...Lagu mu seindah kenangan ku......
...🌻🌻🌻...
🎼*Seandainya bisa kuputar wakt*u
Kan ku kembali ke masa kecilku
Tak harus mengerti rasanya pilu
Hadapi kerasnya dunia...
Sepasang mata yang indah itu perlahan terbuka. Langsung disuguhkan dengan pemandangan yang membuatnya refleks menyunggingkan senyuman.
Dibawah sana, tepatnya disebuah kursi taman. Tampak seorang ayah yang sangat antusias mendengarkan celotehan putrinya sembari sesekali menyeka mulut anaknya yang belepotan karena es krim.
Entah apa yang mereka obrolkan hingga tak mempedulikan sekitar. Tiada yang lebih romantis di dunia ini selain hubungan anak perempuan dan ayahnya, kan.
Bulu mata nan lentik itu kembali bergerak turun. Menutupi netra yang indah itu hingga menyisakan gelap. Bibirnya yang hanya dipoles lipgloss itu kembali bersenandung lirih dengan tangan yang bersidekap di dada dan kepala yang menyender pada kaca jendela disampingnya.
Otaknya bekerja menggali kembali momen-momen masa kecilnya bersama sang Papa. Tiffany merasa beruntung. Karena hampir disetiap momen berharganya selalu ada Papa nya. Cinta pertamanya, laki-laki yang bersumpah akan mencintainya hingga akhir hayat.
"Lo gak bisa begini terus, Fan."
Buyar, kenangan manis yang tengah berputar di otaknya seketika membeku. Seperti sebuah game yang tengah di jeda.
Tiffany membuka matanya dan duduk dengan benar, "Aku bisa, Pir."
Alvira yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan Tiffany pun menghela nafas panjang. Mengaduk minumannya lalu memandang ke bawah lewat kaca jendela kafe yang dikunjungi mereka. Memandang jalanan yang cukup ramai di malam hari begini.
"Hidup ini bukan hanya tentang lo, Fan", tambah Vira setelah diam beberapa saat.
Tiffany tersenyum tipis, "Sekarang hidup ini milik aku, Pir", balasnya seraya mengaduk dan menyeruput minumannya dengan pelan.
Vira memandang lekat Tiffany yang tampak santai, "No, lo salah Fan, sekarang ada kehidupan baru yang eksistensinya harus lo terima."
Dengan masih tersenyum Tiffany membalas tatapan sahabatnya itu, "Aku nerima dia Pir, karna kalau bukan aku siapa lagi", sahutnya dengan suaranya yang lembut.
Vira menarik tangan Tiffany yang ada diatas meja, "Anak lo yang baru sekecil kacang itu lambat laun akan besar terus lahir dan manggil lo ibu", ujarnya dengan tak kalah lembut.
Tiffany mengangguk menyetujui dan tersenyum. Senyuman yang membuat Vira iba, "Pas dia sadar kalau yang dia punya cuma Ibu dan dia nanya ayahnya kemana. Lo bakal jawab apa?."
"Udah mati."
Vira menarik tangannya dari Tiffany. Menghela nafas dan duduk bersandar pada kursinya. Menatap Tiffany yang menjawab dengan sangat enteng.
"Terus kalau dia nanya dimana kuburannya. Makam siapa yang bakal lo kasi liat?, makam orang?", Vira tak habis pikir dengan jalan pikiran Tiffany. Bayu sialan itu benar-benar membuat rumit hidup sahabatnya.
"Maybe", jawab Tiffany singkat.
"Dan lo bakalan buat anak lo beranggapan seumur hidupnya kalau itu makam ayahnya?."
Tiffany bungkam. Matanya melirik kearah tempat ayah dan anak tadi berada. Namun nihil, sudah berganti dengan sepasang muda-mudi yang sedang bersenda gurau.
Lagi-lagi Vira hanya bisa menghela nafas, "Lo gak bisa gini, Fan. Suka nggak suka, anak lo butuh ayah, dia butuh status yang jelas", ujarnya dengan pelan, mencoba untuk bernegosiasi dengan keputusan Tiffany yang teguh tidak ingin menikah seumur hidupnya.
"Dia punya ayah, Pir", sahut Tiffany lirih.
"Tapi dia nggak mau anak lo, Fan."
Ucapan Vira seakan menampar kuat hatinya yang masih berharap. Nyeri, perih dan sangat sakit.
Tiffany meremas perutnya dengan mata yang terarah kesana, "Kasihan banget anakku ya, Pir."
Vira terenyuh. Dulu Vira selalu iri dengan kehidupan Tiffany yang bisa dibilang beruntung, kasih sayang orang tua yang lengkap, harta yang berlimpah, paras yang cantik, otak yang mumpuni, dan pacar yang ganteng serta romantis.
Tapi Vira lupa, kehidupan orang kaya itu pasti lebih pelik dibanding kehidupan orang-orang sederhana seperti dirinya. Dan Vira merasa bersyukur dengan hidupnya.
"Lo sayang baby lo kan?."
Tiffany menatap Vira, "Banget."
"Terima laki-laki yang mau jadi Ayah buat anak lo, Fan", ujar Vira langsung.
"Kami berdua bisa menghadapinya, Pir. Tanpa sosok laki-laki sekalipun."
Keras kepala.
"I know, Fan. Lo dikelilingi sama orang-orang yang sayang dan peduli dengan kalian. Lo punya bokap nyokap dan gue. Tapi kita nggak bisa selalu ada buat kalian, Fan. Kalau kami gak ada. Kalian bakalan sama siapa. Lo mau bersandar sama siapa?. Lo nggak kepengen ditemani sosok suami di masa kehamilan?", cecar Vira dengan menggebu-gebu. Entah harus dengan cara apalagi agar Tiffany paham kalau dia takkan bisa hidup hanya berdua saja dengan anaknya seumur hidup.
Mendengar itu Tiffany kembali teringat tentang ibu-ibu hamil yang ditemuinya di klinik kandungan saat check-up tadi. Berbeda dengan dirinya yang hanya ditemani oleh Vira. Ibu-ibu tadi ditemani oleh suaminya.
Sedikit iri, tentu saja. Tak ingin munafik, Tiffany juga pengen seperti mereka. Tapi dirinya terlalu takut. Takut akan sebuah penolakan.
"Semua yang kami lakuin ini demi kalian berdua, Fan. Kami sayang dengan kalian", Vira berujar sendu. Anggaplah jika ia sedikit memaksa. Tapi ini semua untuk kebahagiaan Tiffany dan anaknya.
Vira tahu jika sahabatnya itu adalah sosok yang mandiri dan tangguh. Namun, sebagai perempuan yang kodratnya dilindungi. Tiffany tetap membutuhkan sosok lelaki yang bisa bersamanya hingga akhir hayat.
"Kali ini terima tawaran bokap lo ya", Vira kembali menggenggam tangan Tiffany. Ya, setelah satu bulan kejadian tembak-menembak yang dramatis hari itu. Hubungan sepasang ayah dan anak tersebut sempat merenggang dan baru beberapa hari belakangan ini kembali berbaikan. Semua itu tentu saja atas campur tangan Lui dan Vira.
"Kamu dibayar berapa sih sama Papa ku", Tiffany merasa jengah dan melepaskan tautan tangan mereka. Mengambil tasnya lalu bangkit dari sana.
Vira berdecak kesal, the real like father like daughter ini mah.
Berdiri, Vira mengikuti langkah Tiffany yang menuruni undakan anak tangga ke lantai bawah.
"Nyawa si Bayu yang jadi taruhannya", sahut Vira asal-asalan. Yang mendapat tatapan datar dari Tiffany.
Om Andreas memang memintanya untuk membujuk Tiffany agar mau mencoba jalin hubungan dengan laki-laki yang dipilih oleh pria paruh baya itu. Mengapa terkesan terburu-buru?, sebab ayahnya Tiffany itu tidak ingin putrinya kalah dari Bayu. Lagi-lagi soal gengsi.
Dasar orang kaya, ribet.
Tiffany tak menggubris Vira yang masih misuh-misuh dibelakangnya. Dengan langkahnya yang anggun itu Tiffany terus melangkah dengan mata yang lurus ke depan.
Namun langkahnya seketika terhenti dan kepalanya refleks menoleh kesamping kanan. Tatkala mendengar sesuatu yang mampu menghipnotisnya.
🎼Kan ku arungi tujuh laut samudera
Kan ku daki pegunungan Himalaya
*Apapun kan ku lakukan tuk dirimu sayan*g
Oh, penjaga hatiku...
Matanya memandang lurus ke arah laki-laki yang sedang memetik gitarnya dengan mata yang terpejam dan mulut yang bersenandung merdu.
Karna bersamamu semua terasa indah
Gundah gulana hatiku hancur pun sirna
Janjiku takkan ku lepas wahai kau bidadariku dari surga...🎼
Tiffany tersenyum. Dulu, Bayu juga suka menyanyikannya lagu yang indah tersebut. Dengan mata yang memandangnya penuh cinta dan bibir yang bersenandung penuh puja.
"Fan", Vira menepuk pundak pundak Tiffany yang berhenti diambang pintu keluar kafe. Membuat para pengunjung lainnya menggerutu kesal.
Tiffany tersentak kaget, "Ah, iya", kembali melangkah dengan telinga yang sayup-sayup masih mendengarkan nyanyian tersebut.
"Nadhif, lagumu seindah kenangan ku", gumam bumil satu itu seraya tersenyum bernostalgia.
Kenangannya manis, takdirnya yang pahit.
"Gue yang bawa?", Vira bertanya setelah mereka sampai di dekat mobil Tiffany.
Tiffany mengangguk lalu merogoh tasnya untuk mengambil kunci mobil. Namun ketika Tiffany mengangkat pandangannya dan ingin memberikan kunci itu kepada Vira. Matanya seketika membelalak kaget. Tubuhnya terasa dingin dengan air mata yang sudah menggenang pilu.
Vira mengerutkan keningnya melihat Tiffany yang tiba-tiba terdiam dan hendak menangis. Tanpa bertanya apapun, Vira langsung mengikuti kemana arah pandang Tiffany.
Dan mulutnya seketika mengumpat kasar.
Disana, tampak seorang laki-laki yang sedang menggandeng mesra pinggang perempuan seksi yang berjalan bersisian bersamanya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bayu dan calon istrinya. Berjalan memasuki kafe tanpa menyadari kehadiran mereka berdua.
Vira yang sudah berhasil menguasai dirinya pun lantas berbalik untuk menatap Tiffany yang masih memandang kearah dua sejoli itu.
"Fan, lo-"
"Bilang ke Papa, aku terima tawarannya", sela Tiffany seraya membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya. Kemudian menutup pintu tersebut dengan keras. Sampai membuat Vira refleks memejamkan matanya.
"Gue mutilasi lo Bayu, awas aja", gerutu Vira dan berjalan memutari mobil.
...🌻🌻🌻...
Huwaa, maap ya baru up setelah sekian bulan. Makasi udah mau nungguin🥹, jangan marah ya, kesel aja gapapa wkwk. Ada sedikit problem kemarin, jadi hiatus bentar.
Pas hiatus aku malah ketemu ide buat cerita baru🫠. Aku kasi sedikit blurb sinopsis nyaaa, mana tau tertarik, hehe.
👇
......Ternyata kabar baik itu datangnya selalu berbarengan dengan kabar buruk.......
...Percaya, tidak percaya. Tapi itu yang benar dialami oleh Elzara sendiri....
...Siapa sangka, kebahagiaan setelah mendapatkan kabar dari dokter kandungan bahwa dirinya sedang hamil buah hati yang telah dinanti oleh banyak orang selama lima tahun ini harus lenyap ketika mendapati fakta bahwa suami tercintanya sudah memiliki anak perempuan berusia dua tahun yang sangat menggemaskan....
...Tentu saja anak itu bukan dari rahimnya. Tetapi dari istri kedua suaminya....
Semoga suka dengan bab ini ya. Jangan bosen-bosen ya🥹. Luv u all❤️.
...~Rilansun🖤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
irish gia
ingin ku mengumpaaatttttt
duh Gusti...ketok2 meja...jauhkan anak2 ku dari tipe lelaki macam ituh
2024-05-29
0
Edah J
G tahu kirain belum up lagi
kak othor😉
2024-05-07
0
Ai Oncom
Alhamdulillah.. terimakasih up y kak..
2024-02-20
1