"Sayang, udah pulang?" tanya Ridho, suami Kaisya.
Kaisya mencium punggung tangan suaminya dengan khidmat. "Iya. Putra dimana, Yah?" tanya Kaisya mengamati seisi ruangan rumah.
"Lagi di rumah ibu. Katanya tadi mau main disana," kata Ridho.
"Memangnya ada siapa disana?" tanya Kaisya karena tak biasanya Putra main di rumah mertuanya tanpa ditemani. Maklum masih usia tiga tahun.
"Ada Tio," jawab Ridho. Tio merupakan anak dari Derlan, adik suaminya.
Tak ada jawaban atau balasan dari Kaisya. Ia bahkan tak memberikan respon apapun terlihat dari mimik wajahnya. Bukan tanpa sebab, sebenarnya memang Kaisya tidak suka jika Putra bermain dengan Tio. Karena ketika ditinggal akan meninggalkan tantrum sang anak. Apalagi rasa tidak suka pada istri Derlan yang begitu dimanja oleh kedua mertuanya. Apapun yang diminta pasti dikabulkan. Ridho yang anak kandungnya sendiri tak pernah meminta barang sedikitpun enggan untuk melakukan hal itu. Seperti dianaktirikan.
"Aku lapar, mau masak dulu," ujar Kaisya setelah ia berganti dengan pakaian santai.
Dengan perasaan yang masih berkecamuk di hati Kaisya. Setelah pertemuannya dengan Gian kini ditambah oleh kedatangan anak adik Ridho. Membuatnya semakin tidak ada gairah apapun. Namun, mengingat kembali pesan WA dari lelaki itu. Entah mengapa hati Kaisya sedikit menghangat. Sudut bibirnya tersenyum seolah ada sesuatu yang menggelitik.
"Yang, kamu masak apa ini?" tanya Ridho menghampiri istrinya.
"Seperti yang kamu lihat," ucap Kaisya tanpa menoleh ke arah sang suami. Kaget sebenarnya tengah melamun tiba-tiba saja datang sang suami.
"Kamu marah ya?" tanya Ridho.
"Gak," balas Kaisya.
"Iya, aku tahu pasti hatimu lagi berdecak, ngedumel berat saat ini. Jangan cemberut terus ya," rayu Ridho memeluk pinggang Kaisya.
"Sudahlah. Aku lagi gak mood saat ini. Baru pulang dan perutku sangat lapar," ucapnya.
"Iya, iya. Kamu kalau lagi kaya' gini suka galak," ucap Ridho melepaskan pelukannya kemudian beranjak pergi keluar dapur. Entah mau kemana.
Kaisya menghembuskan nafas berat. Entah sampai kapan perasaan tak suka itu terus tumbuh dihatinya. Pernah sampai ingin berpisah dengan Ridho namun lagi-lagi tidak jadi dengan alasan anak. Meskipun memang suaminya itu begitu sayang tapi dengan sikap kedua mertuanya membuat ia tak nyaman. Bahkan ketika berpapasan atau mampir ke rumah tidak sepatah katapun saling menyapa.
Perempuan yang berwajah manis ini sudah selesai memasak. Ia menyajikannya di atas meja makan. Beberapa centong nasi telah di alaskan pada piring.
"Makan dulu," ucap Kaisya pada Ridho yang tengah berada duduk di ruang tengah sambil menonton televisi.
Ridho beringsut dari tempat duduk pindah ke kursi makan. Semua telah siap disantap.
"Yang, kamu jemput Putra," cakap Kaisya disaat Ridho menyantap makanannya.
"Iya," sahut Ridho dengan sabar.
"Kamu tahu sendiri kan, ayah dan ibumu pasti akan mengajak Putra ke rumah Derlan untuk mengantarkan cucu kesayangannya. Tapi pada akhirnya itu cuma omongan palsu. Kalau gak niat untuk mengajak gak usah so' baik. Yang akan repot itu aku buat Putra berhenti nangis," lirih Kaisya.
"Dan sungguh manis. Datang sendiri, pulang ingin diantarkan. Gak punya sopan sama sekali ke orang tua," lanjutnya.
"Entahlah," balas Ridho membuat Kaisya geregetan terhadap sikap suami yang seolah membenarkan tindakan orang tuanya.
"Udah makan kamu langsung jemput. Kalau ada apa-apa sama Putra, aku gak mau tanggung jawab. Silahkan kamu urus saja sendiri," ucap Kaisya kesal.
Ia telah selesai makan kemudian mencuci piring dan gelasnya sendiri. Karena memang sudah menjadi komitmen dan kebiasaan jika telah selesai makan harus dibersihkan lagi agar tidak menumpuk. Saling bekerja sama karena keduanya bekerja. Apalagi Kaisya yang pergi sangat pagi pukul setengah tujuh, pulang pun sore sekitar pukul empat. Berbeda dengan Ridho, berangkat jam tujuh pulang jam dua belas. Namun tidak sampai disitu saja, Kaisya dan Ridho saling bekerja sama dalam menjaga Putra. Selalu bergantian untuk dibawanya ke tempat kerja. Karena memang tidak ada yang bisa dipercayai mengasuh. Jika harus ke tempat ibunya Kaisya justru semakin jauh dia ke tempat kerja dan berakhir kesiangan.
Selang beberapa menit setelah selesai makan. Terdengar suara tangisan Putra yang tengah dipangku oleh ibu mertua. Kaisya segera membereskan bekas makan. Tak ada niat untuk menyambut atau mengambil anak dari mertuanya. Rasa kesal berkecamuk dalam dada. Benar sekali, Putra menangis karena Tio pulang dan ayah mertua mengajaknya ikut namun seperti biasa hanya ajakan palsu.
Kaisya memilih untuk membersihkan piring, setelah itu memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci. Tak ia hiraukan tangisan Putra meskipun hatinya sakit, ingin sekali memeluk erat anak kesayangannya. Namun ia harus bersikap tegas dengan ucapannya tadi pada Ridho.
Malam tiba. Putra yang sudah tidur lelap karena mungkin lelah dengan tangisnya hingga masih menimbulkan isakan kecil dalam lelapnya. Sungguh kasihan anak yang tak bersalah harus menanggung keegoisan orang dewasa.
"Sayang, kamu masih marah?" Ridho menghampiri Kaisya yang tengah memperhatikan buah hatinya.
Namun tak ada jawaban dari perempuan tersebut. Sudah sangat dipastikan jika ia masih menahan marah pada suaminya. Dengan berdiam diri tanpa suara itu andalannya. Ada alasan tertentu mengapa bersikap seperti itu. Tak ingin ada perdebatan yang justru akan didengar oleh anaknya. Apalagi usia masih kecil gampang meniru apapun dilakukan orang dewasa. Lebih baik diam meskipun berbagai kata-kata bergumul dalam hati dan pikiran mendesak untuk dikeluarkan.
"Sudahlah jangan marah-marah terus. Kamu gak bosan apa seperti ini dari tadi pulang kerja," ucap Ridho sembari memeluk sang istri dari belakang.
"Kasihan Putra sampai sesenggukan seperti ini. Anak manis, sholehnya ayah dan ibu. Anak sabar," lanjutnya lalu mengusap kening hingga kepala Putra.
"Salah siapa juga sampai begini," Kaisya akhirnya mau membuka suara membuat Ridho tersenyum.
"Akhirnya kesayanganku yang ini sudah mau membuka suaranya. Jangan cemberut lagi ya, nanti cantiknya hilang," seru Ridho mencubit pipi sang istri.
"Sakit ih," jerit Kaisya pelan.
"Habisnya kamu cemberut daritadi. Kangen aku tuh," ujar Ridho tersenyum manis.
Sungguh membuat Kaisya tersipu malu dengan perlakuan suaminya. Begitu romantis meskipun memang kadang membuatnya kesal karena begitu cuek jika berhadapan dengan masalah yang ditimbulkan keluarganya.
"Yang, kamu hari ini cantiiiiik sekali," puji Ridho.
"Halah gombal. Pasti ada maunya," telak Kaisya yang memang benar. Apalagi jika bukan mengajaknya memadu kasih.
"Iya dong," balas Ridho dengan senyumnya yang tambah melebar.
"Aku mau ke kamar kecil dulu," ucap Kaisya lantas beranjak dari tempat tidur.
Setelah beberapa saat kemudian. Kaisya muncul dengan penampilan yang sudah segar. Seperti biasa sebelum tidur pasti mencuci muka, sikat gigi dan beberapa polesan pada wajahnya agar tidak kering. Apalagi cuaca saat ini begitu ekstrem. Tak bisa terelakan perpaduan Ridho dengan Kaisya akhirnya terlaksana. Hingga dipertengahan tiba-tiba saja ada telepon berbunyi pada ponsel Kaisya. Mau tidak mau, ia mengambil dan melihat siapa yang sudah mengganggu aktivitasnya. Bola matanya membesar saat tahu siapa yang meneleponnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments