بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
"Gue aja yang single masih digantung kaya jemuran. Terus apa kabar loe yang udah punya pasangan?!"
-Irfan-
▪▪▪
Sepasang ayah dan anak itu dengan sepenuh tenaga mendobrak pintu kamar yang ditempati Shandra. Percobaan pertama dan kedua gagal tak menyurutkan semangat mereka, dan dipercobaan ketiga akhirnya pintu itu terbuka dengan begitu lebar dan menimbulkan suara yang begitu memekakan indra pendengaran.
Ketiganya mengembuskan napas lega kala melihat Shandra yang tengah tertidur menyamping ke kanan dengan tangan yang sengaja diletakan di bawah pipi. Dengan langkah perlahan mereka mendekati ranjang dan melihat lebih lekat Shandra yang mengigau dalam tidurnya. Dengan keringat bercucuran dan wajah yang sudah pucat pasi. Hal itu membuat ketiganya semakin cemas dan khawatir. Fatimah yang lebih peka dan sudah penasaran dengan kondisi menantunya, dengan segera duduk di samping Shandra dan menempelkan tangan di dahi sang menantu yang terasa sangat panas.
"Panggil dokter sekarang!" perintah Fatimah yang masih fokus menatap iba menantu satu-satunya.
Dengan sigap pula Farhan mengambil handphone yang berada di dalam saku celana bahannya. Menghubungi salah satu kerabat yang berprofesi sebagai dokter. Setelah panggilannya tersambung dia langsung memberi komando agar sang dokter segera meluncur ke apartemen.
"Ambilkan handuk kecil dan air," titah Fatimah entah pada sang suami atau sang putra.
Kedua laki-laki itu saling bertukar pandang seakan berdialog melalui sorot mata yang mereka pancarkan. Fatimah menatap jengkel anak dan suaminya yang masih saja diam di tempat. "Cepet!"
Sepasang anak dan bapak itu saling menyenggol bahu lawannya. Saling menunjuk dengan telunjuk masing-masing.
"Astagfirullah," Fatimah beristigfar seraya mengelus dadanya penuh kesabaran.
Tak mau ambil risiko dan membuang waktu akhirnya Fatimah sendiri yang turun tangan untuk mengambil apa yang dia butuhkan. "Punya dua laki-laki gak ada gunanya sama sekali!"
"Mah biar aku aja, Mah," sorakan dan teriakan itu keluar saling bersahutan dari Firdaus dan Farhan.
"Telat!" dengus Fatimah sudah kepalang emosi dan kesal. Sepertinya stok kesabaran yang Fatimah miliki tidak berlaku untuk hari ini.
"Gara-gara Papah sih gak inisiatif jadi kena damprat lagi, 'kan," gerutu Farhan menyalahkan ayahnya.
Dengan tidak sopan Firdaus menjitak kepala anak semata wayangnya. "Kalau ngomong tuh disaring dulu."
Farhan memberikan cengiran tanpa dosa dan memegang bagian kepala yang terasa sedikit sakit. "Saringannya bolong, Pah," selanya asal jeplak.
"Mending kalian pergi aja ke rumah sakit. Kepala Mamah pusing liat kalian ribut mulu," ujar Fatimah yang baru saja datang dengan sebaskom air dan handuk di kedua tangan.
"Siap komandan!" Kedua laki-laki beda generasi itu berucap kompak seraya memberikan hormat layaknya pada sang bendera merah putih.
Terdengar suara bel yang berbunyi dengan begitu nyaring.
"Liat siapa yang datang," tutur Fatimah.
"Iya, Mah," kata Farhan lebih dulu menyahut ucapan ibunya. Dan segera bergegas menuju pintu apartemen. Belajar dari pengalaman, dia tidak mau kena omel Fatimah lagi dan lagi.
"Sorry lama. Tadi ada kendala dikit," ucap tamu yang tak lain dan bukan adalah teman sekaligus dokter yang Farhan panggil.
"Santai aja kali. Yuk masuk," sahut Farhan mempersilakan tamunya agar segera memeriksa keadaan sang istri.
"Siapa yang sakit?" tanyanya basa-basi.
"Bini gue," sahut Farhan santai dan tanpa sadar sudah mulai mengakui keberadaan Shandra dalam hidupnya.
Sang dokter hanya manggut-manggut paham. "Shandra?" tanyanya memastikan. Siapa tahu saja laki-laki yang terkenal dengan banyak teman perempuan itu memiliki istri selain Shandra.
Hal itu menghentikan langkah Farhan dan ketika sadar dia langsung meninju sebelah lengan temannya. "Satu aja kagak abis masa iya mau nambah lagi. Maruk amat gue jadi orang."
Laki-laki muda itu tertawa. "Ya kali aja gitu," ucapnya seraya menaik turunkan alis. Menggoda.
Farhan menampilkan senyum misterius yang sangat menjijikan di mata lawan bicaranya. "Kalau gebetan loe mah gue bakal dengan senang hati nambah satu lagi," canda Farhan yang malah membuat laki-laki di sampingnya mengepalkan tangan kuat-kuat.
"Gue aja yang single masih digantung kaya jemuran. Terus apa kabar loe yang udah punya pasangan?!"
"Pesona laki-laki yang udah beristri itu lebih menggoda dibanding bujang lapuk macam loe," ledek Farhan.
"Awas aja kalau loe sampe berani-berani deketin cewek incaran gue!" tuturnya penuh peringatan dan segera memasuki kamar Shandra yang sudah ada di depan mata.
Tawa Farhan pecah saat melihat reaksi kawan barunya yang begitu terlihat menggemaskan. "Maaf-maaf aja nih yah Siska bukan tipe gue," bisiknya.
Laki-laki yang tak lain dan bukan adalah Irfan itu hanya diam tanpa suara, dan segera memeriksa keadaan pasiennya yang merupakan sahabat baik dari Siska, perempuan yang kini bertahta di hatinya.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Fatimah begitu antusias.
"Shandra kekurangan asupan nutrisi dan juga terlalu banyak pikiran. Hal itu memperburuk keadaannya," terang Irfan setelah memasukan stetoskop ke dalam tas dokter.
"Menantu saya memang sudah tiga hari ini tidak makan, Dok. Terlebih lagi kepergian ibunya membuat dia semakin drop," sahut Fatimah dengan penuh kasih sayang menaikan selimut Shandra hingga ke bagian dada.
"Inalillahi wa inalillahi rojiun." Irfan kaget bukan kepalang saat mengetahui kenyataan itu.
"Saya turut berduka cita, Pak, Bu," lanjutnya seraya melihat bergantian Fatimah dan Firdaus.
Kedua orang tua itu hanya mengangguk dan tersenyum sopan sebagai jawaban.
"Baiklah, Bu ini resep yang harus ditebus," ucap Irfan menyodorkan sebuah copy resep.
"Terima kasih," sahut Fatimah kembali menampilkan senyumnya.
Irfan hanya mengangguk lantas segera pamit undur diri dengan didampingi Farhan yang setia mengantarkan dia sampai di depan pintu.
"Siska tau tentang hal ini?" tanya Irfan hati-hati.
Farhan menggeleng. "Gue gak ada kuasa buat ngabarin dia. Shandra lebih berhak," jawabnya.
"Loe, 'kan tau, sekarang Siska tinggal di Bandung. Apalagi dia anti banget datang ke Jakarta," lanjut Farhan.
Irfan menghela napas berat. Penyesalan terlihat jelas dari sorot mata hitamnya. "Ini semua gara-gara gue."
Farhan menepuk pelan bahu sebelah kanan Irfan. "Udah jadi takdir loe berdua. Gue harap loe berdua bisa akur lagi kaya dulu."
Irfan tersenyum miris dengan penuturan Farhan. "Gue rasa itu gak mungkin!"
"Seminggu sebelum pernikahan gue sama Shandra bukannya loe udah maaf-maafan yah?" tutur Farhan.
"Dia emang udah maafin gue. Tapi dia masih aja jaga jarak, bahkan nomor gue masih dia block," ucap Irfan begitu lesu.
"Kalau jodoh mah gak bakal kemana. Loe serahin aja semuanya sama Allah," kata Farhan bijak.
Irfan menarik kedua sudut bibirnya. "Abis makan apa loe? Bijak amat," candanya.
Farhan tertawa mendengar gurauan yang dilontarkan Irfan. "Selamat berjuang!"
Lagi-lagi Irfan tersenyum tipis penuh keraguan dan setelahnya langsung berpamitan karena memang masih ada urusan lain di rumah sakit.
▪To be continue▪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
xk_ekga🤓
txt nih sambung lagi yah ceritanya temen2x siska cs, suka suka 💕
2020-07-10
1
Titik Widiawati
lah si Irfan sma farhan temenan thor....mereka taruhan waktu pacaran sma sarah n marsya...
n dua2nya sma2 selingkuh...indah sekali tulisanmu thor
2020-06-29
1
Elpiani Marbun
laki" sholeh ni nmpk nya farhan
2020-06-22
2