. Ia kemudian menangis terisak-isak...

" Ukh ukh hiks... hikss...hiks... Pergilah pak Surya, aku akan tetap disini",

"Apa maksud bapak? kalau tetap disini kita akan terbunuh!! "

"Lalu kalau lari apa? hidup tanpa anakku satu-satunya?!! "

"eh?", Pak Surya terbingung dengan maksudnya. Pak Herman melanjutkan, ia dengan kasar menarik kerah baju pak Surya. Wajahnya tampak pucat, sedih, marah, semuanya bercampur menjadi satu.

" Bapak tidak menyadarinya? aku mengirimkan pak Sutrisno untuk membersamai perjalanan Budi dan teman-temannya, tidak ada hal yang membuat dia mengabaikan perintahku. alasan kenapa mereka belum kunjung kembali adalah karena mereka mati dibunuh bajingan stellarians ini !! "

Pak Surya tidak mampu berkata-kata, tenggorokannya seperti mampat. Pak Herman melanjutkan,

"Jadi, kalau mau lari, tolong lari saja. Aku akan tetap disini, membalaskan anakku, dan kalau aku mati maka aku akan kembali bersama dengan anakku", Pak Herman mengatakan dengan nada marah namun penuh isak. Ia melepaskan genggaman kerahnya, lalu terlutut.

Pak Surya menjadi termenung kembali, namun lamunannya tak lama terpecah setelah para bapak-bapak mengepung tempat kejadian dengan penasaran. Pak Surya yang ikut terguncang memandang mereka semua dengan penuh kecewa,

"Kenapa kalian tidak lari?", katanya lirih. Salah seorang bapak pemegang parang datang mendekat dan bertanya penuh simpati,

" Pak Surya, Pak Herman, mereka benar-benar datang kemari?" .

Pak Surya hanya menelan ludah dan menganggukkan kepala, tatapannya sudah tak yakin lagi.

Bapak pemegang parang itu berbalik dan menatap nenek Aci, dia melanjutkan dengan suara penuh tekad

"Mau itu harimau, singa, ular bahkan makhluk antah berantah. Kalau sudah mencari masalah dengan kampung kita, maka ia pantas untuk di arak dan dibakar!!! akan kulawan mereka!!!"

"Yaa", serentak bersorak.

Seperti perkataan yang menjadi kenyataan, benar saja, Stellarians muncul dari balik pepohonan, tiga sosok makhluk muncul dengan intimidasinya. Besar, sangat besar, siapapun yang melihatnya maka kaki akan langsung bergetar. Mereka memakai pakaian serba putih bercorakkan emas dan tudung menutup setengah wajah.

Setiap bapak-bapak yang hadir segera memasang mode bertahan dan bersiap-siap. tapi tak ada yang berani menyerang. Semuanya merasakan keraguan dan ketakutan naluri mereka. Namun tak berlaku bagi bapak pemegang parang tadi, dia dengan gagahnya membusungkan dada dan menyodorkan parangnya.

"Hoi berani-beraninya macam-macam dengan desa kami!!! Kubunuh kalian ",

Bapak itu dengan bodohnya menerjang para makhluk itu sembari berteriak sekuat tenaga. Dia mengayunkan parangnya, tapi saat itu pula badannya terhempas berubah menjadi daging cincang. Parangnya terlempar ke udara, sementara tubuhnya terlepas-lepas karena menerima tendangan yang membelah angin.

"Sai ga samansu obodu Sa. Samansu ga purim ihawan hahahaha"

(Lihat manusia bodoh ini. Manusia memang mirip dengan hewan hahahaha).

Tergelak, sama sekali tak merasa bersalah malah merendahkan. Mereka lanjut melangkah, memijaki dedaunan kering dan ranting kayu. Salah seorang Stellarians meneriaki para penduduk desa,

JIGUNAGA SA KANTABIR OBODU!!!, SA RIBAKHIR PERITASU GA"

(JANGAN ADA YANG BERTINDAK BODOH!!!, ATAU AKAN BERAKHIR SEPERTINYA)

Meski tak paham apa yang dikatakannya, namun saat berada di alam liar, seorang manusia pasti merasakan disaat harimau atau predator memasang bentuk berjaga dan mengaum, bahwa dia memperingati resiko yang akan terjadi kalau melawan. Alhasil, semuanya hanya berdiri mematung, sebagian menjatuhkan sajamnya. Stellarians itu melemparkan pandangan ke sekeliling dan tersenyum tipis,

"hahaha sai, sai. Ga perusat sa harusati to babi, utakatan waka sa nalawam"

(Hahaha bagus, bagus. Memang seperti itulah seharusnya para babi, Ketakutan dan tak melawan)

Keheningan memakan malam, Mereka menyodorkan sesuatu dari tangannya.

"Anulika, pactua ungkamu. Gahib paisua sa? "

(Kalian, cepat mengaku. Anak siapa ini?)

"AYAAAH TOLONG AKUUU"

Aku muncul di depan Ayahku menangis sejadi Jadinya meminta tolong. Bagaimana tidak, aku sekarang sedang disandera oleh Stellarians. Tenang saja, kita bisa mengalahkan mereka bersama orang desa yah. Jumlah kita menang banyak, sedangkan mereka hanya bertiga saja. Namun ekspresi ayah tak berubah, dahinya berlika-liku tak beraturan, mulut sedikit ternganga, matanya terlihat ketakutan, ia seperti tidak dapat berbuat banyak.

" keluar Kau, Ratu penghianat!!! aku telah menyandera anak harammu"

Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi Stellarians ini seperti menantang seseorang dengan nada bicaranya. Dugaanku benar, namun tak disangka yang muncul adalah ibu dari dalam rumah. Ia mengenakan baju kurung dan mukanya tertunduk ke bawah. mata semua orang lantas membidik pergerakannya. Apa yang hendak ibu lakukan?

Sriingg...makhluk ini mengeluarkan sebilah pisau dan menggertakkan mata ujungnya di leherku.

" Itu dia si ratu pengkhianat, tampaknya kau cukup bersenang-senang disini. Apa goyangan manusia itu lebih keras daripada sang raja? hahaha"

bersama-sama mereka tergelak kembali, namun mata kami semua masih menyasari ibu yang semakin lama langkahnya semakin dekat denganku. Apa yang kau lakukan Bu? mengajak mereka bicara tentu sia-sia karena kita tidak bisa bahasa mereka.

tap...

itu adalah langkah terakhir Ibu sebelum akhirnya berdiri tegak menatapku. Rambut kuning yang biasanya terikat kini tergerai sampai menyentuh bahunya, sesekali menutupi sebagian wajahnya karena diterpa angin. Dari mata birunya, aku merasakan sedih dan kekecewaan mendalam.

"maafkan aku bu", kukatakan dengan penuh penyesalan.

Ibu menatapku lekat-lekat. untuk beberapa detik terdiam, bibirnya mulai sedikit bergetar sendiri, matanya berkaca-kaca.

" Kenapa kau tidak mendengarkan ibu?", katanya lirih. Merasakan kesedihan yang mendalam dari suaranya tanpa sadar air mataku rintik berjatuhan, "maafkan aku, ma-maafkan aku, maafkan aku. Gara-gara diriku Budi kehilangan setengah badannya. Pak Sutrisno kehilangan kepalanya. Ardi dan Irfan menyisakan kaki saja, dan sekarang aku malah membawa mereka ke desa ini, ukh hiks hiks hiks".

Aku mengatakannya. Raut wajah semua orang desa yang mendengarnya nampak begitu shock, sementara ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Air mata mulai membentuk jalan dipipinya, yang kemudian ditepis.

" Ya, ya drama keluarga. Bisa kita sudahi ini? kalian sampai ingin membuatku mu- "

" Lepaskan dia"

eh? ibu memotong dengan bahasa mereka? matanya tampak berapi-api

" Apa katamu?"

" Kubilang le-pas-kan!!!"

"Haha coba saja kalau bisa, memangnya apa yang akan kau laku-hmm?!?!"

Secepat kilat, ibu melompat ke lengan besar yang menahanku lalu memutuskannya. Bajuku lalu ditariknya kuat dan dilemparkan ke udara,

"PA, BAWA SURYA KABUR!!!", teriak ibu. Woah ibu ternyata kuat sekali, aku betulan melayang di udara sekarang. ayah lalu dengan sigap "membantali" tubuhnya dan menangkapku. tanpa sepatahkatapun, segera ia membawaku lari menjauh dari lokasi pertarungan. Walau langkah semakin banyak dan pandangan mulai tertutupi batang pepohonan, penglihatanku tetap memfokuskan kepada ibu yang menghajar ketiga stellarians itu.

Kepalanya tangannya menjulur kedepan, dengan lincahnya dihindari kemudian dibalas. perbedaan ukurannya terlampau jauh, Stellarians bertubuh besar berbanding dengan ibu yang biasa saja.

" Aku ingat kalian bertiga. Kau yang kuputuskan lengannya, Noliku. Di kanan Sakam, dan di kiri Dakat. Apa yang kalian inginkan? apa kalian dikirim oleh raja?", kata Sang Ibu sembari menghindari serangan.

" Memangnya apa urusanmu, pengkhianat!!"

Kata Sakam mencoba menyerang lagi. Bu Surya kemudian menangkap lengannya lalu dipatahkan seperti mematahkan balok kayu dengan lutut. Belum sampai disitu, ia beralih ke lehernya, kretak, dipelintir kesamping. Sakam tersungkur tak berdaya.

Penduduk desa yang berada di sekitar tidak terlalu mengerti apa yang terjadi tetapi mereka mulai bersorak ria,

"YAAAAA!!!, BUNUH MEREKA BU SURYA!!!"

"HABISI STELLARIANS BANGSAT ITU BU SURYA!!!"

"HOOOOIIIII, KENAPA KALIAN PADA DIAM SAJA? AYO SEMUANYA BANTU BU SURYA!! "

Semuanya bersorak setuju dan menaiki sajam-sajam mereka ke udara. Bapak-bapak mulai berlari mendekat, begitu pula pak Herman yang sebelumnya terguncang hebat kini bangkit dengan amarah menggelora.

"WOI STELLARIANS BAJINGAN, KALIAN TELAH MEMBUNUH ANAKKU. AKAN KUHABISI KALIAN!!!".

Namun semangat menggelora itu tidak disambut baik, Bu Surya menyalak balik

"JANGAN ADA YANG MENDEKAT!!! SAJAM KALIAN TIDAK AKAN MEMPAN TERHADAP MEREKA. KALIAN JUGA HANYA AKAN MENGANGGU. BIAR AKU ATASI INI SENDIRI"

Langkah berapi-api para penduduk desa terputus. Semuanya terdiam di tempat masing-masing.

Bu Surya dengan sigap melanjutkan pertarungan. Dakat menyerang dengan ayunan tangannya yang besar memecah lapisan udara. Bu Surya menghindari dengan lihainya lalu pada serangan terakhir ia menahan pukulan Dakat. Dengan wajah penuh intimidasi Ia meremas kepalan tangannya. Merasa berbahaya, Dakat mencoba menyerang kembali dengan tangan sebelahnya namun berhasil ditahan kembali. Kedua kepalan tangan itu kini berada dalam genggaman tangan kecil yang tak sebanding. Bu Surya meremas sangat-sangat kuat sampai keduanya hancur lebur dilanjutkan dengan memukul kepala Dakat hingga pecah seperti balon.

Sambil berteriak sekuat tenaga, Noliku, Stellarians yang tersisa menyerang membabi buta dengan tangan yang tak putus menggunakan sebuah pisau. Bu Surya dengan apik menahan lengannya sebelum ujung pisau mengenai wajahnya. Kedua tangan itu bergetar karena saling mengerahkan kekuatan,

"Ratu, kita adalah makhluk agung!!!. Kenapa kau memihak mereka dan membunuh kami?"

" Aku tidak peduli tentang menjadi makhluk agung. Aku suka hidup begini, hidup sebagai manusia biasa dan menjalani kehidupan biasa"

" Tapi kenapa? kau adalah ratu kami. Tinggal di Kerajaan megah dengan dinding berlapiskan batu oblivian. Apapun yang kau inginkan akan selalu dapatkan. Ratusan pengawal dan budak selalu bersiap disekitarmu. Perhiasan berupa gelang, cincin emas, berlian, kristal bintang selalu terlingkar di leher dan jarimu. lalu kenapa kau memilih tinggal di kandang babi itu?!!"

" Pertama, jangan memanggil rumahku kandang babi, tempat itu adalah surga bagiku. Kedua, Noliku, kau hanyalah budak cecunguk rendahan dari raja bodoh itu. Tidak akan ada yang peduli meskipun kau mati"

Tangan Noliku lalu tertepis, Pisaunya terpental jauh. Bu Surya mengambil lengannya lalu menghancur leburkan seperti sebelumnya. Dengan kedua tangannya hancur, Noliku tertekuk lutut dan tertunduk. Bu Surya lalu membukakan tudung putih emas yang menghalangi mukanya.

" Kau akan jadi contoh yang baik untuk warga desa"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!