Jihan gugup, wajahnya sudah memucat. Ia menutup sebelah matanya, dan refleks mematikan sambungan telepon.
"Huft! Oke, tenangin dirimu, Jihan."
Dengan perlahan Jihan keluar dari mobil, lantas mendapati seseorang di depan mobilnya sedang tertatih kesakitan karena ulahnya. Kaki kanan orang itu terluka mengeluarkan cukup banyak darah.
Jihan kepalang bukan main melihat darah yang terus bercucuran. "Astaga! Kaki kamu berdarah," Pekiknya yang lantas berjongkok untuk membantu menghentikan pendarahan, menggunakan tissue.
"Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Jihan sangat panik karena pendarahan itu tidak juga bisa ia hentikan sendiri.
Deandra yang menjadi korbannya, sedari tadi berusaha menahan air mata karena kesakitan. "Argh! Kaki gue, sakit! " Rengeknya, karena Jihan menekan tissue itu tepat di kakinya yang terluka.
Jihan meringis, melihat Dean yang kesakitan. "Ayo ke rumah sakit sekarang! Kalau di biarin nanti darahnya banyak keluar."
Tanpa menunggu persetujuan dari Deandra, dia langsung menarik tangan cowok itu lalu membopongnya untuk segera masuk ke dalam mobil. Sedangkan Dean yang kini berjalan tertatih hanya bisa menerima perlakuan Jihan. Karena yang dikatakan Jihan benar saja, mereka perlu ke rumah sakit untuk mengobati lukanya.
Jihan menyetir sedikit tergesa-gesa. Ia panik saat ini, apalagi dirinya menabrak seseorang. Bisa saja urusannya sampai ke kantor polisi, pikirnya. Jihan berusaha mencari rumah sakit terdekat. Cukup lama mereka di perjalanan, dan sesampainya dirumah sakit Dean langsung ditangani oleh beberapa orang perawat.
Di rumah sakit. Irene sangat khawatir akan apa yang terjadi kepada adiknya yang sempat dia ketahui menabrak seseorang. Lantas dia langsung berangkat menuju rumah sakit, karana kebetulan Jihan telah memberitahukan jika sekarang sudah berada di rumah sakit.
"Dokter! Apa dia baik-baik aja?" Tanya Jihan yang sedari tadi masih dengan kepanikannya.
Dokter itu tersenyum tipis. "Lukanya tidak terlalu parah, dan sekarang dia sudah bisa pulang. Tolong di bantu dia berjalan! Ini resep obatnya." Beritahu sang Dokter, lalu menyodorkan secarik kertas yang bisa di pastikan resep obat untuk Deandra. Setelahnya ia berjalan meninggalkan Jihan.
"Makasih Dok!" Ujar Jihan, sebelum Dokter itu berjalan lebih jauh.
"Jihan! Gimana?" Irene yang tiba-tiba sudah berada di samping nya, datang dengan nafas yang terengah-engah karena berlarian mencari Jihan di rumah sakit yang besar itu.
Jihan menarik pergelangan tangan kiri Irene. "Ayo Kak, kita liat kondisi nya."
Sekarang Deandra sedang berbaring, lengan kanan bagian atasnya sengaja ia gunakan untuk menutupi kedua matanya. Irene ternganga hanya dengan melihat wajah bagian bawah cowok itu, matanya bahkan tidak berkedip memperhatikan Deandra.
"Gila! Dia pasti ganteng banget," Pekik Irene, sejurus ia baru menyadari jika Dean menggunakan seragam dengan berlogokan OSIS. "Pake seragam sekolah? Jihan, kamu nabrak anak SMA?"Bisiknya
"Kakak-kakak!" Ucap Dean lantas menghentikan kegiatan Jihan dan Irene yang sedari tadi sedang berbisik. "Kalian harus kasih gue imbalan karena udah bikin kaki gue di perban,"
Jihan terkesiap. "Akh, iya! Kamu perlu uang berapa?" Tanyanya bergetar, ia mencoba memberikan senyuman kepada Dean meskipun tidak terlihat sama sekali oleh cowok itu karena sedari tadi Dean menutupi kedua matanya.
Dua kakak beradik itu benar-benar heran dibuat Dean, karena cowok itu yang tiba-tiba bangun dan langsung berjalan dengan satu kakinya yang pincang. Tanpa mengatakan satu patah katapun, setelah Dean meminta imbalan. Tak mau terjadi apa-apa dengan sang cowok, kedua kakak beradik itu langsung mengekorinya, karena cukup segan jika harus tiba-tiba membantunya berjalan. Mereka keluar dari rumah sakit, berjalan menuju arah parkiran.
"Kakak-kakak, mobil kalian dimana?" Tanya Dean menggunakan embel-embel Kak kepada Jihan dan Irene karena belum mengetahui nama kedua wanita itu. "Gue laper, bawa gue ke tempat makan sebagai imbalan nya." Di liriknya kedua kakak beradik itu bergantian.
Sekarang Irene yang terkesiap, sejujurnya dia sangat grogi setelah melihat dan memperhatikan langsung wajah menawan Deandra. "Akh!" Dicubitnya tangan Jihan pelan. "Pakai mobil ku aja, soalnya mobil kamu udah di bawa ke bengkel sama sopir Mami."
Setelahnya mereka pun masuk ke mobil Irene dengan Jihan yang menyetir karena pemilik mobilnya yang beralasan lebih tua, jadi ia yang harus disupirkan.
Di tempat lain. Jane yang terlihat baru menyelesaikan pemotretannya akan beranjak dari tempat itu, tak heran jika model-model pria memandanginya dengan tatapan ingin memangsanya. Mereka memperhatikan Jane yang berjalan anggun itu dari atas sampai ke bawah tanpa berkedip sedikitpun.
Jane benar-benar kesal dibuat banyak pasang mata yang menatapnya intens. Terlihat dari raut wajahnya, ia sungguh tidak suka akan hal ini.
"Semua laki-laki sama aja! Ini yang buat aku gak suka punya hubungan. Gak penting banget kalau harus menghabiskan waktu bersama mereka." Batin Jane.
Di Restoran. Sudah beberapa menit yang lalu Dean menyelesaikan makanannya tapi di antara mereka masih tidak ada yang mau mengucapkan satu katapun sejak terakhir Gara datang dan langsung di perkernalkan oleh Dean. Memang tadi di jalan Dean sempat mengirimkan pesan kepada sahabat nya itu untuk segera menjemput dirinya.
"Kalian ngapain masih di sini? Gue pulang bareng temen gue," Ucap Dean memulai percakapan. Seolah-olah dirinya yang berkuasa saat ini.
Jihan kelabakan di buat pertanyaan Dean, ia juga tidak mengerti kenapa dirinya masih di tempat itu. "Akh, iya! Ayo kak," Ajaknya lantas berdiri.
Irene yang melihat itu langsung menahan pergelangan tangan Jihan. "Tunggu dulu! Kamu bener-bener gak bertanggung jawab. Kita harus pastiin dia baik-baik aja," Celetuk Irene, dia menarik keluar handphone miliknya di dalam tas lalu menyodorkan nya ke depan Dean. "Minta nomor hp mu!"
Dengan santai Deandra mengambil handphone yang di berikan Irene dan langsung mengetik nomornya sekaligus menyimpannya. Setelah Dea memberikan kembali benda pipih milik Irene, kakak beradik itu langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
Gara yang masih memperhatikan kepergian Jihan dan Irene yang kini sudah menjauh dan hanya terlihat punggungnya, Gara meraba tempat dimana hatinya berada.
"Ndra! Hati gue jedag jedug." Adunya kepada temannya itu, membuat Dean hanya bisa geleng-geleng kepala karena melihat tingkah sahabatnya yang tidak biasa itu.
Di mobil Irene yang sedari tadi masih terkagum-kagum melihat wajah menawan Deandra, tidak sadar sampai senyum-senyum sendiri. "Kamu beruntung nyerempet cowok ganteng,"
Jihan tidak bergeming, dia tidak menanggapi ucapan dari Irene. "Jangan ngelamun kak!" Omelnya karena sedari tadi Irene menyetir tetapi nyawanya masih berada di tempat dimana Dean berada.
"Jangan lupa kirim nomornya." Tambah Jihan, Mereka sampai lupa jika ingin mengajak Jane untuk pergi jalan-jalan.
Keesokan harinya di Sekolah.
"Saya mau para guru memberikan ulangan harian! karna saya ingin melihat potensi siswa-siswi disekolah ini," Ucapan ketus Jane membuat para dewan guru sontak menoleh kearahnya. Apa-apaan ini? mereka harus di kagetkan dengan perintah Kepada Sekolah, di pagi-pagi begini.
"Bu Kepsek! Tapi ini baru awal semester," Sahut wakil kepala sekolah dengan sangat hati-hati, karena tidak mau kalau-kalau salah berbicara.
"Itu gak masalah, saya hanya ingin melihat kemampuan mereka dan satu lagi saya perlu daftar nama-nama murid disekolah ini." Lagi, Jane menegaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments