"Kau sudah siap?" sapa Clara dari arah pintu kamar Emeli.
Emeli menoleh ke arah Clara yang berdiri di depan pintu menyenderkan bahunya di pintu dengan menggunakan gaun panjang berwarna merah, dengan belahan yang cukupa panjang memperlihatkan kakinya yang putih mulus. Bibirnya yang merah merekah menghisap rokoknya dalam dalam.
"Tentu." Emeli mengikat rambut panjangnya sembarangan lalu menatap pantulan wajahnya di cermin sekilas.
"Hei, kenapa kau memakai baju itu." Clara berjalan mendekati Emeli yang menggunakan celana jeans dan kaos longgar favoritnya.
Emeli memperhatikan pakaiannya sendiri, lalu menatap Clara. "Ada yang salah?"
Clara mengepulkan asap rokok di wajah Emeli. "Tidak, ya sudahlah kalau kau nyaman dengan pakaianmu." Clara mengangkat kedua bahunya lalu ia berjalan keluar kamar di ikuti Emeli dari belakang.
"Clara." Emeli menatap Clara yang tengah fokus mengendarai mobilnya.
"Ya, ada apa?" Clara melirik sekilas ke arah Emeli.
"Mm, kalau boleh tahu. Kenapa kau sangat menginginkan aku bekerja di sana?" tanya Emeli ragu ragu, ia takut menyinggung perasaan sahabat barunya itu.
Clara tertawa kecil, "tidak ada, aku hanya ingin melihat wajah pria itu tiap hari."
"Jimy?" mata Emeli melebar menatap Clara yang tertawa kecil. Ia menepuk keningnya sendiri. "Ya ampun Clara, kau bisa setiap hari datang ke Club kalau hanya ingin bertemu pria itu."
"Dia tidak setiap hari datang, pria yang berasal dari Itali itu sangat misterius dan aku jatuh cinta padanya." Clara tersenyum dengan tatapan lurus ke depan.
"Hanya itu?" Emeli menautkan kedua alisnya menatap raut wajah Clara, ia tahu sahabatnya tengah berbohong. Dari cara dia tersenyum jelas menyimpan kebencian di balik rasa cintanya yang besar terhadap pria misterius yang Clara sebutkan tadi.
"Ya, aku memang sering datang ke club itu untuk beejudi, dan aku sudah berhutang banyak," ungkap Clara. "Tapi kau tidak perlu khawatir, aku pasti bisa melunasinya malam ini."
"Kau mau berjudi?" tanya Emeli.
Clara melirik sesaat, "ya dan aku mau kau temani aku malam ini. Jimy ada di sana malam ini."
"Dari mana kau tahu?" Emeli menarik napas dalam dalam tidak mengerti dengan cara berpikir sahabatnya itu.
"Aku sudah lama mengenal dia." Clara memutar arah jalan menuju halaman club. "Kita sudah sampai!"
Clara menepikan mobilnya lalu ia keluar dari pintu mobil bersamaan dengan Emeli yang memperhatikan depan club yang bertuliskan Twenty-One Club, tiba tiba orang pria perlente menyapa Clara.
"Miss Clara, how are you?" pria itu tersenyum genit mendekati Clara lalu mencium kedua pipinya sekilas. Emeli hanya diam memperhatikan, untuk pertama kalinya ia masuk kedunia gemerlap Clara. Ada banyak hal yang tidak di ketahui Emeli tentang Clara dan dunianya.
Pria itu berlalu meninggalkan mereka berdua setelah sekilas memperhatikan Emeli dari ujung rambut dan ujung kaki. "Ayo kita masuk!"
Emeli menganggukkan kepala, dari halaman club terdengar suara musik dj mengentak entak. Mereka berdua masuk ke dalam, aroma nikotin dan asap rokok menguar menyengat hidung Emeli. Nampak para pengunjung tengah meliuk menari di lantai dansa. Clara mengajak Emeli menyusuri sebuah lorong club yang menghubungkan satu gedung ke gedung lainnya.
Emeli tidak menyangka, jika di club ini terdapat gedung lain. Suasananya berbeda dengan gedung pertama. Terlihat lebih banyak penjagaan dan tenang, tidak terdengar suara musik atau para pengunjung. "Kita mau kemana Clara?" tanya Emeli di sela sela langkahnya.
"Menemui Manager club ini." Clara melirik sesaat ke arah Emeli. Tak lama langkah mereka terhenti di pintu ruangan yang terbuka. Clara mengetuk pintu sekilas lalu masuk ke dalam ruangan di ikuti Emeli dari belakang. Nampak seorang pria duduk di kursi menatap mereka berdua.
"Aih, Clara apa kabar." Pria itu berdiri dan berjalan sedikit melenggok bak putri universe. Emeli melebarkan matanya menatap pria itu lalu menunduk menyembunyikan senyumnya. Emeli sempat berpikir jika seorang Manager club itu seorang pria tampan dan berwibawa. Tapi kebalikan yang Emeli pikirkan.
"Mas Dava, kabarku baik." Clara memeluk sekilas pria bernama Dava itu. "Kenalkan nih, sahabatku namanya, Emeli."
Dava memiringkan wajahnya memperhatikan Emeli, lalu ia mengulurkan tangannya dengan gemulai. "Dava, cantik siapa namamu?" katanya tertawa kecil.
"Emeli."
"Ow, nama yang cantik, secantik wajahnya." Tangannya terulur mencubit gemas pipi Emeli. "Ih gemes deh, kalau liat yang bening bening." Dava tertawa lalu menutupi mulutnya dengan tangannya sendiri tertawa cekikikan. Kemudian Dava kembali duduk di kursi dan mempersilahkan Emeli dan Clara untuk duduk.
"Tumben Non, kau datang kemari." Bibirnya sedikit ia tarik ke samping. Lagi lagi Emeli menyembunyikan senyumnya.
"Sahabatku butuh pekerjaan, kau bisa kan?" Clara mengangkat satu alisnya, sembari menyalakan sebatang rokok.
Dava mengibaskan tangannya saat asap rokok mengepul ke wajahnya. "Ih kebiasaan deh kamu," ucapnya dengan tatapan horor ke arah Clara. Lalu beralih menatap Emeli yang menundukkan kepala. "Hei, Emeli!
Emeli mengangkat wajahnya menatap Dava sembari menahan tawanya. " Iya?"
"Kenapa kau senyum senyum? suka ya sama aku?" ujarnya tertawa cekikikan sambil mengusap rambutnya yang klimis.
"Ayo cepat! banyak gaya deh! sungut Clara kesal.
"Sabar Non," mata Dava mendelik. "Oke, aku terima kau bekerja di sini."
"Nah gitu dong, pekerjaan apa yang cocok buat dia?" tanya Clara.
Dava memperhatikan wajah Emeli cukup lama, tiba tiba suara ponsel milik Dava berbunyi, "sebentar Non." Ia mengangkat panggilan ponselnya lalu ia berbicara dalam bahasa asing. Tak lama kemudian dava menberitahu Clara bahwa game akan segera di mulai. Emeli tidak mengerti game apa yang di maksud.
"Apa? Jimy ada di sini?" mata Clara terlihat berbinar menatap ke arah Dava yang menganggukkan kepala. Ia memalingkan wajahnya menatap Emeli. "Kau temani aku malan ini, soal pekerjaan kita bahas besok."
Clara langsung menarik tangan Emeli sebelum sempat ia menjawabnya. Emeli berdiri lalu mengikuti langkah Clara dari belakang di ikuti Dava. Mereka berjalan menyusuri lorong dan berhenti di depan pintu ruangan tertutup nampak dua penjaga memeriksa mereka berdua dengan sinar x ray. Ternyata untuk masuk ke dalam ruangan itu di larang membawa senjata api atau sejenis senjata lainnya untuk menghindari keributan.
Salah satu pria itu membuka pintu dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam ruangan yang berukuran sangat besar. Nampak berjajar para penonton dari kalangan pengusaha yang bertaruh. Sementara di tengah tengah mereka sebuah meja besar di kelilingi lima pria dengan setelan jas tengah duduk mengelilingi meja besar.
"Judi?" ucap Emeli dalam hati memperhatikan sekitar. Clara langsung menarik tangan Emeli, lalu ia duduk di kursi diantara pria yang tengah tersenyum pada Clara.
"Nona Clara, kita berjumpa lagi." Salah satu pria menyapa Clara. Dan pria itu salah satu pekerja club yang akan memainkan permainannya.
"Tentu, di mana Jimy?" tanya Clara pelan.
"Di ruangannya, nanti dia ke sini." Pria itu menjawab dengan santai. Matanya menatap ke arah Emeli. "Dia siapa?" tanyanya pelan.
Clara melirik ke arah Emeli sesaat. "Dia sahabatku. Kucongkel matamu jika macam macam padanya." Ancam Clara pada pria itu.
Emeli hanya diam berdiri di samping Clara memperhatikan dengan degup jantung tak beraturan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Alya Yuni
Si Clara mrokok, mnm mabok
2023-01-10
0
Aska
kok takut ya kalo Emeli, dijual sama Clara
2022-01-10
0
Anik Nur
jaringan lelet banget jadi capek
2021-11-30
0