Dua tahun kemudian
Bening memutuskan untuk tinggal di Bandung, ia mencoba peruntungannya dengan membuka coffee shop di depan Gereja Bethel. Tak hanya menjual kopi, Bening juga menjual aneka pastri yang ia buat dengan tangannya sendiri.
Pernah kuliah di jurusan baking and pastry art di Australia, membuatnya lihai dalam menyajikan aneka roti dan pastri dengan kualitas dan cita rasa tinggi, tak heran di hari Sabtu dan Minggu coffee shopnya selalu di penuhi pengunjung, yang sebagian besar jemaat Gereja.
Coffee shop itu memiliki dua lantai, dan di lantai dua itulah tempat ia tinggal. Bening memilih lokasi yang sangat dekat dengan Gereja dengan alasan agar dia bisa berdoa setiap hari, berdoa ke Gereja di rasa lebih formal ketimbang berdoa di rumah.
Untuk itulah setiap sore, tepat pukul enam Bening menutup coffee shopnya. Orang-orang di dekat Gereja tahu bahwa Bening adalah wanita yang sangat tepat waktu, sampai-sampai penjaga Gereja menyetel jam Gereja dengan waktu kedatangannya.
Selesai memanjatkan doa harian, Bening kembali ke coffee shop. Ia menikmati semangkuk sup di temani lagu-lagu rohani, sembari membuka handphonenya yang seharian ia tinggal bekerja.
Sukma:
Tuan Jenggala baru saja melamarku, kami merencanakan pernikahan. Apa kau tidak keberatan jika aku melangkahimu?
Bening membaca pesan itu dengan tangan yang gemetar, bayangan akan mitos dilangkahi adik perempuan menikah sektika muncul dalam benaknya, ia tak ingin jomblo seumur hidup, ia takut dengan label 'Perawan Tua' yang nantinya di sematkan kepada dirinya karena tak kunjung menikah, terlebih saat ini usianya sudah mencapai 27 tahun, usia yang cukup ideal untuk menikah.
Di tengah rasa frustasi yang melandanya, tiba-tiba saja tetangga samping coffee shop datang untuk meminjam gayung kepadanya. 'Tetangga yang aneh,' batin Bening, namun dengan murah hati ia tetap meminjamkan gayung miliknya kepada Diana dan meminta wanita yang usianya lebih muda darinya tiga tahun itu untuk tidak mengembalikan gayung tersebut karena Bening sedang tak ingin diganggu.
Tentu saja Diana sangat senang, wanita itu mengucapkan terima kasih dan terus mengoceh sebelum meninggalkan coffee shop. Dia mengatakan bahwa besok Gereja Bethel akan kedatangan seorang pengusaha yang baru saja memenangkan tender project taman hiburan terbesar di Indonesia.
Taman hiburan yang di gadang-gadang akan menyaingi Universal Studio di Singapore itu akan ada di Bandung, dan pengusaha yang berhasil memenangkan project tersebut tak lain adalah Aksara Gibran, pria yang sangat Bening kagumi.
"Katanya dia akan menyumbang, 5 miliar untuk Gereja," tutupnya, sebelum wanita itu pergi dari coffee shop.
Saat itulah Bening mendapatkan rencana sempurna untuk menarik Aksara Gibran masuk ke perangapnya. "Dua tahun yang lalu kau memujiku setinggi langit, tapi kau seolah menggantungku. Kini saatnya, kau menjadi miliku, Tuan Aksara Gibran," gumam Bening, ia harus menikah dengan Aksara sebelum Sukma melangkahinya.
...****************...
Semua sudah siap, coffee shop di seberang Gereja sudah di tutup pada jam enam sore. Ada cukup banyak orang yang datang ke Gereja malam ini, untuk berdoa bersama dan menyaksikan tim paduan suara. Bening tahu, Aksara akan keluar setelah pertunjukan dari tim paduan suara.
Bening berdiri di seberang coffee shopnya mengamati Aksara yang ternyata tidak sendiri, pria itu bersama Surya Magenta. Si pria kaku itu berjalan masuk ke Gereja bersama dengan Aksara dan para pendeta.
'Tidak masalah,' batin Bening. Malam ini akan tetap menjadi malam yang akan merubah hidupnya, ia akan menanggung skandal besar yang akan menjadi perbincangan banyak orang, tapi bagi Bening hal itu tidak menjadi masalah daripada ia harus di langkahi oleh adiknya.
Saat tim paduan suara bernyanyi, Bening meminta seorang anak kecil untuk memberikan surat kepada Aksara. Setelah memberi permen kepada bocah itu, Bening bergegas kembali ke coffee shop tanpa memantau bocah itu memberikan suratnya pada Aksara.
Ketika Bening melintasi halaman Gereja, ia menyadari bahwa rencananya ini akan merendahkan harga dirinya, ia akan melakukan manipulasi yang sangat hina. Tapi seumur hidupnya Bening tak pernah merasa seputus asa ini.
Bening meraih gagang pintu coffee shop, sebelumnya ia sudah mematikan seluruh lampu, sehingga Bening hanya tinggal membiarkan pintu coffee shopnya terbuka sedikit untuk memudahkan Aksara ketika masuk.
Jantung Bening berdegup dengan kencang, sampai-sampai ia bisa mendengar sendiri detak jantungnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang merapihkan rambutnya sembari menunggu.
Tak lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki Aksara, melintasi halaman Gereja. Aksara melangkah cepat dan penuh tekat, hal itu membuat dada Bening terasa sesak.
Ia menelan ludah dan berjuang keras untuk mendengarkan langkah kaki Aksara, ia mendengar Aksara berhenti di depan pintu. Bening berusaha meredakan ketegangan dirinya.
Namun kedengarannya Aksara seperti akan pergi, pria itu menjauhi pintu. Bening membayangkan pria itu berubah pikiran, namun Aksara kembali, ia muncul dalam kesunyian.
Bening tak dapat menenangkan tubuhnya yang gemetar ketika pria itu mendorog pintu. Sebuah udara dingin dan lembab menyapu wajahnya, napasnya pendek seolah ia nyaris pingsan. Tangannya bertaut begitu erat sehingga samar-samar ia menyadari kuku-kuku jarinya menusuk kulitnya.
Aksara melangkah dengan hati-hati melewati ambang pintu. "Disini," ujar Bening dengan gugup. Askara langsung berpaling menuju suara Bening, dalam moment kepanikan Bening langsung menerjang pria itu.
Ia berharap Aksara mengucapkan sesuatu, namun pria itu tak bergeming, seolah Bening telah mengejutkannya. Namun Bening tak ingin mengabaikan moment ini, ia melingkarkan tangannya di leher Aksara dan pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Bening.
Entah bagaimana, Bening bisa menemukan bibir Aksara dalam kegelapan. Bibir itu lebih lembut dari dugaannya, rasa bibir itu begitu hangat, tebal, basah, dan..... Aksara membalas ciuman Bening dengan lapar.
Bening tak menduga akan menerima ciuman penuh semangat itu, ia tak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata, tapi yang jelas darah Bening seolah mendidih dalam pembuluh darah yang mengalir deras. Perasaannya meluap-luap dan ia sangat menyukainya.
Lidah Aksara menyelinap masuk ke mulutnya, dan Bening terguncang merasakan hasrat yang timbul. Anehnya Bening merasa bebas, ini sama sekali bukan seperti dirinya. Ciuman Aksara begitu menggairahkan, hingga tanpa Bening sadari ia menempelkan tubuhnya pada pria itu tanpa memikirkan reputasinya.
Mendadak Aksara mengangkat tubuh Bening hingga wanita itu terpekik dan terkejut di bibirnya. Aksara mendudukan Bening di meja, sembari terus membelai bibirnya dan membuat Bening hampir gila. Bening seperti menyusuri jalan yang penuh kenikmatan, ia terlalu panas dalam pakaiannya, setiap kali lidah Aksara membelai mulutnya dengan lembut.
Tiba-tiba Aksara bergerak, bibir pria itu berada di leher gaun Bening yang rendah, jemari pria itu menekan gaun. Bening merasa seharusnya ia menyudahi ini semua sebelum terlalu jauh, namun pria itu menemukan kaki Bening, dan sekarang berada di balik gaunnya.
'Hentikan sekarang juga, Bening!' batinya, ia hanya ingin terpergok sedang berpelukan bukan bercinta dengan penuh gairan seperti ini, adegan ini seharusnya akan di lakukan setelah ia berhasil menikah dengan Aksara nanti.
'Dimana gerangan Diana? Kenapa wanita itu tak kunjung datang untuk memergokinya?' sayangnya Bening tak mampu bersuara atau lebih tepatnya tak ingin bersuara, sebab Aksara memberikan kenikmatan yang begitu luar biasa.
Bening membenamkan jemarinya di rambut Aksara, ketika pria itu mencium payud*r*nya di balik gaun. Bening tak percaya rencananya berhasil, ia akan bahagia bersama Aksara jika ini yang ia dapatkan di masa depan.
Aksara membebaskan payud*ra Bening dengan menarik gaunnya, sensasinya begitu mengejutkan dan membangkitkan gairah. Aksara mengeram di p*yudara Bening dengan suara yang penuh gairah, tangannya semakin tinggi bermain di paha Bening.
Bening merasa tak mengenali dirinya sendiri, dengan berani ia mengangkat kakinya. "Tadinya aku tak yakin kau datang," bisik Bening di telinga Aksara.
Pria itu hanya diam, ia berpindah ke payud*ra satunya. Bening belum pernah meraskkan sensasi ini sebelumnya, rasanya begitu meluap-luap membuat setiap jengkal kulitnya menggelenyar.
Segalanya mulai memburuk, sebab Bening melupakan tipu dayanya karena tubuhnya begitu mendamba sentuhan Aksara, sehingga ketika sinar senter mendadak menerangi coffee shopnya, Bening terkejut dan terpekik.
Aksara merentangkan jasnya untuk menutupi tubuh Bening.
"Tuan!" seru Pendeta, suaranya penuh kecaman dan kegusaran "Apa yang kau lakukan?"
Dengan panik Bening meningat perannya dalam sandiwara ini "Kumohon..." ujarnya, ia tak melanjutkan kalimatnya sebab tersadar bajunya masih terbuka, dengan panik Bening mencoba merapihkannya.
"Tuan, ini tidak bisa dibiarkan!" seru sang pendeta. "Anda dengan kejam mengambil keuntungan dari gadis ini."
"Bening, apa kau di sakiti?" tutur Diana, sembari menyalakan lampu. Wanita itu terkejut melihat pakaian Bening yang berantakan. "Mari aku bantu!" ia bergegas menghampiri Bening dan membatunya merapihkan pakaiannya yang berantakan.
"Demi Tuhan, Tuan Surya Magenta, aku tidak menyangka kau sanggup melakukan pemerkosaan! Aku akan menghubungi pihak yang berwajib!"
Pemerkosaan? Surya Magenta?
Jantung Bening serasa berhenti berdetak. Tidak. Tidak mungkin Surya Magenta?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
🇹ⱤłɆᵈᵉʷᶦ 🌀🖌
usia yang sudah matang untuk menikah
2024-02-11
3
Siti Sa'diah
kkkkk seru juga
2024-02-10
3
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
salah sasaran ya
2024-01-03
3