...Mencintai kamu itu seperti hujan. Awalnya aku senang dan kemudian aku sakit......
...🌻🌻🌻...
Semilir angin yang berhembus itu menerpa wajahnya. membelai lembut seolah meminta agar matanya terbuka. Menyaksikan langit malam yang kelabu di atas sana. Tanpa bintang, hanya ada bulan yang tertutup awan hitam.
Sejuk, gelap dan mencekam.
Suara hewan-hewan malam yang cukup nyaring menambah kesan seram bagi Tiffany.
Dari dulu ia memang tak pernah menyukai malam.
Layaknya obat, Tiffany harus tetap menerimanya walaupun pahit.
Begitulah makna malam bagi Tiffany.
Mengapa dirinya bisa begitu sangat tidak menyukai malam. Ya, karena ada sebuah kejadian yang sudah terlalu menggores hatinya. Bahkan bertahun-tahun lamanya.
Teriakan nyaring, petir yang menggelegar serta perlakuan kasar yang didapatnya. Semua masih terekam jelas di otak Tiffany.
Bagai kaset rusak yang terkadang masih saja menghantui pikirannya.
"Anak haram!."
Tiffany tersentak, membuka matanya dengan pupil yang membesar. Nafasnya tak beraturan. Kedua tangannya terulur menyentuh perut yang dibalut piyama tidur.
"Kamu itu anak yang tidak diinginkan."
Tiffany memejamkan matanya kuat-kuat. Berusaha menghalau pikiran-pikiran sialan yang mencoba mengganggu nya.
"Pergi sana kamu, dasar anak haram!."
Tiffany menggelengkan kepalanya seraya menutup telinganya rapat. Tidak memberikan celah untuk suara itu masuk ke gendang telinganya.
"Seharusnya dari dulu kamu itu udah mati!."
"Enggak", lirih Tiffany entah kepada siapa.
"Mati sana mati. Kamu itu aib, dan anak mu juga aib!."
"MAMA...", Tiffany berteriak kencang ketika merasakan suara itu seperti masuk ke dalam otaknya. Terasa begitu dekat dengannya. Membuat Tiffany kesulitan bernafas.
"MAMA...", kembali memanggil Mama nya. Saat tak merasakan sentuhan apapun pada tubuhnya. Tiffany masih enggan membuka matanya. Ia takut menatap wajah yang menyeramkan itu.
"MA—"
"Astaga sayang."
Tiffany mendengar pintu kamarnya terbuka bersamaan dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Lalu ia merasakan sentuhan lembut di lengan atasnya.
"Mama...", panggil Tiffany dengan pelan. Memastikan jika didepannya kini adalah benar Mama nya.
"Ini Mama sayang", Ibu mana yang tak sedih melihat anaknya duduk di pojok kamar dalam keadaan yang mengenaskan seperti ini. Ini bukan yang pertama. Tapi ini adalah yang pertama setelah sekian lama.
Tiffany membuka matanya pelan dan menghela nafas lega saat mendapati sang Mama yang berjongkok dihadapannya.
Tanpa ba-bi-bu, Tiffany langsung memeluk wanita yang sudah melahirkannya. Yang rela bertaruh nyawa hanya agar dirinya dapat melihat dunia. Rela di caci maki keluarganya karena memiliki dirinya. Dan rela melakukan apapun untuk Tiffany.
Mama nya adalah surga nya.
"Maafin Fany Ma. Maafin udah jadi aib."
Lui menutup matanya saat mendengar racauan tak jelas putri sematawayangnya. Mengelus rambut anaknya dengan kasih. Menenangkan Tiffany yang kembali sakit.
"Maafin Fany yang udah buat Mama malu."
Wanita paruh baya itu hanya diam tak bergeming.
"Makasih Ma, makasih udah nggak bunuh Fany."
Lui tak sanggup. Air matanya turun begitu saja. Sakit rasanya bila harus melihat Tiffany seperti dulu lagi.
"Enggak ada yang mau bunuh kamu sayang", sahutnya pelan dengan suara yang bergetar.
"Oma mau bunuh Fany Ma. Ka-katanya Fany anak haram", Tiffany sampai terbata-bata mengucapkannya. Label anak haram sangat tabu di telinganya.
Lui menggeleng keras, "Bukan, kamu bukan anak haram", seperti dulu pertama-tama yang harus dilakukannya adalah membantah semua perkataan anaknya.
"Kamu itu adalah anak Mama sama Papa. Kamu itu anugerah Tuhan yang berharga buat kami", yang kedua memberikan kalimat-kalimat penuh kasih sayang. Agar Tiffany percaya jika kehadirannya bukanlah suatu hal yang salah.
Tiffany menjauhkan wajahnya dari pelukan Lui. Menatap wajah cantik yang tak lagi muda itu.
"Bu-bukan anak haram?", tanya nya kembali untuk memastikan.
Lui tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Putri cantik Mama bukan anak haram. Jangan dengarkan suara-suara monster jahat itu lagi ya", dan yang ketiga mencoba menenangkan putrinya dengan kecupan-kecupan yang menambah keyakinan Tiffany kalau dirinya bukanlah sebuah kesalahan.
Tiffany mengangguk singkat, "Mereka jahat, katanya baby ku aib", ujarnya menunduk menatap perutnya.
Lui menatap sendu Tiffany. Mengapa kebahagiaan putrinya itu singkat sekali.
Tiffany baru bisa lari dari mimpi-mimpi buruknya itu ketika menjalin hubungan dengan Bayu. Sebelum itu Tiffany selalu dihantui. Setiap malam, anaknya bahkan tidak bisa tertidur dengan nyaman.
Saat bersama Bayu dunia Tiffany yang awalnya hanya ada monster dan dirinya. Perlahan berubah. Bayu seperti mampu mengusir jauh monster-monster tersebut.
Namun kini sepertinya monster-monster sialan itu kembali lagi. Lui mendesah pelan, mengapa hubungan asmara putrinya harus sama persis dengan dirinya. Membuat Tiffany nya kembali terluka untuk kesekian kalinya.
Bedanya, Andreas mau memperjuangkannya. Sementara Bayu takut untuk memperjuangkan cintanya.
"Dia bukan aib kan Ma?."
Lui menatap sendu mata putrinya yang tampak polos. Manik matanya yang coklat terang seolah menunjukkan seberapa banyak luka yang telah dipendamnya.
Menggeleng pelan Lui menjawab, "Dia anugerah, sama kayak kamu."
Tiffany tersenyum lebar, "Mama nggak akan minta aku bunuh dia kan?."
Lui kembali menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca.
Hatinya sakit mendengar kata bunuh keluar begitu saja dari bibir ranum putrinya.
"Makasih Mama", Tiffany memeluk Lui dengan bahagia.
Sedangkan Lui tersenyum miris, "Bahagia terus sayang. Mama Papa ada disini", sahutnya seraya melirik sang suami yang berdiri diambang pintu.
...🌻🌻🌻...
"Dewa Wisnu Sanantya."
"Ha?, Papa pindah agama sekarang jadi Hindu?."
Andreas menatap bingung putrinya, "Enggak tuh."
"Itu ngapain bawa-bawa dewa segala", ujar Tiffany sambil mengolesi rotinya dengan selai coklat.
"Itu nama orang sayang", Andreas menatap gemas anaknya yang mengangguk-angguk. Entah mengerti atau tidak.
"Nama dewa?."
Tuh kan.
Lui terkekeh pelan. Tiffany masih belum paham dengan maksud suaminya.
"Astagfirullah", Andreas memijit pangkal hidungnya.
"Loh kok Papa bisa ngucap", celetuk Tiffany dengan mulut yang sibuk mengunyah. Menatap tak paham Papa nya.
"Bisa lah, kan Papa muslim sayang", Andreas mencoba untuk sabar.
"Temen aku ada tuh yang non muslim tapi bisa ngucap."
"Ya mana Papa tau. Tuhannya double kali", sahut Andreas asal.
"Papa...", tegur Lui. Sudah tahu anaknya itu kepo akut. Masih saja diladeni.
"Emang boleh triple Pa?."
Kan, apa Lui bilang.
Andreas tertawa, "Enggak boleh sayang. Sebagai orang Islam kita percaya Tuhan itu satu. Esa, tidak ada yang kedua apalagi yang ketiga. Only one. like you, there is only one in my heart", mengedipkan sebelah matanya menggoda sang putri yang tersipu.
"Papa gembel Ma."
Lui menggelengkan kepalanya seraya tertawa pelan.
Dimata hukum mungkin anaknya itu sudah beranjak dewasa. Tapi baginya Tiffany masih sama seperti bocah lima tahun.
Yang semua hal nya butuh penjelasan detail. Sedetail-detailnya.
"Dewa Wisnu Sanantya itu anaknya temen Papa", Lui menjelaskan kepada putrinya yang sedang meminum susu.
"Oh, anaknya Papa."
"Anaknya temen Papa Fany", koreksi Andreas menatap jengah Tiffany yang menyengir.
"Terus ada apa dengan anak temen Papa. Mau nikah?", Tiffany menatap Papa nya yang tengah sarapan.
Setelah habis mengunyah makanannya. Andreas menjawab, "Rencananya begitu, tapi sama kamu katanya."
Seakan tahu kemana arah pembicaraan sang Papa. Tiffany langsung mengalihkan pandangannya. Mengambil ponselnya berpura-pura tak mendengar apa yang diucapkan oleh Andreas barusan.
Sudah dua Minggu sejak orang tuanya tahu jika Bayu menolak untuk bertanggung jawab. Selama itu pula mereka gencar menjodohkan Tiffany dengan laki-laki lain.
Anak rekan kerja, anak tetangganya, anak temen masa kecil Papa Mama nya. Semua jenis anak orang disodorkan padanya.
Namun Tiffany belum mau untuk mencobanya. Ia takut kembali ditolak.
"Mau sampai kapan sayang", Andreas menggapai tangan putrinya. Menggenggamnya lembut.
"Kalau kamu ngasih izin Papa buat datengin rumah nya Anarghya. Mungkin kamu sama Bayu bisa menikah", lanjut Andreas dengan suara yang sangat lembut. Takut Tiffany tersinggung.
"Bayu memang akan menikah Pa. Tapi bukan dengan Fany", balas Tiffany datar.
Andreas mengganguk pelan. Ia tahu itu. Semua orang tahu berita yang seminggu lalu baru disiarkan. Di koran bisnis, majalah bisnis hingga televisi.
'Putra sulung keluarga Anarghya akan segera menggelar pernikahan dengan salah satu model ternama indonesia.'
"Tapi kan para Anarghya sialan itu tidak tau kalau kamu sedang mengandung cucunya", Andreas masih enggan menyebut nama-nama yang haram diucapkan oleh mulutnya.
Tiffany menunduk, "Mereka tau Pa", sahutnya lesu.
Andreas melotot begitupula dengan Lui yang sedari tadi hanya menjadi pendengar.
"Mereka tau?, dan mereka hanya diam saja. Dasar bedebah sialan. Manusia-manusia keji."
"Pa...", Lui mengelus punggung tangan sang suami yang tampak tersulut emosi.
Detik berikutnya Andreas bangkit begitu saja. Membuat Lui dan Tiffany tersentak kaget. Melihat ke arah Andreas yang tampak masuk ke ruang kerjanya. Dan tak lama itu keluar dengan membawa senjata api. Membuat Lui dan Tiffany kompak berteriak dan bangkit berdiri.
"Papa!."
"Papa mau kemana Pa?", tanya Lui menahan tangan suaminya yang tampak kesetanan.
"Mau menghabisi Anarghya", jawab Andreas tegas. Tidak ada keraguan dimatanya. Seperti waktu itu.
Lui menggeleng takut, "Jangan Pa. Jangan ada pertumpahan darah lagi."
"Cukup Ma. Sudah cukup Papa menahan selama ini. Sudah cukup Papa mengalah ketika tau Bayu menjalin hubungan dengan Fany. Menahan amarah saat tau satu-satunya putri Papa dirusak oleh penerus Anarghya sialan itu. Papa sudah menahan semuanya Ma, demi Fany. Tapi sekarang tidak. Papa tidak bisa menahannya lagi", Andreas kembali melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan ucapan istrinya.
"Aku atau Anarghya itu yang mati."
Andreas bukan pria yang pengecut. Dunia saja bisa ia lawan demi mendapatkan istrinya. Lantas mengapa tidak bisa bila menyangkut kehormatan putrinya. Ia akan memberikan keadilan untuk cucu dan anaknya. Bahkan nyawa sekalipun taruhannya, Andreas siap.
"Berhenti Papa!."
Andreas berhenti ketika mendengar teriakan Tiffany. Berbalik dan matanya seketika membola ketika melihat sang putri menodongkan pistol tepat dipelipis kanannya sendiri.
"Kalau memang harus ada pertumpahan darah lagi. Biar lah darah Fany yang terlebih dahulu mengalir", ujar Tiffany serius. Tidak ada keraguan di matanya. Persis seperti sang Papa.
"Fa-fany. Jangan gitu sayang", Lui hendak melangkah mendekati Tiffany. Namun perempuan itu menginterupsi Mama nya dengan mengulurkan tangannya. Menyuruh Lui untuk tetap berada di tempat.
"Papa lupa, kalau aku ini adalah kloningannya Papa. Keras Papa, lebih keras aku", tambah Tiffany seraya menatap wajah Andreas yang hanya diam memandanginya. Tapi dapat Tiffany lihat Andreas sedang menahan amarahnya.
"Pa", Lui mencoba untuk melerai keduanya. Mencoba bernegosiasi dengan ego suami dan putrinya. Disaat keduanya tidak waras begini hanya Lui yang bisa diharapkan.
"FANY!", Lui berteriak ketika melihat Tiffany yang hendak menarik pelatuk pistol tersebut.
"Tiga", Tiffany menghitung mundur. Matanya masih lurus menatap sang Papa.
"Pa, Fany Pa...", kepala Lui seakan mau pecah. Ia sangat frustasi.
"Dua."
Tiffany dan Andreas masih sama-sama diam ditempat. Memandang satu sama lain tanpa ada yang bergerak. Hanya Lui yang heboh. Perempuan berjilbab itu terus saja beristighfar sembari mencegah anaknya berbuat gila.
"Sa...tu."
DOR
"TIFFANY!!!."
...🌻🌻🌻...
Tiffany Aurellie (New Cast)
Jangan lupa di like and subscribe yaa. Semoga sukaa💋
^^^30 Oktober 2023^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
irish gia
harus baca dari awal lagi biar inget lagi ceritanya
hehehee
2024-05-29
0
Edah J
kenapa belum juga up kak author
kangennn lho in😘
2023-11-27
1
irish gia
penasaran...
2023-11-21
0