GALAU

Setelah semua persyaratan untuk nikah kantor telah selesai, kini Revaldo dan Viera disibukkan untuk mencari cincin dan gaun pengantin yang akan mereka kenakan dalam resepsi yang akan diadakan disini dan dikampung halaman dimana Revaldo tinggal.

Selama bersama beberapa hari, Revaldo pikir hubungannya dengan Viera akan mengalami peningkatan.

Namun nyatanya semua itu hanya angan semu. Viera sama sekali tak pernah menatap Revaldo secara langsung sejak pertama mereka bertemu.

Jika diajak bicara, selain menunduk sambil sibuk memainkan ponselnya maka Viera akan mengalihkan pandangan ketempat lain seakan tak mau menatapnya.

Respon yang diberikan Viera pun masih sama seperti sebelum – sebelumnya, tidak ada perubahan yang berarti.

Gadis itu masih saja menanggapi setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh Revaldo dengan jawaban singkat, entah itu pada saat bicara langsung atau lewat pesan yang dia kirim ke ponsel gadis itu.

Keraguan semakin mendera hati Revaldo, tapi dia juga tak bisa berbuat apapun karena waktu pernikahan semakin dekat dan hanya menghitung hari.

Viera tak perduli jika semua perkataan dan sikapnya telah membuat Revaldo kecewa dan sakit hati.

Dia hanya ingin melampiaskan kekesalan hatinya kepada seseorang karena dipaksa menikah dengan orang yang tak dicintainya dalam usia muda.

“ Jika saja bisa aku ingin sekali mencakar – cakar wajahnya yang terlihat baik itu.....”, batin Viera geram.

Waktu dia mengingat kembali akan mimpinya diselingkuhi dan dibunuh oleh wanita yang menjadi selingkuhan suaminya bersama anak dalam kandungannya membuat Viera muak sehingga diapun enggan untuk menatap wajah lelaki yang akan segera menjadi suaminya itu meski dia mengakui jika wajah Revaldo tak seburuk bayangannya.

Karena Viera tak bisa membatalkan pernikahan tersebut, maka diapun mulai berulah. Semua anggota keluarga berusaha untuk memaklumi sikap Viera.

Bahkan Anggelina sering kali meminta maaf kepada Revaldo waktu mendapati sikap dingin dan ketus yang putrinya itu berikan kepada calon suaminya.

“ Maafkan Viera ya nak. Dia memang masih kekanak – kanakan, maklum anak bungsu dan selalu dimanjakan dirumah….”, ucap Aggelina tak enak hati dengan sikap sang anak yang dingin terhadap calon suaminya.

“ Tidak apa tante, saya memaklumi….”, ucap Revaldo sopan.

" Jangan panggil tante, panggil mami mulai sekarang....."

“ Mami sangat berharap nak Revaldo bisa membimbing Viera agar bisa lebih dewasa dan mandiri…”, ucap Anggelina penuh harap.

“ Insyaallah tan, eh mi... Saya akan berusaha untuk menjadi imam yang baik untuk Viera…”, ucap Revaldo lembut.

Mendengar janji yang diucapkan calon menantunya itu membuat hati Anggelina merasa lebih tenang karena dia tak salah mempercayakan sang putri kepada lelaki bertanggung jawab dan dewasa seperti Revaldo.

Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika Revaldo sampai di rumah dinasnya yang tampak sepi seperti biasa.

Setelah menyalakan lampu teras, diapun mulai beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket oleh keringat karena seharian beraktivitas.

Setelah mandi, Revaldo mematung didepan cermin wastafel cukup lama setelah mencukur kumisnya yang mulai tumbuh dengan kedua mata berkaca – kaca.

Rasa kecewa yang di rasakan hari ini cukup menyesakkan dada. Namun dengan cepat air mata tersebut dia usap sebelum menetes ke pipi.

“ Pantang laki – laki menangis….”, itu adalah semboyannya.

Hidup dikeluarga militer membuat Revaldo sudah mandiri sedari kecil karena didikan sang ayah.

Sebagai seorang angkatan, ayahnya selalu menerapkan disiplin dan tidak membiarkan anak semata wayangnya itu menjadi cenggeng dan manja.

Akibat didikan dari sang ayah yang cukup keraslah yang membuat Revaldo tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.

Revaldo berjalan lunglai keluar dari dalam kamar mandi menuju almari dan mengambil satu set piyama.

Setelah selesai berganti pakaian dia menutup almari dengan pelan dan langsung menaiki ranjang setelah meneguk segelas air putih yang berada diatas nakas.

Waktu sudah berjalan tiga puluh menit sejak dia berbaring terlentang diatas ranjang. Tetapi matanya masih belum mau terpejam dan tetap terjaga.

Sembari menatap langit – langit kamarnya pikirannya menerawang jauh hingga beberapa hari kedepan, hari pernikahannya.

Pernikahan itu ternyata sudah diatur jauh – jauh hari oleh kakek buyutnya yang berteman akrab dengan kakek buyut Viera.

Entah apa yang mendasari keluarga konglomerat sekelas Hofand dengan tangan terbuka langsung menyetujui rencana pernikahan itu.

Bahkan kedua orang tuanya sendiri tidak tahu alasan apa yang mendasari keluarga Hofand melepas putri satu – satunya yang merupakan kesayangan keluarga mereka kepada Revaldo yang hanya seorang anggota tentara dengan  gaji  rendah.

Bahkan gaji yang selama ini dia terima sangat Revaldo yakini tak ada secuil uang jajan yang biasa diterima Viera selama kuliah diluar negeri.

Membuat perasaan rendah diri mulai merasukinya. Dia merasa apa karena dirinya yang tak sepadan dengan keluarga Hofand maka gadis itu sama sekali tak menganggapnya.

Bahkan untuk menatapnya saja calon istrinya itu tak mau. “ Apa aku serendah dan seburuk itu dimatanya…”, batin Revaldo sedih.

Dilain tempat, Viera juga mengalami hal yang sama dengan Revaldo. Dari tadi dia terus berguling – guling ditempat tidurnya sambil terus menggerutu.

Viera merasa bahwa papinya benar – benar gila karena tega menikahkan dirinya yang baru saja genap dua puluh tahun dua bulan yang lalu.

Meski usia tersebut sudah bisa menikah, tapi tetap saja Viera merasa bahwa usia seperti itu adalah usia yang masih sangat indah untuknya menikmati seluruh masa mudanya dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Apalagi dengan prestasi akademik yang membanggakan, lulus S2 dalam usia semuda itu tentunya masa depan dan karir Viera sangatlah cerah.

Bahkan sudah banyak perusahaan besar yang menawarinya untuk masuk kesana dengan posisi yang tinggi.

Tapi sayangnya semua hancur setelah kedua orang tuanya membuatnya kembali untuk menikah.

Bukannya mengembangkan karir seperti impiannya, Viera justru terpenjara dengan status sebagai istri dengan seseorang yang sama sekali tidak dia kenal dan dia cintai.

“ Bukannya itu sungguh sangat kejam. Membatasi kebebasan seseorang sama saja dengan membunuhnya secara perlahan….”, guman Viera bermonolog.

Apalagi calon suaminya adalah seorang angkatan bersenjata yang menjaga keamanan dan stabilitas negara yang tentunya pekerjaannya itu tidak akan pernah jauh dari yang namanya bahaya.

Apakah papinya itu tidak pernah berpikir kalau putri cantiknya ini bisa saja berakhir menjadi janda muda.

Sebagai seorang abdi negara, calon suaminya itu harus siap kapanpun dikirim ke medan perang dan siap untuk dipindah tugaskan kemana saja diseluruh negeri bahkan keluar negeri sebagai pasukan perdamaian yang akan menetap dibeberapa wilayah konflik yang ada diluar negeri sebagai perwakilan negara.

Jika dia dipindahkan kekota besar, mungkin hal tersebut tak akan menjadi masalah bagi Viera.

Tapi, jika calon suaminya itu dipindahkan ke daerah pelosok yang jauh dari peradaban dan dirinya sebagai seorang istri harus mengikutinya.

Apalagi waktu Viera kembali mengingat mimpinya bagaimana lelaki itu berselingkuh dibelakangnya membuat kepala Viera terasa mau pecah.

Jika bisa, ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya saat ini juga. Tapi hal tersebut urung dia lakukan karena takut jika gagal maka yang tersiksa dan merasakan sakit adalah dirinya.

Belum lagi dosa yang ditanggungya akibat bunuh diri yang dilakukannya, membayangkannya saja membuat bulu kudunya berdiri seketika.

“ Ohhh, kenapa takdir begitu kejam padaku…..”, teriak Viera sambil mengacak – acak rambutnya dengan frustasi.

Viera terus saja berguling – guling kesana kemari dengan terus mengoceh tanpa henti hingga suara ketukan dipintu membuatnya menghentikan aktivitasnya.

“ Sudah malam dek, jangan berisik….”, ucap Renaldi yang tiba – tiba saja sudah nonggol dari balik pintu kamarnya.

Renaldi dan Lucius malam ini menginap di kediaman utama karena oma dan opa masih rindu dengan cicit mereka.

Kebetulan juga kamar yang ditempati kakak kedua dan anak semata wayangnya itu ada disamping persis dengan kamar Viera.

Jadi semua celoteh dan teriakan Viera tentu saja terdengar dari luar karena kamar tersebut tidak kedap suara.

Mendengar teguran sang kakak, Viera hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar sambil menatap tajam pintu yang telah ditutup tersebut.

“ Dia pikir karena siapa aku jadi begini….”, ucap Viera sewot.

Meski sulit untuk memejamkan kedua matanya, Viera yang masih memiliki banyak agenda besok pagi terpaksa harus memejamkan kedua matanya saat ini juga jika tidak ingin besok nyanyian merdu sang mami terus terdengar ditelinganya.

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

imam baik apa...sebntar lagi kau akan hancur ditangannmantanmu. begok

2023-12-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!