بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
"Selagi makanan itu masih bisa dimakan dan gak mengandung racun pasti gue makan"
-Farhan-
▪▪▪
Dengan wajah datar tanpa ekspresi, Shandra menikmati pagi pertamanya menyiapkan makanan untuk dia dan sang suami. Berkutat di dapur dengan berbagai macam perkakas rumah tangga adalah hal baru bagi Shandra. Selama tinggal di rumah kedua orang tuanya sang mamahlah yang bertugas menjadi juru masak tapi sekarang dia harus mengerjakan itu sendiri.
Hanya ada dua piring nasi goreng dan telur dadar hasil karyanya yang terpajang di atas meja makan. Tak ketinggalan satu gelas kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami juga hadir menjadi menu sarapan pagi ini.
"Silakan dimakan. Maaf hanya ini yang bisa saya buatkan," ucap Shandra saat sang suami telah duduk di kursi meja makan.
"Iya gak papa," sahut Farhan dengan sunggingan senyum tulusnya.
"Bagaimana?" tanya Shandra antusias setelah sesuap nasi goreng itu masuk ke dalam mulut suaminya.
Kening Farhan mengernyit merasakan masakan perdana istrinya yang terasa sangat asin dan begitu tak nyaman untuk ditelan. "Enak kok," dustanya setelah dia menenggak habis segelas air putih yang memang sudah tersedia di atas meja.
"Serius?" tanya Shandra tak percaya mendapati ekspresi wajah sang suami yang tak sesuai dengan apa yang diucapkan.
Farhan hanya mengangguk saja. Tak ada niatan untuk dia membohongi istrinya, tapi dia juga tidak mau membuat sang istri sakit hati karena kejujurannya.
Dengan penasaran dan antusias Shandra memasukan satu suap nasi goreng ke dalam mulut. Dan betapa terkejutnya dia saat merasakan rasa asin yang begitu dominan. "Maafkan saya," ungkapnya tak enak hati dan penuh penyesalan.
"Enggak usah minta maaf segala. Lagian nasi gorengnya juga masih bisa gue makan," ujar Farhan lalu kembali melanjutkan ritual makannya.
"Tidak usah dipaksakan seperti itu. Lebih baik kita pesan makanan online saja," katanya tak tega melihat wajah Farhan yang terlihat sangat tersiksa menghabiskan masakannya.
"Enggak usah. Mubazir kalau makanannya dibuang," larang Farhan. Dia hanya ingin menghargai usaha dan jerih payah istrinya.
Shandra meringis mendengar perkataan tak terduga dari suaminya. "Ya, sudah saya juga akan memakannya," ungkapnya. Hati Shandra seketika berbunga-bunga saat masakan yang dia buat dimakan oleh Farhan.
Sepasang suami istri itu akhirnya menikmati santap pagi dengan menu nasi goreng asin yang mereka habiskan tanpa tersisa. Meskipun memakannya harus diselingi dengan tegukan air putih namun hal itu malah membuat keduanya larut dalam kebersamaan yang belum pernah mereka rasakan.
"Makasih untuk sarapannya," ucap Farhan setelah keduanya selesai sarapan.
"Seharusnya saya yang berterima kasih karena kamu sudah bersedia memakan nasi goreng asin buatan saya," sanggah Shandra.
"Selagi makanan itu masih bisa dimakan dan gak mengandung racun, pasti gue makan," sahut Farhan yang membuat Shandra senang. Namun, masih tetap bertahan dengan wajah dan tampang datar. Dia memang salah satu manusia tanpa ekspresi yang ada di muka bumi ini.
"Saya tidak akan setega itu," katanya. Dia bertekad akan belajar masak pada koki yang bekerja di kafenya.
"Gue berangkat kerja dulu. Loe mau bareng?" tanya Farhan.
"Kamu duluan saja. Saya masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah. Mungkin nanti siang saya akan pergi ke kafenya," jawab Shandra yang sudah mulai sibuk memindahkan piring-piring kotor ke tempat pencucian.
"Enggak usah. Nanti gue bakal cari orang buat kerja di sini," tutur Farhan.
Shandra menggeleng tak setuju. "Tidak usah, saya bisa mengerjakannya."
"Yakin?"
Shandra mengangguk. "Saya akan berusaha untuk mengerjakan semuanya sendiri," katanya.
"Yaudah terserah loe aja," putus Farhan dan berdiri dari duduknya.
"Gue pamit dulu, assalamualaikum," lanjutnya.
"Wa'alaikumussalam," balas Shandra seraya mencium punggung tangan suaminya. Dia sudah mulai membiasakan diri untuk melakukan hal itu, walaupun masih ada sedikit rasa ragu dan canggung.
Shandra memegang bagian dadanya yang berdegup begitu kencang saat sang suami memberikan kecupan singkat untuk kedua kalinya di kening.
"Perasaan apa ini Ya Allah," gumamnya begitu linglung dan kelimpungan.
Tanpa Shandra ketahui Farhan pun merasakan hal yang sama. Dia terdiam cukup lama di balik kemudi mobil. Merasakan denyutan aneh yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Terlebih lagi memikirkan tindakan dia yang di luar kendali. Sepertinya Farhan harus segera mengakhiri kegiatan menonton drama dan sinetron, yang mengandung keromantisan antara dua insan manusia yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi.
▪▪▪
Setelah kepergian suaminya, Shandra dengan segera membersihkan piring-piring kotor. Walau sedikit kesusahan karena dia tidak terbiasa, tapi sebisa mungkin dia menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun ada satu piring yang jatuh ke lantai dan pecah sehingga membuat jari telunjuknya terluka, dia tetap bersikeras melanjutkan tugasnya.
Mencuci pakaian, menyapu, dan mengepel lantai menjadi kegiatan selanjutnya. Dengan bermodalkan ponsel pintar dan kuota dia mencari tahu cara menyelesaikan ketiga pekerjaan itu. Mengikuti setiap instruksi yang diberikan oleh seorang ibu-ibu rumah tangga di dalam sebuah video yang menyala di handphone. Tangannya yang terluka sedikit perih saat bersentuhan dengan air yang dia gunakan untuk mencuci pakaian dan membersihkan lantai.
"Setelah ini saya harus segera pulang ke rumah untuk menemui Mamah dan meminta maaf. Karena selama ini saya selalu menyepelekan apa yang Mamah kerjakan," katanya penuh penyesalan. Selama ini dia tidak pernah membantu sang ibu membereskan pekerjaan rumah. Selalu menolak jika Sekar meminta bantuannya, dan menganggap angin lalu setiap keluhan yang dilontarkan oleh sang ibu.
Deringan ponsel berbunyi dengan begitu nyaring membuat sang empunya segera mengangkat panggilan itu.
Shandra menegang sempurna dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Bahkan sendi-sendinya terasa lemas seketika. Pandangannya begitu kosong dengan kedua kaki yang sudah ambruk di lantai.
"Shandra!" Teriakan itu berasal dari ruang tengah apartemen tempat tinggalnya.
Pada saat perjalanan menuju kantor, Farhan terjebak macet parah yang tidak seperti biasanya. Dengan rasa penasaran dia turun dari mobil, dan dia terkejut bukan main saat melihat sebuah mobil yang sudah ringsek tak berbentuk tengah dievakuasi oleh beberapa petugas kepolisian.
Laki-laki itu melangkah lebih dekat lagi pada objek yang mengganggu penglihatannya. Dia menegang sempurna kala melihat mobil yang tak asing baginya. Namun, sebisa mungkin dia menepis jauh-jauh pikiran negatif itu. Kedua bola mata Farhan memicing untuk memastikan apakah dugaan yang bersarang di dalam otaknya itu benar atau tidak.
Cukup lama pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu berdiri kaku, hingga kesadarannya teralihkan oleh sebuah teriakan yang begitu menggelegar. "Hubungi keluarga korban segera!" Salah satu petugas yang menemukan alat komunikasi di dalam tas korban dengan segera mencari nama kontak yang terakhir kali dihubungi. Gerakan tangannya terhenti kala melihat nama, Putriku tertera apik di layar smartphone milik korban.
Ditengah keramaian samar-samar Farhan mendengar. "Apakah benar dengan putri dari Bapak Rahman dan Ibu Sekar?" Mendengar nama mertuanya. Dengan segera Farhan menerobos khalayak ramai untuk segera kembali ke apartemen menemui sang istri.
Dalam hati laki-laki itu berdoa dan berharap, semoga apa yang dia lihat dan dengar bukan ditujukan kepada istrinya. Namun, kuasa Allah berkata lain. Tepat saat dia menoleh ke samping kiri, dia melihat tubuh tak berdaya ibu mertuanya dimasukkan ke dalam mobil ambulance. Rasanya persendian dalam tubuh melemah seketika, tapi otaknya bekerja dan seakan-akan menginstruksikan kepadanya untuk segera pulang menemui sang istri.
"Shan loe gak papa?" tanyanya cemas dan khawatir saat melihat kondisi Shandra yang jauh dari kata baik.
Shandra mendongak dan mendapati sang suami yang tengah berdiri menjulang tinggi di hadapannya. "Mas...," lirihnya.
Untuk pertama kalinya Shandra memanggil Farhan dengan sebutan 'Mas' hal itu membuat Farhan tertegun dan terpercaya. Sepertinya Shandra tidak menyadari dengan apa yang baru saja dia ucapkan.
Tanpa kata dan banyak bicara Farhan membantu istrinya untuk berdiri dan mendudukan tubuh lemah Shandra di kursi. Dengan ragu dia merengkuh tubuh bergetar istrinya dan hal itu malah semakin membuat Shandra terisak dengan tangis yang semakin tumpah ruah.
"Semuanya akan baik-baik aja," bisik Farhan pelan di atas kepala sang istri yang begitu erat memeluknya.
"Tapi...." Ucapannya tergantung kala jari telunjuk Farhan menempel apik di depan bibirnya.
"Kita harus ke rumah sakit sekarang," kata Farhan begitu tegas dan hal itu membuat Shandra diam dan kembali menegang.
▪To be continue▪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Ummah
😢😢😢
2020-07-18
1
Elpiani Marbun
anam mama x
2020-06-21
1
Jingga Annida
punya cafe koq gak bisa masak... 😂😂 biasanya org buka usaha cafe tu krn hoby masak2... 😂😂
2020-06-15
12