BAB 8

Video

Aku di tuntun ke lapangan, oh iya aku masih belum tahu siapa namanya, tidak ada name tag juga.

"Aluna..." Kata seseorang memanggilku lembut.

Aku menatapnya, rambutnya rapih berwarna hitam pekat, kulitnya sedikit pucat, dan manik matanya berwarna coklat gelap.

"Nama gue Darrel." Katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku hanya menatapnya sinis.

"Ya." Ucapku tanpa mau menerima jabat tangan darinya. Dia tampak gugup saat tangannya terus mengambang di udara. Lalu di tariknya tangan itu masuk ke saku celananya.

"Gue Darrel, kelas sepuluh." Gumamnya pelan.

Dia menghembuskan nafasnya kares.

Lalu mengeluarkan satu batang coklat dan berlutut di depanku.

"Aluna, maukah kamu menjadi pacarku?"

Aku hanya diam, menatapnya datar.

"Berdiri." Ucapku, dia menurut

"Kenapa lo bisa suka sama gue?" Tanyaku

Dia menggaruk belakang kepalanya, lalu menatapku bingung.

"Em... Karena lo menarik, lo cantik, lo pusat semuanya, semua orang suka sama lo asal lo tahu aja." Ungkapnya.

"Jadi, lo mau jadi pacar gue?" Tanyanya lagi.

"TERIMA!"

"TERIMA!"

"TERIMA!"

suara itu terdengar sahut - menyahut, aku menatap sekitar, rupanya beberapa orang tengah menyaksikan acara basi ini dengan khusyu.

Aku memutar bola mataku malas, aku lihat beberapa anggota Osis juga ikut bergabung di tengah lapangan, heh menyebalkan.

"Ekhem." Aku berdekham cukup keras.

"Kalau lo mau jadi pacar gue. Lo harus mampu menuhin syarat gue." Ujarku, lalu tersenyum jahat.

Dia mensifitkan matanya.  "Syarat apa?" Tanyanya.

"Lo harus bayarin semua keranjang belanjaan online gue. Semuanya sepuluh juta." Kataku tajam sambil memperlihatkan Aplikasi Jual - beli. Dia membeo, begitu juga yang lainnya.

"LO GILA!" bentaknya. Matanya menatapku tak suka atau mungkin memang jika marah se - mengerikan itu.

Aku tersenyum licik.  "Gimana?" Tanyaku memastikan.

Dia melempar coklat batangannya tepat ke arahku, lalu berjalan tergesa menjauhi kerumunan.

"LO PENGECUT!" hardikku lalu di susul dengan suara tawa jahatku.

"Ikut sama gue." Seseorang menarik tangaku, aku tidak mampu melihat siapa dia karena dia sudah menyeretku kasar.

Saat sudah cukup jauh dari kerumunan, aku mampu melihat kalau dia adalah Raka. Dia menatapku tajam.

"Lo buat anak orang malu." Cerocosnya. Raka berbicara panjang lebar, namun mataku fokus pada Darrel yang dengan tergesa-gesa menuju belakang sekolah.

Aku menatap Raka sejenak lalu segera berlari menyusul Darrel.

Di belakang sekolah ada satu lahan kosong, tempatnya terpencil nggak banyak orang yang tahu tempat ini, dan rasanya memang nggak ada yang mau berada di tempat kumuh kayak gini. Ini lebih mirip di sebut lahan untuk rongsokan sekolah yang sudah bobrok.

"SIALAN!" dia mengamuk, menendang monitor rusak dengan keras.

"KURANG AJAR!" dia mengamuk lagi, kali ini dia menjungkir balikan meja komputer.

"Gue nggak tahu kalau ternyata jadi kayak gini." Ujar seseorang, dia yang tadi pagi memberikan surat dan kue di kelas.

"GUE BILANG, GUE NGGAK NERIMA PENOLAKAN. GUE MAU LUNA JADI MILIK GUE!" dia membentak temannya, lalu memukul bahunya sangat keras, temannya tersungkur, lalu memegangi bahunya, wajahnya meringis kesakitan.

Aku memang sudah merekamnya sejak tadi,  ini memang bagian dari rencanaku.

Dia menarik kerah seragam temannya, lalu memukulnya tepat di pipi kiri, lagi-lagi dia tersungkur, pipinya langsung biru dan kemudian mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Maaf." Katanya parau, aku tidak tega melihat ini lebih lama. Akhirnya aku meletakan ponselku di tempat yang mampu merekam semuanya, lalu menghampirinya.

"STOP." Kataku tajam, aku duduk lalu ku papah dia sampai bisa berdiri.

"Lo nggak apa-apa?" Tanyaku padanya, dia hanya menggeleng lalu meringis kesakitan.

"Lo harusnya nggak datang ke sini." Katanya.

Aku hanya diam, lalu menuntunnya duduk di kursi kayu yang cukup reyot.

"Lo pikir, dengan kayak gini lo bisa dapat apapun yang lo mau?!" Aku menatap mata Darrel tajam. Dia juga tak kalah tajam menatapku.

"Lo nggak bisa selalu dapetin apa yang lo mau, lo bodoh dan lo sangat gila!" Makiku. Dia menyeringai

"Memang, tapi itu nggak berlaku buat gue. Gue bisa dapetin apapun yang gue mau dengan cara apapun." Katanya, dia mendekat ke arahku.

"Gue bisa depetin apa yang gue mau buat dapetin lo." Ucapnya. Lalu dia menyeringai.  "Yeah! Apapun."

Dia semakin mendekat.  "Jangan berani macem-macem sama gue!" Bentakku.

"Gue nggak mau macem-macem, cuma satu macem." Ujarnya.

Aku melihat kebelakang, orang yang tadi pagi itu pingsan di kursi, tumbuhnya lunglai tergeletak. Sial, aku terpojok dan nggak ada siapapun disini selain aku dan si kurang ajar Darrel.

"Kenapa sayang? Apa lo takut?" Tanyanya dengan nada yang di lembut - lembutkan

Aku mundur, dan dia mendekat, aku mundur lagi, terus seperti itu sampai kakiku tersandung pipa paralon dan terjatuh ke belakang. Bokongku mendarat di bebatuan, rasanya sakit, tapi aku harus berdiri, harus.

Aku berdiri, dan sialnya paralon itu terus memperburuk keadaanku, aku tegelincir dan jatuh lagi, kini lebih parah, kakiku tercepit di antara puing-puing monitor butut yang sudah usang.

Dia jongkok di depanku, lalu tersenyum bak iblis.

"Kalau gue nggak bisa dapetin lo secara baik-baik, gue bisa dapetin lo secara paksa, sayang." Gumamnya.

Satu kakiku menendang kakinya, tapi itu tidak berefek sama sekali, sialan.

Aku merogoh saku seragamku lalu mengambil ponselku yang lain hendak menelepon Indra.

"Mau apa sayang?" Tanyanya menyeringai, dia mengambil ponselku. Terjadi tarik menarik ponsel sampai dia menyentakannya dan membantingnya ke sembarang arah.

"LO JANGAN MACEM-MACEM SAMA GUE." aku berteriak, suaraku bergetar hebat, ini kali pertama aku merasa takut dengan manusia selain Mama.

Dia makin mendekat, lalu tangannya menyentuh pipiku, lalu menuju bibir.

"Dari dulu gue selalu pengen milikin lo." Ucapnya.  "Sekarang, gue bisa."

Wajahnya mendekat, aku menutup mulutku rapat-rapat sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

Dia menangkup pipiku, lalu di miringkannya kepalanya dan Cup. Dia mencium bibirku, hanya sekilas, lalu dia menatapku dengan tatapan jijik.

"Ini akibatnya kalau lo berani macem-macem sama gue, sayang." Gumamnya.

Entah kenapa rasanya sangat sakit, aku sadar mataku pasti berkaca-kaca, lalu kurasakan air menetes di pipiku, aku menangis, menangis setelah sekian lama.

Aku menampar pipinya keras, lalu kutampar lagi sampai berkali-kali, pipinya merah, dia menggeram lalu mencekal tanganku, dia menatapku marah lalu satu tangannya terangkat keudara hendak memukulku balik.

"Lo gila!" Umpatnya

Aku menutup mataku, takut dengan apa yang seperkian detik berikutnya terjadi.

Aku mendengar suara nyaring, lalu seseorang mengaduh. Aku membuka mataku, dan di depanku sudah ada Raka yang sedang memukulnya babak belur. Darrel tersungkur di bebatuan, lalu sekali hentakan lagi sampai seseorang berkata. "Sudah cukup Raka!" Bentak Bobi di belakangnya.

Bobi membawa Darrel entah kemana, mungkin keruang BK.

Raka menatapku, lalu segera mengeluarkan kakiku dari himpitan rongsokan monitor ini.

Aku memeluknya erat.

"Diaa... Di...a." aku menangis sesegukan, dia melepaskan pelukannya, dan menghapus air mataku.

"Dia nyium, gu...guee." isakku.

Dia menatapku tajam, lalu mengepalkan jari-jarinya.

"Bibir gue... Bibir gue udah-

dalam hitungan detik Raka mencium bibirku, lalu diam beberapa waktu, dia terus melakukan nya beberapa detik, aku hanya diam terkesima.

Dia menatapku lembut,. "Gue udah bersihin bibirnya dari bibir lo." Gumamnya.

"Maaf gue telat." Ucapnya parau. Aku hanya menggeleng, entah kenapa tiba-tiba menggeleng. Dia menciumku sekali lagi, lalu **********, kali ini cukup lama sampai aku hampir kehabisan nafas. Aku mendorong tubuhnya dan mengambil nafas dalam.  "Lo mau bunuh gue!" Maki ku, dia hanya diam dan seakan itu tidak pernah terjadi.

Bobi datang dengan teman-temannya sambil membawa tandu, lalu di angkatnya laki-laki yang pingsan tadi.

"Lo masih mau disini, Ka?" Tanya Bobi pada Raka. Raka hanya diam mengabaikan, dan Bobi nya memutar bola matanya masam, sudah biasa, memang itu tabiat Raka.

"Lo bisa jalan?" Tanyanya, aku berdiri, namun gagal, aku nyengir ke arahnya memamerkan gigiku.

Dia mendengus, lalu jongkok membelakangiku,. "Ayo naik." Katanya sambil menepuk-nepuk pundaknya.

Raka menggendongku menuju UKS, di sepanjang koridor beberapa pasang mata menatapku aneh, ada yang kebaperan ada juga yang merasa tidak senang. Aku menyenderkan kepalaku di pundaknya, Raka berhenti sesaat lalu melanjutkan kembali.

Aku akan membayar semuanya, aku pastikan Darrel akan berurusan dengan Polisi dengan video sebagai barang buktinya.

*CUPLIKAN EPISODE SELANJUTNYA*

Bu Sinting menatapku menyelidik.  "Dari mana kamu tahu kalau Darrel sering melakukan kekerasan pada Antonio?" Tanyanya mengintrogasi.

Aku berdecit pelan,  lalu menceritakan semuanya tanpa di kurangi atau di lebih-lebihkan, Bu Sinting sangat serius mendengarkan, begitu juga Raka, Bobi, Darrel dan pak Busron.

Aku menatap mata Darrel, matanya menatapku tajam. "Saya memang sengaja membuat Darrel marah untuk mendapatkan bukti jika saudara Darrel melakukan kekerasan terhadap temannya." Tuturku.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wiihh Psycho ternyata,ngeri banget..Terus Aluna harus gimana dong thor,Kalo Aluna gak nerima Darrel ntar temennya Darrel yg kenak imbas nya,kasian banget..

2024-10-20

0

Mochi

Mochi

hah apasihh

2022-06-11

0

star_liaa

star_liaa

kak paralon tuh gak baku karena itu nama merek yang seharusnya pipa.. sekian terimakasih.. cerita nya seru kak

2021-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!