Bab 5. Permintaan Gian

Pagi hari seperti biasa, Kaisya sudah menyiapkan segala perlengkapan kerja suami dan dirinya. Makanan telah tersedia di meja makan. Pukul enam pagi mereka telah sarapan. Putra yang baru bangun segera ia gendong dan mendudukkannya di pangkuan karena masih makan sekaligus menyuapi. Selesai itu, Kaisya mengganti pakaian anaknya setelah melap seluruh tubuhnya dengan air hangat. Hari ini, ia mendapat giliran membawa anak ikut bersamanya ke tempat kerja.

"Sayang, nanti kontak saja untuk jemput Putra pulang," ujar Ridho yang tengah memakai sepatu.

"Iya. Nanti aku kabari," kata Kaisya. Ia lalu membawa tas Putra yang berisi mainan juga makanan.

Ridho menyalakan mesin motor, Kaisya dan anaknya menunggu di gerbang. Hingga motor yang dikendarai Ridho sudah berada didepannya. Mereka berangkat. Sebenarnya sekolah Ridho tidak begitu jauh dari rumah. Hanya saja akan mengantar terlebih dahulu istri dan anaknya.

Sampai di sekolah, Kaisya sambil menyempit tangan Putra memberi salam dan menyapa rekan kerjanya saat bertemu atau berpapasan. Sepuluh menit kemudian barulah bel masuk berbunyi. Kaisya memasuki ruang kelas bersama anaknya. Putra memang tergolong anak yang baik, penurut dan mudah diatur. Dengan diberi mainan atau alat tulis juga begitu bahagia. Sehingga tidak sulit jika ia bekerja. Dua jam berlalu, waktunya pergantian pelajaran. Kaisya mendapat waktu luang, tak ada kelas dan masuk lagi pukul sebelas siang. Tiba-tiba teringat janji dengan Gian akan bertemu.

"Kay, aku sudah ada di depan gerbang sekolah. Kamu bisa keluar sebentar?"

Gian ternyata memberi pesan WA padanya sekitar lima menit yang lalu.

"Maaf, aku baru lihat WA. Kamu masih ada di sekitar sekolah?"

"Masih, Kay. Iya gak apa-apa."

"Baiklah, aku segera kesana."

Kaisya membawa Putra keluar sekolah. Memang tidak ada larangan untuk guru jika hendak keluar gerbang sekolah. Banyak para guru yang melakukannya, bisa karena ingin mengkopi lembar soal ataupun membeli makan siang di warung nasi terdekat. Karena di dalam sekolah tidak ada fasilitas seperti kantin warung nasi. Maklum saja sekolah swasta yang masih kecil.

"Gian, maaf sudah menunggu lama," Kaisya menyapa terlebih dahulu lelaki tersebut yang sudah duduk di depan warung biasa tak jauh dari sekolah.

"Gak apa-apa, Kay," jawab Gian. "Ini anakmu ya? Lucu sekali, siapa namanya?" tanya Gian pada anaknya Kaisya.

"Putra," jawab Putra dengan sigap.

"Wah, hebat ya sudah bisa menjawab pertanyaan," puji Gian seraya memegang puncak kepala anak itu.

"Putra, sayang. Ini temannya ibu namanya Om Gian. Salim dulu nak," perintah Kaisya. Putra pun menurut dan menyalami Gian.

"Pintarnya Putra," ucap Gian.

"Maaf, ya. Aku bawa anakku soalnya kami gak ada yang bisa dipercaya untuk mengasuh. Kalau sama keluargaku terlalu jauh, sama mertua juga gak enak," kata Kaisya.

"Santai aja, Kay. Kalau gak dibawa sama kamu, Putra sama siapa?" tanya Gian.

"Ayahnya. Kami saling bergantian menjaga Putra," ucap Kaisya.

"Seneng dengernya. Jujur aku iri, kalian bisa menjaga anak saling bergantian. Gak seperti aku yang memang ditinggalkan. Bahkan ibunya Kayla gak pernah sekalipun melihat atau menanyakan kabar. Padahal itu anaknya sendiri," keluh Gian. Kaisya terdiam. Merasa kasihan dengan nasib lelaki dihadapannya.

"Kalau kamu lagi kerja dan sekolah libur, Mikayla sama siapa dirumah?" Kaisya merasa ingin tahu lantas menanyakan hal itu.

"Sama pembantu. Itu pun sudah tua ko' namanya Bi Minah mungkin seumuran guru kita waktu SMA. Orang tuaku sudah tidak ada, Kay. Jadi mau sama siapa lagi aku menitipkan Kayla. Bi Minah sudah ku anggap sebagai orang tuaku. Beliau yang menjagaku dulu ketika masih bekerja dengan orang tuaku. Kamu juga tahu sendiri kan, ayah dan ibuku kecelakaan waktu itu hingga semua isi sekolah pada tahu," ucap Gian sekilas mengenang kejadian nahas tersebut dimana memang dirinya tengah berada di sekolah kemudian mendapat kabar yang mengejutkan membuat dirinya histeris.

"Maaf membuatmu jadi teringat," ucap Kaisya.

"Gak masalah. Itu udah lama juga kan. Meskipun masih teringat tapi buat apa juga hal yang pahit terus simpan," kata Gian kemudian tersenyum.

Kaisya menunduk malu saat lelaki dihadapannya melemparkan senyum. Jujur saja terlalu manis dan mempesona. Siapa saja pasti akan tergoda dengan ketampanan Gian termasuk dirinya. Apalagi guru muda itu sudah menaruh hati sejak dulu. Tak bisa dibayangkan jika ia tahu perasaannya akan seperti apa nanti.

"Kay, aku memintamu untuk bertemu karena ada hal yang ingin aku bicarakan. Dan aku gak tahu apakah ini benar atau salah. Tapi bagaimana pun aku gak bisa menahannya. Kamu harus tahu," kata Gian membuat Kaisya mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?" tanya Kaisya yang memang tidak mengerti maksud dari ucapan Gian.

"Kayla," Gian terdiam tak meneruskan ucapannya.

"Ada apa dengan Mikayla?" tanya Kaisya penasaran.

"Tapi kalau aku mengatakan sesuatu kamu gak akan marah kan?" tanya Gian tambah membuat Kaisya penasaran. Sungguh seperti teka-teki saja.

"Kamu juga belum mengatakannya," kata Kaisya.

"Ibu, Putra mau jajan es krim," pinta Putra tiba-tiba saja mengganggu perbincangan. Padahal tadi lagi anteng memainkan ponsel milik Kaisya.

"Iya, sayang. Gian, maaf aku beliin dulu Putra es krim. Sebentar ya," ucap Kaisya hanya diberi anggukkan lelaki itu.

Kaisya menggendong Putra untuk melihat beberapa es krim yang ada pada tempatnya. Setelah melihat-lihat akhirnya menemukan apa yang diinginkan. Namun, ketika ingin membayar, Gian lebih memegang tanganku.

"Biar aku aja yang bayar," ucap Gian sontak saja membuat Kaisya tidak enak.

"Gak usah Gian," tolak Kaisya.

"Gak apa-apa, Kay. Lagian gak sering juga kan," ucap Gian sambil memberikan uangnya pada pemilik warung. "Putra mau jajan apalagi?" tanya lelaki itu lagi.

"Putra mau dua es krimnya," kata Putra lantas menuju tempat es krim dan membuka tempat tersebut.

"Putra sudah satu saja jangan banyak-banyak," sergah Kaisya semakin tidak enak.

"Sudahlah, Kay. Jangan dimarahi, kasihan Putra," ucap Gian.

"Bukan gitu Gian. Aku,"

"Jangan merasa gak enak, Kay. Justru itu sebagai ucapan terima kasihku karena kamu mau disela waktu luang mu mau diajak bertemu denganku," kata Gian.

Kaisya menghembuskan nafasnya, " baiklah. Kalau begitu terima kasih."

Gian hanya tersenyum sebagai jawabannya. Ia dan lelaki itu kembali. Sedangkan Putra sudah dalam posisi semula duduk terlebih dahulu. Terlihat begitu senang mendapatkan dua es krim kesukaannya.

"Maaf, tadi kamu mengatakan apa tentang Mikayla?" tanya Kaisya setelah keduanya duduk.

"Aku gak yakin sebenarnya, Kay," ucap Gian.

"Kalau memang itu membuatmu gak enak. Lebih baik gak usah diutarakan saja. Daripada kedepannya justru jadi gak baik," kata Kaisya.

"Kay," seru Gian kemudian terdiam. Lalu ia kembali melanjutkan ucapannya. "Aku ingin memintamu untuk menjaga Mikayla seperti kamu menjaga Putra."

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!