"Papi mau kamu selama dua tahun ke depan jadi Kepala Sekolah yayasan yang Papi miliki," Jane ternganga. Sungguh dia tidak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya. "Papi begini bukan tanpa sebab. Papi pengen kamu memantau anak-anak di sana apakah belajar dengan baik atau tidak,"
"No! Jane banyak kerjaan, Pi. Harus pemotretan! Lagian Jane gak mau jadi Kepala Sekolah, udah pasti banyak anak-anak nakal! Bisa cepat tua aku," Oceh Jane dengan raut wajah judesnya menatap tajam Ario.
Ayahnya mengehela nafas gusar. "Papi gak mau menerima penolakan!" Jika sudah begini, tidak ada lagi yang bisa Jane lakukan.
"Lagian apa susahnya menjabat Kepala Sekolah? Papi gak nyuruh kamu buat mengajar di sana, kamu cuma perlu meneliti perkembangan sekolah aja habis itu terserah kamu mau pergi pemotretan. Intinya besok kamu harus mulai menjalankan tugas mu! Papi udah omongin soal ini tadi sama guru dan staf sekolah, Grace bisa bantuin kamu." Tandas Ario dengan tegas.
Jane mengoceh dalam hati. Wajah judesnya yang sedari tadi dia tunjukkan belum juga luntur. Tanpa memberi komentar lagi, Jane lantas meninggalkan ruangan ayahnya dan langsung di susul oleh Grace yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan Ayah dan anaknya itu.
"Jane, terima aja apa yang disuruh Papi kamu! Ini perintah dari ku," Graceakhirnya mengusulkan. Dia menatap tajam kearah mata Jane.
Jane terdiam seketika, mencoba menimba apa yang harus dia lakukan. "Ish! Benar-benar deh." Kesalnya. Tetapi kepalanya mengangguk, menerima. Karena Jane yang memang terbiasa dengan semua apa yang dikatakan Grace selaku Managernya.
Keesokan Harinya.
Deandra bangun dari tidurnya. Ini sudah pagi, tetapi dirinya masih sangat mengantuk. Deandra meraih telepon genggam yang dia simpan di atas nakas, Deandra lantas terkesiap.
"Njir! Gue telat." Betapa terkejutnya dia setelah melihat waktu sudah menunjukan pukul enam lewat tiga puluh lima menit. Deandra langsung menjelit ke kamar mandi.
Sedangkan ditempat lain, Jane yang kini berjalan menyusuri koridor sekolah di dampingi Grace dan beberapa Staf sekolah sekaligus Wakil Kepala Sekolah. Mereka berjalan menuju Auditorium. Siswa-siswi yang sekarang sudah duduk teratur di ruangan berukuran besar mempunyai podium, teralihkan oleh kedatangan Jane. Siapa yang akan mengira jika Jane akan menjadi Kepala Sekolah baru mereka? Perawakan Jane yang masih bisa di kategorikan gadis imut dengan wajah judes itu tidak nampak seperti wanita dewasa.
"Cantik banget, anjir!"
"Siapa dia? Ngalihin dunia gue aja,"
"Apa dia murid baru disini, yaa?"
Percakapan serta grasak-grusuk beberapa siswa yang sedari tadi tidak berkedip menatap Jane kagum. Sang Wakil Kepala sekolah langsung menuju podium dan mengambil Mikrofon.
"Selamat pagi anak-anak, para dewan guru, staf sekolah dan yang paling utama. Selamat pagi buat Ibu Jane dan juga ibu Winnie!" Sapa pria paruh baya itu, lantas di sahuti oleh semua pasang mata yang berada di Auditorium.
"Beliau ini!" Tunjuknya kepada Jane. "Adalah Kepala Sekolah baru kita," Lanjutnya tanpa babibu langsung memperkenalkan Jane.
Lagi-lagi riuh di bangku para siswa-siswi itu duduk mulai terdengar, lagi. Bersamaan dengan Jane mengambil alih podium, mereka semua refleks bertepuk tangan.
"Terimakasih! Mohon perhatian nya sebentar," Jane melirik kanan kiri, membuat siswa-siswi yang tadinya tersenyum berubah menjadi segan setelah mendapati wajah datar Kepala Sekolah baru mereka.
"Saya Janessa Sempani! Putri bungsu dari Ario Sempani selaku pemilik yayasan sekolah ini. Saya harap murid-murid dan para dewan guru serta staf sekolah bisa bekerja sama dengan baik ke depannya bersama saya. Terakhir untuk para murid, saya harap kalian bisa membanggakan sekolah ini dengan prestasi kalian." Tegas Jane penuh percaya diri. Ruangan itupun di penuhi suara tepukan tangan untuk menyambut Kepada Sekolah baru mereka.
Acara perkenalan pun selesai, para siswa-siswi dan dewan guru kembali ke ruangan mereka masing-masing, tapi tidak dengan Jane, dia di wajibkan dan harus berkeliling ke semua penjuru sekolahan yang bisa di jangkau, terlebih dahulu. Bermaksud memperkenalkan atau membiasakan diri dengan lingkungan nya. Jane sekarang sudah berada di taman sekolah dengan di temani Grace dan juga Wakil Kepala sekolah, bertujuan untuk penunjuk jalan.
Di lain tempat. Deandra putus asa, dirinya kesusahan untuk memasuki pekarangan sekolah karena pagar sudah di tutup rapat dan di kunci. Sudah setengah jam Deanmencari cara agar bisa melewati pagar tembok yang menjulang tinggi itu.
"Udah jam delapan lagi." Gumamnya setelah melihat arloji.
Dean menimba, apakah dia harus masuk sekolah atau tidak? Jikapun dia membolos, hari ini ada pelajaran Fisika. Deandra menggeleng, amit-amit pikirnya jika dia harus mendapatkan hukuman yang lebih berat dari biasanya. Jovanka! Guru Fisika yang Killer itu selalu memberikan hukuman; Tidak boleh masuk di kelasnya selama seminggu jika ketidak hadiran siswanya tanpa keterangan atau jika pun sakit, harus menyertakan surat izin dari dokter.
Tidak mau berakhir sampai disitu, Dean mencari cara untuk masuk sampai kesetiap sudut luar sekolah. Siapa tahu dia bisa mendapatkan jalan pintas.
Benar saja! Dean sumringah, dia mendapati ada pagar tembok yang tidak terlalu tinggi. "Rejeki anak baik." Ucapnya
Tanpa berfikir terlalu lama Dean langsung memanjat tembok itu sampai mengeluarkan keringat di sekitaran pelipisnya karena cuaca yang cukup panas. Tidak perlu menunggu lama, dia sampai ke atas tembok.
"Wait!" Jane melihat ada seorang siswa yang sedang berada di atas tembok pagar. "Apa begini kelakuan setiap murid di sekolahan ini?" Dia melirik tajam kearah siswa yang sekarang sedang mencoba turun.
Wakil Kepala sekolah itu kebingungan dengan apa yang di maksud Kepala Sekolah baru mereka. "Maksud- " Bicaranya terhenti setelah melihat kearah tatapan Jane. Disana, ada seorang siswa yang masih berusaha turun dari tembok pagar.
Brug!
"Huft! Akhirnya mendarat dengan sel-" Monolog Dean terhenti setelah memutar balik badannya sambil mengusap kasar keringat di wajahnya yang sontak membuat dia tersenyum cengengesan. Perlahan Dean berjalan mundur.
Jane berlipat kan lengan, dia melangkah setapak demi setapak setelah melihat aksi Dean yang mulai berjalan mundur. Dean tidak bisa mundur lagi, ada pagar tembok di belakangnya.
Tidak mau langsung memarahi anak itu, Jane memperhatikan setiap inci wajah Dean. Mulai dari atas sampai bawah, bahkan keringat yang menetes di pipi Dean tidak luput dari pandangan Jane.
Merasa puas, Jane memajukan wajahnya ke sisi kanan wajah Deandra. "Anak nakal apa kamu sudah lari pagi hari ini?" Bisiknya tepat di telingga Dean.
Jane sengaja melembutkan intonasi suaranya. Dia juga menarik bahu Dean pelan, agar menyamai tinggi dengan nya yang hanya sebahu Dean. Sedangkan empunya telingga yang mendengar itu langsung termenung, diam. Mata Dean bahkan sampai terbelalak, jujur jika dirinya merinding di sekujur tubuh. Salivanya sampai-sampai tidak mau di telan, begitu susah payah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
Madame Janessa
2024-06-21
0
Dálvaca
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
2023-10-03
1