Bab 3. Rengekan Mikayla

Memasuki ruangan kelas penuh semangat, Kaisya berjalan masuk dengan senyum manisnya yang selalu ia tebarkan ketika berpapasan dengan siapa saja. Karena memang perempuan itu terkenal dengan sifat murah senyumnya.

7F merupakan kelas yang kini ia diamanahi sebagai Wali Kelas. Seperti biasa setelah memberi salam dan menyapa. Kaisya memperkenalkan dirinya juga biodata kepada anak didiknya. Dari nama hingga nomor kontak agar siswa bisa berkomunikasi dengannya. Apalagi sebagai Wali Kelas. Tak sampai disitu, ia mengajak mereka untuk saling memperkenalkan diri masing-masing. Nama, asal sekolah dan tempat tinggal juga. Tiba giliran Mikayla, anak dari sosok lelaki yang tak bisa ia singkirkan dari hati dan pikirannya.

Siswa yang bernama Mikayla mengacungkan tangannya kemudian memperkenalkan diri secara jelas. Terlihat sepertinya anak tersebut begitu terkenal terbukti saat disebutkan namanya seisi kelas ramai seakan menyambut artis papan atas. Tapi raut wajahnya seperti risih atau mungkin memang pembawaannya seperti itu. Ya, memang belum terlalu mengenal karakter para siswanya karena baru bertemu.

Setelah semua saling berkenalan hingga proses pengenalan mata pelajaran yang diampu. Kaisya berpamitan untuk menuju kelas yang lain. Namun, tiba-tiba saja Mikayla berlari menuju dirinya.

"Bu Kay," seru Mikayla. Sontak saja Kaisya merasa aneh darimana siswanya itu tahu panggilan namanya padahal tadi ia tidak menyebutkan harus memanggil apa padanya.

"Maaf, kenapa kamu panggil nama ibu dengan begitu?" tanya Kaisya.

"Maaf, Bu. Saya keceplosan memanggil ibu begitu. Mungkin karena ayah saya bilang kalau ibu itu temannya waktu masih sekolah. Ayah begitu antusias menyebutkan nama ibu seperti yang tadi saya panggil. Sekali lagi saya minta maaf Bu," terang Mikayla.

Kaisya menghembuskan nafasnya berat. Benar, gadis kecil dihadapannya ini adalah ,anak dari Gian. Teman masa sekolahnya dulu. Pasti ia akan menceritakan tentang dirinya.

"Iya, tidak apa-apa. Mungkin lain kali jangan begini lagi ya. Karena ibu tidak menyarankan siswa untuk memanggil seperti itu. Kurang sopan terdengarnya. Seperti pada teman saja," tegur Kaisya.

"Baik, Bu," balas Mikayla.

"Oh, iya memangnya ada apa memanggil ibu?" tanya Kaisya baru ingat jika tadi Mikayla memanggil dirinya.

"Tadi ayah titipkan ini katanya buat ibu," ucap Mikayla. Sedang Kaisya mengerutkan alisnya melihat bingkisan yang dipegang Mikayla.

"Ini apa?" tanya Kaisya.

"Kata ayah perkenalan dengan Wali Kelas. Tidak ada yang bagus Bu jadi seadanya saja. Mohon diterima ya bu," ucap Mikayla.

"Begitu ya. Kalau begitu terima kasih atas bingkisannya," kata Kaisya. "Ibu duluan ya mau masuk ke kelas yang lain," lanjutnya.

"Silahkan Bu," balas Mikayla dengan senyum manisnya. Sungguh mirip dengan Gian.

Kaisya menghembuskan nafasnya kemudian berlalu menuju ruangan selanjutnya. Seperti tadi, ia berkenalan dengan isi kelas baru. Hingga bel istirahat berbunyi. Para siswa keluar hanya untuk sekedar jajan tapi ada pula yang memakan bekalnya di dalam kelas. Begitupun dengan semua guru kembali ke ruangannya.

"Bu Kay, ini kue dari siapa?" tanya para guru yang berada di ruangan guru.

"Tadi ada siswa yang memberikannya katanya perkenalan untuk Wali Kelas, Bu," ucap Kaisya.

"Wah, ada ya perkenalan pada Wali Kelas," kata Bu Disti. "Tapi bagus juga sih, jarang loh ada yang seperti ini pada Wali Kelas," lanjutnya.

Di sela perbincangan para guru yang membicarakan mengenai bingkisan perkenalan. Kaisya kembali seperti biasa jarang berkomunikasi dengan rekan kerjanya kecuali jika ada hal mendesak atau soal pekerjaan. Dibilang tertutup tidak juga, bahkan dengan rekan sebayanya atau yang dekat sering wara wiri hanya sekedar bergosip ria tentang kondisi siswa dan kelas.

Guru muda beranak satu itu kini tengah bermain ponsel. Melihat dunia maya hanya sekedar melepas penat ketika istirahat.

"Bu Kay, itu ada siswa yang nanyain ibu," ujar Bu Kinanti.

"Oh, iya Bu," balas Kaisya mematikan ponselnya dan menyimpan pada saku seragam. Ia melangkahkan kaki ke luar menemui siswanya.

"Ada apa?" tanya Kaisya.

"Bu, itu di kelas ada yang berantem," ujar salah satu siswa perempuan.

"Ya ampun, ayo," seru Kaisya bergerak cepat menuju kelas.

Sesampainya dikelas. Kaisya menemukan Mikayla tengah menangis sesenggukan. Entah apa yang terjadi dengannya.

"Ada apa ini. Kenapa Mikayla menangis?" tanya Kaisya menghampiri siswanya itu.

"Bu, tadi Mikayla diejek sama Haris katanya so' baik, tukang cari perhatian, dan disebut anak yang gak jelas karena katanya ibunya kabur," terang siswa yang berada dekat dengan gadis itu.

Kaisya membulatkan matanya sempurna. Ibu dari anak itu kabur? Jadi artinya Gian single? Dengan cepat Kaisya menggeleng mengapa harus memikirkan hal tak berguna begitu disaat keadaan kelasnya tengah tidak baik.

"Dimana Haris?" tanyaku mencari keberadaannya.

"Keluar Bu. Gak tahu kemana," ucapnya.

"Mikayla, sudah ya jangan nangis lagi. Haris mungkin iri saja jadi bersikap seperti itu," kata Kaisya menenangkan.

"Kayla mau pulang saja," rengek gadis itu dengan manja.

"Kenapa? Bukankah tinggal beberapa jam lagi kita pulang. Ini baru jam sepuluh lebih lima belas menit," ucap Kaisya melihat jam tangannya.

"Tapi Kayla mau pulang. Ibu tolong telepon ayah suruh kesini jemput," seru Mikayla.

"Baiklah. Tapi sebelum ibu telepon ayahnya kita selesaikan dulu ya permasalahan dengan Haris," pinta Kaisya.

"Tolong cari Haris dan bilang ke kelas disuruh sama ibu. Cepat ya," suruh Kaisya pada siswanya yang lain.

Jelang beberapa menit kemudian. Haris datang ke kelas dengan wajah tak berdosanya.

"Ibu manggil saya?" tanya Haris.

"Iya. Haris duduk sebentar. Yang lain ibu minta keluar dulu semuanya. Ibu ingin bicara dengan Mikayla dan Haris," pinta Kaisya.

Isi kelas sudah kosong tinggal mereka bertiga. Terlihat jelas tatapan Haris pada Mikayla seperti ada kebencian. Sedangkan gadis itu masih tak henti menangis.

"Awalnya bagaimana kenapa kalian bisa bertengkar seperti ini?" tanya Kaisya. Namun tak ada jawaban dari keduanya. "Haris bagaimana denganmu?" lanjutnya.

"Ibu juga pasti sudah mendengar dari yang lainnya kan. Jadi buat apa saya ceritakan," balas Haris membuat Kaisya mengerutkan keningnya. Baru kali ini ia mendapat siswa yang berani pada guru.

"Iya. Tapi hanya ingin mengklarifikasi apa benar yang mereka katakan itu?" tanya Kaisya lagi dengan tenang.

"Benar. Memang kenyataannya dia suka mencari perhatian. Hanya seperti itu saja sudah nangis. Atau mungkin pura-pura nangis agar diperhatikan," ejek Haris.

"Haris, kenapa kamu bilang Mikayla suka mencari perhatian?" tanya Kaisya.

"Apa yang dia berikan pada ibu itu bukankah mencari perhatian? Atau mungkin menyogok agar bisa mendapatkan nilai baik disekolah apalagi pas pelajaran ibu," ucap Haris.

"Hei, aku gak menyogok. Jangan bicara sembarangan kamu," sergah Mikayla tak terima.

"Ko' marah? Berarti memang benar," Haris kembali mengejek.

"Sudah cukup. Haris, tindakan kamu ini kurang baik. Tidak boleh saling merendahkan seperti ini. Apalagi ibu dengar kamu bilang bahwa ibunya Mikayla tak jelas. Itu sudah sangat keterlaluan. Belum tentu benar," ucap Kaisya.

"Emang dia anak gak jelas, Bu. Ibunya kabur saat dia masih kecil. Kami tetanggaan Bu jadi tahu," jawab Haris.

Kaisya terdiam sesaat. Pantas saja kalau begitu. Namun tetap saja tidak baik tindakan Haris mencemooh Mikayla apalagi bertetangga pula.

"Kayla mau pulang saja, Bu. Tolong telepon ayah suruh jemput," Mikayla kembali merengek seperti anak kecil.

Akhirnya Kaisya menelepon orang tua Mikayla untuk menjemput putrinya. Sungguh suatu hal yang sulit sebenarnya kembali bertemu Gian. Tapi sepertinya takdir sedang ingin bermain dengannya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!