Part 3 | Kenyataan Pahit

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Bersedih hati boleh saja asal itu masih dalam kadar normal dan tak berlebihan."

▪▪▪

Hidup dan mati itu misteri, hanya sang Illahi yang mengetahui. Tidak ada satu pun makhluk yang mampu mengelak dan mengingkari. Bersedih hati boleh saja tapi jangan sampai terlalu larut dalam kesedihan. Karena sesuatu yang berlebihan tidak baik hukumnya.

Shandra diam membisu dengan wajah yang sudah dipenuhi air mata. Melihat tubuh kaku, dingin, dan tak berdaya sang ibu yang sudah terbujur kaku di atas ranjang pesakitan rumah sakit, membuat dia tak bisa berbuat apa-apa. Pandangan matanya begitu kosong saat mengetahui kondisi sang ibu yang sudah tak bernyawa lagi. Hatinya hancur remuk redam dalam waktu yang bersamaan.

"Ikhlasin Mamah biar tenang di sana," kata Farhan menguatkan sang istri yang begitu rapuh. Hatinya teriris sakit, ini adalah kali pertama melihat gurat sedih dan sendu terpancar di wajah datar istrinya.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Shandra. Dia tidak kuasa melihat ibunya yang sudah tak berdaya.

Rahman dan Sekar mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan nyawa Sekar menghilang dan Rahman dalam keadaan lumpuh tak bisa berjalan. Mobil yang mereka tumpangi tertabrak oleh sebuah truk besar bermuatan batu bata yang melaju begitu kencang dan menghantam keras mobilnya hingga hancur tak beraturan.

"Gue urus administrasinya dulu. Loe tunggu di sini," kata Farhan pada sang istri, dengan telaten dia mendudukan Shandra di kursi ruang tunggu.

Sepeninggal Farhan air mata Shandra tak berhenti keluar. Dia belum siap untuk kehilangan ibunya dalam waktu secepat ini. Tapi Allah berkata lain. Padahal baru saja dia berniat untuk mengunjungi mamahnya dan ingin mengutarakan permintaan maaf. Namun, ternyata dia sudah terlambat.

Kedua orang tua Farhan datang menghampiri sang menantu yang terlihat begitu sangat kacau dan berantakan. Fatimah, yang merupakan ibu Farhan dengan penuh perhatian dan rasa iba memeluk Shandra. Mencoba menguatkan perempuan yang sudah satu bulan ini menjadi menantunya. "Semuanya akan baik-baik saja. Tenangkan hati kamu, semuanya terjadi atas kehendak Allah," ungkap Fatimah seraya mengelus pelan punggung Shandra.

Shandra semakin tergugu kala mendengar untaian kata yang dilontarkan ibu mertuanya. Hubungan dia dengan sang mertua tidak begitu dekat, namun entah mengapa berada di dalam dekapan Fatimah membuatnya sedikit merasa tenang.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Farhan?" tanya Firdaus pada putra satu-satunya saat Farhan baru saja datang.

"Menurut kesaksian warga dan kepolisian mobil yang Papah Rahman dan Mamah Sekar tumpangi tertabrak mobil truk. Diduga sopir truk tengah mengantuk dan sedikit mabuk," terang Farhan sesuai dengan apa yang dia ketahui.

Firdaus kaget luar biasa saat mengetahui kabar mengejutkan itu. Dia memang berencana untuk bertemu dan membicarakan perihal hubungan rumah tangga anak-anak mereka. Tapi yang terjadi kini sungguh diluar dugaan.

Firdaus menatap kasihan pada menantunya yang begitu terpuruk dengan peristiwa ini. Andai saja mereka tidak merencanakan pertemuan itu, mungkin tidak akan pernah terjadi hal yang tidak diinginkan seperti sekarang.

▪▪▪

Tiga hari berlalu semenjak tragedi yang tak diinginkan itu, Shandra menjadi pribadi yang begitu murung dan semakin introvert dengan lingkungan sekitar. Hari-harinya dia habiskan dengan berdiam diri di kamar. Wajahnya semakin hari semakin pucat pasi, dan tubuhnya menjadi kurus tak terurus karena tidak mengkonsumsi sedikit pun makanan. Hal itu membuat Farhan, Firdaus, dan Fatimah cemas bukan kepalang. Terlebih lagi mereka harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengecek keadaan Rahman yang kini masih memerlukan penanganan.

"Buka, Shandra!" teriak Farhan penuh ke-frustrasian. Hampir setiap satu jam sekali dia menggedor dan meminta Shandra agar membukakan pintu kamar. Namun, tetap saja hasilnya nihil karena Shandra terlalu betah meratapi kesedihan dan kekecewaan akan takdir hidup yang begitu menyakitkan.

"Kesabaran gue udah abis! Loe buka sekarang atau gue dobrak?!"

Shandra tak merespons apa pun dia begitu betah dengan dunianya sendiri. Tanpa mau repot-repot menanggapi kemarahan sang suami.

"Shandra?!"

Fatimah datang dengan sebuah nampan berisi makanan dan minuman dengan perlahan dia meletakkan nampan itu di meja samping pintu kamar. Mengelus pelan punggung putranya dengan harapan mampu menyurutkan emosi sang putra semata wayang. "Bersabarlah, Shandra masih dalam fase berduka."

"Tapi mau sampai kapan, Mah?!" Dia sudah memberikan waktu untuk istrinya merenung. Namun, hal itu disalahartikan sang istri hingga berani mengurung diri. Sudah berulang kali pula dia berniat akan mendobrak pintu kamar, tapi selalu gagal karena perkataan ibunya yang selalu meminta dia untuk bersabar.

"Mamah paham kamu mengkhawatirkan keadaannya tapi tidak dengan cara membentak dan memarahinya seperti tadi. Itu hanya akan membuat Shandra semakin terpukul dan terpuruk, Nak," tutur Fatimah begitu lembut dan penuh kehati-hatian. Mengahadapi putranya yang sedikit emosian memang susah-susah gampang.

"Biar Mamah yang bujuk, Shandra. Kamu temani Papah ke rumah sakit untuk melihat keadaan Papah mertua kamu," titah Fatimah. Selalu saja seperti itu, tapi tak pernah membuahkan hasil sama sekali. Terkadang dia bingung dengan tingkat kesabaran ibunya yang terkadang membuat jengkel dan kesal, sama seperti sekarang.

"Aku titip Shandra, Mah," ucapnya setelah dia mencium punggung tangan sang ibu.

Fatimah mengangguk dengan seulas senyuman. "Tanpa kamu minta pun Mamah akan melakukannya."

Farhan segera melangkahkan kakinya menemui Firdaus yang tengah duduk di ruang tengah apartemen.

"Sayang buka pintunya. Ini Mamah," ucap Fatimah dengan ketukan ringan.

"Shandra makan dulu, Nak. Sudah tiga hari ini kamu tidak makan apa-apa. Buka pintunya," bujuk Fatimah.

"Shandra!" panggil Fatimah dengan suara yang lebih tinggi dari sebelumya. Masih tak ada respons dan itu semakin membuat dia panik serta cemas dalam waktu yang bersamaan.

Fatimah berlari untuk menemui suami dan putranya yang terlihat tengah bersantai dengan dua cangkir kopi dan roti bakar. Hal itu membuat Fatimah meradang, "Disuruh ke rumah sakit malah ngopi di sini! Emang yah pada gak punya pikiran."

"Sayang, sarapan di pagi hari itu penting. Bukan begitu, Nak?" ujar Firdaus dengan nada suara yang dibuat semanis mungkin. Sedangkan Farhan hanya mengangguk saja dan melanjutkan sesi memakan rotinya.

"Kunci serep kamar Shandra mana?" tanya Fatimah enggan untuk menanggapi perkataan suaminya.

Farhan mengembuskan napas. "Kunci serepnya aku gantungin jadi satu sama kunci yang Shandra bawa," jelas Farhan.

"Kenapa kamu seceroboh ini!" kata Fatimah penuh penekanan.

"Mamah, 'kan tau aku ini pelupa makanya aku selalu satuin kuncinya biar gak repot nyari," bela Farhan.

"Dobrak pintunya sekarang. Mamah khawatir sama keadaan Shandra," titahnya tak mau dibantah.

"Tadi aku mau dobrak Mamah larang. Sekarang malah nyuruh," dengus Farhan. Dia sedikit kesal dan merasa dipermainkan oleh ibunya.

Firdaus yang berada di samping putranya dengan kesal bercampur jengkel menjewer kuping Farhan dengan begitu sadis tak berperikemanusiaan. "Jangan banyak protes," tutur Firdaus.

"Ish, sakit tau Pah. Kalau kuping aku copot gimana?" sela Farhan.

"Gampang tinggal ganti kuping gajah aja banyak di pasar!" sahut Firdaus asal.

Melihat tingkah kedua laki-laki di depannya membuat Fatimah kesal bukan kepalang. Dengan tenaga penuh dia mencubit pinggang anak dan suaminya hingga menimbulkan ringis kesakitan. "Anak sama Bapak sama aja!"

Firdaus dan Farhan saling bertukar pandang seraya mengelus pinggang masing-masing yang menjadi sasaran empuk Fatimah. "Gara-gara Papah sih jadi kena sembur, 'kan," dengusnya.

"Kamu yang mulai duluan," sela Firdaus tak mau disalahkan.

"Buruan!" suara penuh peringatan dari Fatimah menghentikan adegan adu mulut antara sepasang ayah dan anak.

Kedua laki-laki beda generasi itu lari terbirit-birit mengikuti langkah Fatimah yang sudah berjalan jauh di depannya.

▪To be continue▪

Terpopuler

Comments

Retno Marsudi

Retno Marsudi

Apakah Sandra pingsan ya

2020-07-05

3

Koriah Husnan

Koriah Husnan

ketua penyayang.. mau dooonk

2020-07-01

1

Elpiani Marbun

Elpiani Marbun

ayah farhan, humoris orvg nya

2020-06-21

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!