MIMPI-MIMPI DEVINA

            “Mimpi ular lagi, Mbak?”

            Devina tadinya mengira Tiwi sudah memejamkan matanya, tapi ternyata Tiwi belum tidur dan masih hanya berbaring bersiap untuk tidur.

            “Hu uh.” Devina bangkit dari ranjangnya setelah mengelap keringatnya yang mengcur di keningnya dan memeriksa kolong ranjangnya. Syukur aja nggak ada ular! Lama-lama aku beneran parno sama ular gegara mimpi ular mulu!!!

            “Tenang aja, Mbak.” Tiwi bicara sembari membalik badannya. “Aku udah periksa di sana, nggak ada ularnya kok.”

            “Ma-makasih.” Devina kembali ke ranjangnya, tapi teringat sesuatu dan langsung mengurungkan niatnya ketika melihat jam dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Udah waktunya solat malam. Devina

            “Mbak??” Tiwi menghentikan langkah Devina yang hendak keluar dari kamarnya untuk ambil air wudhu.

            “Ehm, apa??”

            “Mbak mungkin kudu periksa deh! Mbak mimpi kayak gini udah lama loh!! Gara-gara mimpi buruk itu, Mbak kan sering nggak bisa tidur nyenyak di malam hari. Masak mau kayak gini terus, Mbak??”   

            Tiwi bener. Mungkin aku kudu periksa. Devina memasang senyumnya sebelum berjalan keluar dari kamarnya melihat Tiwi yang kini menatap ke arahnya. “Aku akan cari dokter konseling .”

            “Bagus deh kalo gitu.”

            Tiwi berbaring tidur sementara Devina keluar kamar untuk mengambil air wudhu untuk salat malam. Sebelum wudhu, Devina mampir ke kamar mandi untuk buang air kecil karena merasa tidak enak. Loh kok basah?? Devina merasa aneh karena tiba-tiba ****** ******** basah. Buru-buru, Devina mengganti ****** ******** sebelum melanjutkan niatnya untuk mengambil air wudhu.

            Setelah setengah jam solat dan berdoa, Devina kembali tidur lagi dan nggak lupa berdoa agar mimpi ular yang mengganggunya tidak mengganggunya lagi.

            Kukuruyuk!!!!

            Seperti biasa … pukul empat pagi, Devina bangun dari tidurnya untuk solat subuh dan membantu ibunya yang bekerja sebagai pembuat catering makanan.

            “Bu!” Devina menyapa ibunya yang sibuk memasak dengan tiga rekannya yang tidak lain adalah tetangga Devina.

            “Udah bangun. Dev??” balas Ibu Devina.

            “Udah.” Setelah menjawab pertanyaan ibunya, Devina menyapa tiga rekan ibunya. “Pagi Bu Reni, Bu Mila dan Bu Yuni.”

            “Pagi, Dev.” Bu Reni, Bu Mila dan Bu Yuni membalas sapaan Devina secara serentak.

            “Seperti biasa, kamu bangun pagi sekali, Dev!!” tambah Bu Mila[dsp1] [dsp2] [dsp3] . “Andai aku punya anak kayak kamu, Dev!!”

            Bu Mila adalah janda sama seperti Ibu Devina. Bedanya Bu Mila adalah janda ditinggal mati suaminya lima tahun yang lalu sementara Ibu Devina adalah janda karena bercerai dengan ayah Devina dua puluh tahun yang lalu.

            “Ibu bisa aja.” Devina menjawab dengan merendah. “Ini udah biasa, Bu.”

            “Aku yoh ngiri sama Ibukmu, Dev.” Kali ini giliran Bu Yuni yang bicara. “Aku ndak punya anak perempuan. Coba aja aku punya anak perempuan kayak kamu, dua anak laki-lakiku iku pasti nggak akan bikin aku kesel tiap hari.”

            Bu Yuni adalah ibu dari dua anak laki-laki yang terkenal dengan kenalakannya. Anak pertamanya masih kuliah dan harusnya sudah lulus dua tahun yang lalu. Sayangnya kuliahnya molor karena sibuk mengerjakan ini dan itu yang lebih mirip dengan bermain. Lalu anak kedua Bu Yuni yang karena melihat kakak laki-lakinya tidak bertanggung jawab, meniru kakaknya dan juga membuat masalah di sekolahnya. Berkat itu, Bu Yuni langganan dipanggil ke sekolah karena anak keduanya suka membolos sekolah atau kadang berkelahi di sekolah.

             “Aku harap anakku kelak kayak kamu, Dev! Pengertian sekali sama orang tua!1 punya anak kayak kamu di jaman sekarang itu kayak langka banget. Kebanyakan masih sekolah aja udah bingung cari pacar, runtang-runtung sana sini kayak pasangan baru nikah aja. Padahal yang baru nikah aja nggak kayak gitu, ke mana-mana nggak kudu bareng.” Bu Reni juga nggak ingin kalah bicara.

            Beda dengan Bu Mila dan Bu Yuni, Bu Reni tidak memiliki anak bahkan setelah lebih dari sepuluh tahun pernikahannya. Karena merasa tidak bisa punya anak, Bu Reni mengangkat anak perempuan sebagai anaknya lima tahun yang lalu. Bu Reni mengangkat anaknya ketika masih berusia 7 tahun dan sekarang usia anak itu sudah 12 tahun di mana tahun depan anak itu akan masuk SMP dan mulai beranjak jadi gadis remaja.

            “Ibu-ibu ini bisa aja.” Sekali lagi Devina memberikan jawaban merendah sembari menyiapkan kotak makanan catering pagi ini.

            “Tiwi mana?” Kali ini pertanyaan itu keluar dari mulut Ibu Devina -Ainur.

            “Masih tidur, Bu.”

            “Setengah jam lagi bangunkan adikmu, Dev!!”

            “Ya, Bu.”

            “Ibu heran sama Tiwi udah umur 25 tahun, tapi masih aja susah buat bangun pagi, buat solat subuh sendiri.” Ibu Devina mengeluh lagi seperti hari-hari sebelumnya karena Tiwi yang selalu bangun kesiangan.

            “Tiwi tadi malam jagain aku, Bu.” Devina berusaha membela adiknya.

            “Kamu mimpi buruk lagi, Dev?” Ibu Devina bicara dengan nada dinginnya.

            “Ya, Bu.”

            “Sudah doa sebelum tidur?” tanya Ibu Devina masih dengan nada dinginnya.

            “Sudah kok, Bu.”

            “Ya udah kalo sudah. Yang penting jangan percaya apa yang muncul di mimpi kamu itu,. Dev.” Ibu Devina mengingatkan Devina.

            “Ya, Bu. Devina tahu kok.”

            “Kamu mimpi ular lagi, Dev?” tanya Bu Mila.

            “Y-ya, Bu. Udah lama Devina mimpi kayak gini. Cuma yah gitu kadang … sampe kebangun saking takutnya.” Devina menjelaskan.

            “Lah kok malah takut sih??” Bu Mila memasang wajah kagetnya. “Kalo di tempatku mimpi dikejar ular itu artinya bakal ketemu jodoh. Apalagi kalo sampe digigit, katanya jodohnya udah deket.”

            “Hush!! Kata sapa??” Ibu Devina memotong ucapan Bu Mila. “Jangan percaya kayak gittu, Dev!! Sudah bangunkan adikmu dulu sana!!”

            “Lah emang gitu loh.” Bu Mila masih terus bicara bahkan ketika Devina akhirnya pergi dari dapur dan berjalan menuju ke kamarnya di mana dirinya dan Tiwi tidur. “Mimpi dikejar ular itu loh artinya bagus. Bakalan ketemu jodoh. Semakin bagus ularnya semakin bagus juga jodohnya.”

            He he he. Devina terkekeh di dalam benaknya mendengarkan perdebatan ibu-ibu di dapurnya karena membahas mimpi-mimpi Devina yang selama ini selalu dikejar ular hitam yang besar dengan matanya yang berwarna merah menyala.

            “Wi!! Bangun, Wi! Solat Subuh!!”

            Untuk membangunkan Tiwi terutama saat jam solat subuh, satu kali panggilan tidak akan pernah cukup untuk membangunkan Tiwi dari tidurnya. Setidaknya Devina butuh lima kali panggilan untuk membangunkan Tiwi dari tidurnya yang nyenyak.

            “Ehm, iya Mbak!”

            Setelah lima kali panggilan, Tiwi akhirnya membalas panggilan Devina dan membuka matanya meski hanya sepertiga.

            “Cepet solat sana!! Kalo kamu nggak cepet bangun, Ibu bakalan ke sini dan bawa air satu ember!!”

            Apa yang Devina katakan bukanlah sekedar ancaman. Tiwi sering kali mandi pagi dua kali: pertama disiram ibunya di jam pagi karena tidak bangun-bangun untuk solat subuh dan kedua adalah saat hendak berangkat sekolah atau kuliah.

            “Ah iya!!” Meski setengah mengantuk, Tiwi bangun dari tidurnya, berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudu dan solat.

            Mimpi semalam …  Sementara Devina menunggu Tiwi yang sedang di kamar mandi, Devina mengambil baju kerjanya dan menyetrikanya. Mimpi semalam beda dari mimpi-mimpi sebelumnya.

            “Kalo di tempatku mimpi dikejar ular itu artinya bakal ketemu jodoh. Apalagi kalo sampe digigit, katanya jodohnya udah deket.”

            Devina teringat ucapan dari Bu Mila yang baru saja didengarnya. Mungkinkah mimpi semalam benar-benar mimpi pertanda aku akan ketemu jodohku?? Kalo emang iya, sayang banget karena semalam aku nggak bisa lihat wajah pria itu.

            “Mbak??” Tiwi yang hendak solat mampir ke arah Devina yang masih menyetrika seragam kerjanya. “Kenapa pipimu merah, Mbak??”

            Eh??  Devina kaget karena secara tidak sadar dirinya teringat mimpi terakhirnya di mana dirinya berciuman dengan pria tak dikenal dengan sangat intens bahkan terasa begitu nyata. “Ah i-ini pasti karena setrikanya. Panas aja.”

            “Ohhh, aku kira kenapa!!”

 [dsp1]Catatan 1.  Rekan-rekan ibu Devina.

 [dsp2]

 [dsp3]

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!